Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Marak KDRT, Inilah Cara Islam Menjaga Bangunan Keluarga



Oleh: Jannatu Naflah (Praktisi Pendidikan)

Tega dan sadis. Dua kata yang tepat disematkan kepada Panca Darmansyah (41) yang membunuh empat anaknya di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sebelum melakukan pembunuhan tersebut, Panca juga diduga melakukan KDRT terhadap istrinya DM hingga DM harus dilarikan dan dirawat di rumah sakit.

Polisi mengungkapkan motif Panca melakukan KDRT hingga tega membunuh empat anaknya adalah karena cemburu dengan istrinya. Namun demikian, polisi belum menjelaskan secara detail apa yang membuat Panca merasa cemburu terhadap sang istri. (cnnindonesia.com, 12/12/2023).

Kekerasaan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung hilangnya nyawa menjadi berita yang kerap muncul akhir-akhir ini. Terbaru, pria berinisial M, warga Curug Graton, Karang Asem, Cibeber, Kota Cilegon, Banten ditangkap warga pada Kamis (14/12) dini hari, karena diduga menganiaya istrinya dengan linggis hingga sang istri meregang nyawa.

Kanitreskrim Polsek Cibeber, Ipda Muhyidin, menerangkan pelaku gelap mata karena emosi dan cemburu ketika malam itu melihat telepon genggam istrinya terdapat beberapa bukti transferan sejumlah uang. Saat dikonfirmasi kepada sang istri, jawaban sang istri justru membuat emosi pelaku memuncak dan cekcok mulut. Penganiayaan pun terjadi hingga hilang nyawa. (beritasatu.com, 14/12/2024).

KDRT yang marak terjadi lagi-lagi mengorbankan istri dan anak. Jika ditelusuri banyak faktor yang menyebabkan kasus tersebut, baik faktor internal seperti ekonomi maupun faktor eksternal seperti perselingkuhan. Masalah ini pun menjadi bertambah pelik karena kehidupan suami istri tidak diatur oleh aturan yang sahih. Ya, sekularisme nyata menjauhkan aturan agama dari kehidupan, termasuk kehidupan keluarga. Akibatnya, manusia tidak lagi bertindak sesuai batasan syariat, tetapi sesuai ego dan hawa nafsunya.

Hal ini makin diperparah dengan kehidupan masyarakat dan negara yang makin kapitalistik. Sehingga menjadikan manfaat dan materi sebagai tolok ukur dalam kehidupan. Negara yang semestinya melayani rakyat dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kaum laki-laki, justru tampak berlepas tangan. Maka menjadi pemandangan yang wajar, sekeras-kerasnya kaum laki-laki banting tulang, tetap saja kebutuhan keluarga sulit terpenuhi secara layak.

Di sisi lain, badai PHK menjadi ancaman yang tidak dapat terelakkan. Membuat kaum laki-laki makin susah untuk mendapatkan uang, sedangkan kebutuhan keluarga harus terus dipenuhi. Rakyat yang makin tercekik ekonomi pun melahirkan beragam masalah pelik yang tak kunjung usai. Sudah iman setipis tisu, ekonomi makin sulit, KDRT pun menjadi pelampiasan yang berujung penyesalan. Inilah bukti kegagalan kapitalisme-sekularisme dalam mewujudkan lingkungan keluarga dan masyarakat yang aman bagi anak dan perempuan.

Hal ini sungguh kontras dengan kehidupan keluarga dalam Islam. Dalam paradigma Islam, kehidupan suami dan istri merupakan kehidupan persahabatan yang menciptakan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. Untuk mewujudkan hal ini, Islam menetapkan hak dan kewajiban suami terhadap istri, serta hak dan kewajiban istri terhadap suami. Pemahaman terhadap hak dan kewajiban ini yang nantinya menjadi bekal bagi suami dan istri menghadapi masalah dalam rumah tangga.

Islam juga memerintah suami dan istri untuk saling berlaku makruf sebagai bentuk pergaulannya dalam kehidupan berkeluarga. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, "Dan bergaullah dengan mereka secara makruf (baik)." (TQS. An- Nisa: 19). Adalah Baginda Nabi Muhammad Saw sebagai suri teladan terbaik dalam memperlakukan istri-istrinya sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istrinya), dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga (istriku).” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban).

Pergaulan yang makruf antara suami dan istri tercermin dari ketaatan istri kepada suami, begitu pula sikap suami yang ramah, lemah lembut, dan toleran terhadap istrinya. Suami juga dilarang mencari-cari kesalahan jika sang istri sudah menjalankan kewajibannya.

Islam telah menetapkan kepemimpian rumah tangga di tangah suami. Kewajiban ini menjadikan suami sebagai pembuat keputusan dalam setiap masalah rumah tangga yang dihadapi. Menjadi kewajiban suami pula untuk mendidik anggota keluarganya dengan akidah dan syariat Islam, membimbing keluarganya agar patuh terhadap perintah Allah SWT, dan menjauhkan keluarga dari perkara yang mengundang murka Allah SWT.

Andai ditemukan seorang istri yang membangkang (nusyuz) terhadap suaminya maka Allah SWT telah memberikan hak untuk mendidik istrinya. Allah SWT berfirman, "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (TQS. An-Nisa: 34).

Pukulan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah pukulan ringan yang tidak membahayakan sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Jika mereka melakukan tindakan tersebut (yakni nusyuz), maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan (menyakitkan).” (HR Muslim).

Andai permasalahan antara suami dan istri tidak menemui jalan keluar, bahkan mengancam ketenteraman rumah tangga, maka Islam mendorong keduanya untuk bersabar memendam bara emosi dan kebencian yang ada. Sebab, niscaya ada kebaikan di balik bara kebencian yang ada.

Andai semua itu tak menunjukkan hasil, sedangkan kebencian dan pembangkangan melampaui batas hingga menimbulkan persengketaan, maka Islam memerintahkan ada pihak ketiga dari suami dan istri yang membantu menyelesaikannya. Jika ini pihak ketiga tak juga membantu maka Islam memperbolehkan adanya perceraian, meskipun Allah SWT tidak menyukainya.

Inilah konsep Islam dalam membangun kehidupan keluarga. Jelas arah dalam membina kehidupan rumah tangga dan dalam menuntaskan segala masalah yang ada. Konsep ini dapat terwujud andai masyarakat rida menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam kehidupan bermasyarakat.

Di sisi lain, negara hadir sebagai penjamin agar kehidupan suami-istri berjalan sesuai syariat, seperti membuka lapangan pekerjaan seluas-luas bagi kaum laki-laki sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Negara juga senantiasa mengedukasi rakyat melalui sistem pendidikan, sistem pergaulan dan media. Konsep cemerlang ini niscaya terwujud andai sistem Islam diterapkan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu'alam bishshawab.

Posting Komentar untuk "Marak KDRT, Inilah Cara Islam Menjaga Bangunan Keluarga"

close