Refleksi Hari Ibu: Perempuan Berdaya, Indonesia Maju?

 



Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)


Setiap perayaan Hari Ibu, apakah menyentuh esensi permasalahan generasi yang tak luput dari tanggung jawab ibu kepada anaknya? Pertanyaan kritisnya adalah apakah segala problem generasi misalnya fenomena bunuh diri, mental illness, drugs, free seks, kekerasan anak, l96t dan kerusakan lainnya salah satu penyebabnya karena tergerusnya peran ibu sebagai pendidik utama dan pertama di rumah?

Setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Peringatan tahunan ini sudah ada sejak 1928 dan mengusung tema yang berbeda-beda. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) telah merilis tema Hari Ibu (PHI) ke-95 tahun 2023 yaitu 'Perempuan Berdaya, Indonesia Maju' (cnnindonesianews.com, 17-12-2023).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga bekerja sama dengan Lions Clubs Jakarta Selatan Tulip Distrik 307-B1 menyerahkan 250 paket bantuan spesifik pemenuhan hak anak kepada anak-anak Kampung Pemulung Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok pada Kamis (14/12). Sementara, di lokasi yang sama juga tersedia pemeriksaan kesehatan untuk mengecek kadar gula darah secara gratis. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka rangkaian Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-95 Tahun 2023 (kemenpppa.go.id).

Peran Ibu Tereduksi

Ya, setiap tahunnya diperingati hari ibu. Betapa seorang ibu memiliki peran yang sangat luar biasa. Perannya tidak hanya sekadar di rumah dan keluarga bahkan nasional dan mendunia. Namun faktanya, peran seorang ibu mengalami reduksi dan distorsi. Sub tema peringatan hari ibu tahun ini yaitu perempuan bersuara, perempuan berdaya dan berkarya, perempuan peduli, perempuan dan revolusi tapi dalam kaca mata kapitalisme dan sekularisme. 

Perempuan bersuara diarahkan pada kesetaraan gender versi feminisme, ikut dalam partisipasi politik yang sangat sempit seperti pemilu dan parlemen. Perempuan berdaya dan berkarya diarahkan sebagai penghasil cuan untuk keluarga dan penyelamat ekonomi negara. Akibatnya, banyak perempuan yang terjebak di balik ide kesetaraan gender dengan dalih perempuan berdaya Indonesia maju. Realitasnya pun dipertanyakan, kemajuan seperti apa hasil dari pemberdayaan perempuan versi kapitalisme?

Krisis Generasi 

Sementara di sisi lain, krisis generasi melanda negeri ini. Misalnya kasus bunuh diri, berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka ini sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang jumlahnya 900 kasus (databoks.co.id, 10-10-2023).

Lalu, kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sedikitnya ada 136 kasus sepanjang 2023 yang terekam pemberitaan media massa dengan total 134 pelaku dan 339 korban yang 19 orang di antaranya meninggal dunia. Data ini dihimpun Yayasan Cahaya Guru pada 1 Januari-10 Desember 2023 melalui pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers. (Kompas.co.id, 16-12-2023). Selain itu, praktik aborsi ilegal yang diduga dilakukan seorang dokter gigi di Bali, mencapai 1.300 pasien (bbcnews.com, 17-05-2023).

Masih banyak kasus lainnya. Fakta ini seharusnya bisa menjadi evaluasi peran perempuan khususnya para ibu yang memiliki kewajiban mendidik dan mencetak generasi hebat. Sudah berjalan kah fungsi dan peran para ibu sesuai fitrah terhadap anak-anak baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara? Seharusnya berbagai kasus dan problem ini menjadi refleksi peringatan hari ibu, selain ucapan terima kasih pada para ibu yang sudah mencurahkan segalanya bagi anak-anak mereka dan bangsa ini.

Ibu dan anak layak bahagia, kebahagiaan ini hanya bisa diraih dan dirasakan jika sistemnya mampu memberi kebahagian yang tidak hanya sekadar materi. Digitalisasi yang keliru bisa membuat anak kurang sentuhan 'rasa' dari para ibu. Akar masalahnya ialah sistem yang dipakai saat ini mereduksi peran utama kaum perempuan sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga). 

Ibu dalam Islam

Dalam Islam, seorang pemimpin bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan warga negaranya. Negara bertanggung jawab mewujudkan kondisi dan lingkungan yang kondusif menambah keimanan dan ketenangan. Setiap aktivitas ada 'ruhnya', sadar bahwa apa pun yang diperbuat dan diucapkam akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Oleh karena itu, seorang muslim akan sangat hati-hati dalam melakukan perbuatan dan ucapan. 

Seorang muslim senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik. Tutur kata yang sopan, adab yang baik. Ikut melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Hal ini karena di rumah, anak-anak dibekali akidah yang kokoh dan akhlak yang baik. Pendidikan di rumah bersinergi dengan pendidikan sekolah (formal), didukung oleh sistem yang baik berdasarkan wahyu illahi. 

Maka, peran seorang ibu sangat penting dalam mendidik anak. Lihat bagaimana ibunda Iman Syafi'i mendidik dan mempersiapkan Imam Syafi'i menjadi ulama hebat yang dikenal dunia. Lahirnya sosok ulama seperti Imam Syafi'i dan lainnya tak lepas dari peran seorang ibu dan sistem yang mendukung serta memfasilitasinya dengan baik. Kesuksesan seorang ibu mendidik anak dilihat dari kesuksesan sang anak di masa yang akan datang di antaranya memberikan banyak manfaat untuk umat dan Islam. Mari, menjalankan peran ibu sesuai fitrah dan tuntunan Allah. Allahua'lam bishawab.

Posting Komentar untuk "Refleksi Hari Ibu: Perempuan Berdaya, Indonesia Maju?"