Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memaknai Hari Santri 2023 Secara Proporsional


Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 

Hari Santri di tahun 2023 ini mengambil tema "Jihad Santri Jayakan Negeri". Secara falsafah tentu tema ini baik. Mengingat bahwa santri menjadi pewaris ulama dalam mengedukasi umat dengan ajaran-ajaran Islam. Dengan begitu, ulama dan santri memang seharusnya menjadi garda terdepan menjadi Benteng bagi aqidah umat Islam.

Hanya saja tema tersebut menjadi terdegradasi tatkala ada narasi-narasi yang seharusnya tidak digunakan untuk memaknai term jihad dan kejayaan. Tidak perlu ada ungkapan - ungkapan yang justru mencerminkan adanya rasa apriori dan under estimate khususnya terhadap term jihad.

Paling tidak ada 2 hal mendasar yang harus kita tela'ah lebih jernih sehingga kita tidak berada dalam sebuah keadaan yang dilematis. Di satu sisi, kita akan membaca ayat Al-Qur'an dan Hadits yang menegaskan akan wajibnya menghukumi manusia dengan apa-apa yang diturunkan Allah Swt. Sisi yang lain, kita berhadapan pada satu realitas bahwa tuduhan-tuduhan intoleran dan radikal selalu disematkan pada pihak-pihak yang hanya sekedar ingin diatur dengan syariat agamanya. 

Pertama, tentang makna jihad. Makna jihad secara syar'ie memang terkait dengan perang di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Walhasil untuk memaknai jihad harus merujuk makna syar'inya. 

Sedangkan makna jihad secara bahasa yakni bersungguh-sungguh dan mengerahkan kemampuan, tidak boleh dipakai untuk mengecilkan makna syar'ienya. Apalagi dengan ungkapan memaknai jihad sebagai perang adalah pemaknaan yang sempit.

Padahal di dalam kaidah ushul fiqih sudah dinyatakan bahwa makna syar'ie itu lebih dikuatkan daripada makna secara urf maupun secara bahasa dari sebuah istilah. Lantas ketika memaknai jihad sesuai syar'inya sebagai perang, apakah menunjukkan jika umat Islam itu umat yang radikal dan bar-bar? Dengan apa kita akan menolong kaum muslimin di belahan dunia Islam yang sedang diperangi dan dibantai kalau bukan dengan mengumumkan jihad syar'i? Jihad syar'i bermakna perang ini dibutuhkan oleh negeri ini. Di saat terjadi upaya-upaya disintegrasi bangsa, ambil contoh dimotori OPM di Papua, maka peran ulama dan santri adalah mengobarkan jihad syar'i khususnya kepada pihak militer agar menjadi penjaga keutuhan wilayah negeri Islam Indonesia. Penguasa mengirim militer guna menindak tegas OPM untuk menghentikan upaya memecah belah. Sedangkan secara politik, penguasa melakukan tekanan internasional agar tidak ikut campur tangan dalam memecah belah wilayah Indonesia. Kalaupun ini disebut dengan jihad politik, tentu boleh saja tanpa mengkerdilkan makna syar'i term jihad.

Kedua, terkait peningkatan keilmuwan santri terhadap disiplin ilmu keislaman. Sosok santri itu mewarisi ilmu dari para ulama. Sedangkan ulama menjadi pewaris ilmu dari Nabi Saw. Santri harusnya menunaikan yang menjadi kewajiban dan hak dari ilmu keislaman yang dipelajarinya.

Hak dan kewajiban ilmu adalah mempelajarinya dengan benar, mengamalkan dan menyerukannya di tengah-tengah umat. Tsaqafah Islam dipelajari dengan niat ikhlash karena Allah swt. Selanjutnya tsaqafah Islam digunakan untuk mencerdaskan dan membangkitkan umat Islam. Sedangkan kebangkitan umat Islam adalah dengan menerapkan Syariat Islam secara paripurna dalam wadah institusi politik Khilafah. Maka dengan demikian akan terwujudlah Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Adapun seruan-seruan agar santri memperbanyak literasi teks keislaman yang moderat demi untuk terwujudnya toleransi dan persaudaraan merupakan seruan-seruan absurd dan wujud dari hilangnya rasa percaya diri terhadap umat Islam. Kami ingin menegaskan bahwa umat Islam bukanlah umat penjajah. Tidak ada dalam rentang masa kekuasaan Islam dari masa Madinah hingga Kekhilafahan Utsmaniyah yang merepresentasikan bahwa umat Islam itu penjajah. Oleh karena itu seruan-seruan tentang Islam yang moderat dan toleran mengandung makna agar umat Islam tetap menerima dan terbuka dengan bercokolnya ide-ide kufur seperti Sekulerisme, Hedonisme, Liberalisme dan lainnya. Di samping agar umat Islam tidak mempersoalkan penerapan ideologi Kapitalisme Demokrasi di negeri-negeri mereka. Sementara itu pada saat yang bersamaan umat Islam akan menghadapi framing negatif bila ingin memperjuangkan penerapan ajaran Islamnya dalam ranah kehidupan bernegara.

Selanjutnya urgen bagi para santri untuk menela'ah krisis multidimensi yang membelit negeri ini. Dari penela'ahan krisis di segala lini kehidupan tersebut, santri mampu menemukan pangkal persoalannya. Penerapan Ideologi Kapitalisme yang berasaskan sekulerisme inilah yang menyebabkan negeri-negeri Islam termasuk Indonesia mengalami krisis di berbagai bidang kehidupan. Maka menjadi urgen agar santri berjuang bersama mencerabut penerapan Kapitalisme Sekuler ini dari kehidupan. Santri mengedukasi masyarakat akan kondisi rusak akibat Kapitalisme-Sekuler. Berikutnya santri bahu membahu ikut aktif dalam memperjuangkan penerapan Islam secara paripurna. Hanya dengan Islam sajalah akan terwujud kehidupan yang berkah baik dari langit dan bumi. Santri paham betul akan makna Firman Allah Swt berikut ini. 

ولو ان اهل القرى امنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والارض ولكن كذبوا فاخذناهم بما كانوا يكسبون

"Sesungguhnya sekiranya penduduk suatu negeri itu beriman dan bertaqwa, sungguh akan Kami bukakan keberkahan dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka disebabkan apa-apa yang telah mereka kerjakan". (Al-A'raf : 96)

Dengan demikian tema Hari Santri 2023 tersebut akan bisa diwujudkan. Perjuangan para santri bersama umat Islam dalam upaya menerapkan Islam dengan paripurna tentunya akan mengantarkan kepada kejayaan negeri. Sebuah negeri yang terbebas dari berbagai macam bentuk penjajahan. []

Posting Komentar untuk "Memaknai Hari Santri 2023 Secara Proporsional"

close