Bahas Pemilu, UIY Sebut Suara Politik Umat Harus Berdasarkan Keimanan
ilustrasi |
VisiMuslim - Besarnya potensi suara politik kaum Muslim terutama para tokoh dan pemimpin umat di perhelatan Pemilu 2024, dinilai harus menjadi suatu kekuatan tawaran politik yang berdasarkan keimanan kepada Allah SWT.
“Tentu saja politik keimanan tadi itu. Politik keimanan itu apa? Ketika politik itu didasarkan kepada keimanan,” ujar Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Fokus: Pemilu, Nasib Umat Makin Pilu? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (11/2/2024).
Artinya, jangan sampai suara umat Islam dijadikan sebagai sekadar alat kepentingan politik, dalam hal ini biasa disebut sebagai upaya memolitisasi Islam untuk seseorang meraih kekuasaan.
Sebaliknya, harus mendukung islamisasi politik. Sementara menurut UIY, umat Islam yang notabene mayoritas di negri ini, seharusnya bisa.
“Sebenarnya di negeri mayoritas Muslim itu, islamisasi politik itu sudah sangat mungkin, harusnya bisa,” tuturnya, di saat hampir semua politisi tampil islami setiap menjelang pemilu.
Adalah para tokoh umat, sebagaimana telah disebutkan, yang bertanggung jawab sehingga bisa melakukan tawaran tersebut. Sebab umat saat ini sedang merasakan kegetiran yang luar biasa.
“Sekarang kalau umat itu merasakan sebuah kegetiran yang luar biasa, jadi siapa yang bertanggung jawab terhadap itu semua? Tokoh umat juga,” terangnya.
Sekadar Legitimasi
Di perhelatan Pemilu 2014, 2019, atau bahkan di lima tahun terakhir ini, ungkap UIY, justru banyak tokoh umat berikut dukungannya berada di belakang masing-masing pasangan calon.
“Mereka lupa bahwa mereka itu semata hanya digunakan untuk mendapatkan legitimasi oleh penguasa tadi yang dengan legitimasi itu mereka memukul balik umat melalui berbagai kebijakan-kebijakan yang liberalistik, kapitalistik,” urai UIY.
Semisal, dampak dari fenomena kelangkaan stok sehingga harga sembako makin naik, maka rakyatlah yang kemudian ‘terpukul’.
“Bagaimana bisa di negeri yang produksi CPO-nya termasuk terbesar di dunia rakyatnya harus antre sampai lima jam untuk mendapatkan satu, dua liter (minyak goreng),” ulasnya, memisalkan.
“Siapa yang antre itu? Tengoklah ibu-ibu bagian dari umat ini yang di masa pemilu diambil suaranya, diganti uang seratus ribu, dua ratus ribu, lima ratus ribu, dsb.,” tambahnya.
Semua ini, sekali lagi UIY tegaskan, sebab tidak terwujudnya suatu kekuatan tawaran politik berdasarkan keimanan kepada Allah SWT, terutama dari kalangan para tokoh umat.
Justru sebagian dari mereka malah terjerembab di dalam pusaran jatah atau bagi-bagi jabatan. Dengan kata lain, pencapaian politik seorang tokoh Muslim hanya sebatas ketika mendapatkan jabatan atau kue kekuasaan yang lain.
“Hanya umat Islam atau orang Islam yang masuk dalam kekuasaan, sementara Islamnya tidak (diterapkan),” tandas UIY menyayangkan.
Lantaran itu, sebagai umat Islam mestinya tumbuh kesadaran bahwa suara politik mereka tak boleh sekadar menjadi alat legitimasi penguasa.
Maknanya, umat harus menyuarakan sesuatu yang berhubungan dengan kerangka islamisasi politik seperti yang dipaparkan sebelumnya. Sehingga, warna kehidupan politik di negeri ini berubah, meskipun sedikit.
Sehingga pula, gagasan islamisasi politik pun diserap dan berikutnya diharapkan menjadi arus utama di dalam dinamika politik Indonesia.
Bahkan lebih jauh, kaum Muslim berikut politik Islam dimaksud bakal diperhitungkan oleh siapa saja di dalam suatu bahtera perpolitikan.
“Di sinilah harus ada memang proses pembinaan umat supaya umat itu memiliki arus yang khas itu, bukan manut grubyuk (sekadar ikut-ikutan), kalau orang Jawa bilang,” pungkasnya. [] Zainul Krian
Sumber : MU
Posting Komentar untuk "Bahas Pemilu, UIY Sebut Suara Politik Umat Harus Berdasarkan Keimanan"