Kasus Perundungan Kian Menyedihkan


Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Tiga 'dosa besar' pendidikan, yaitu kekerasan seksual, perundungan (bullying), dan intoleransi, masih menjadi PR besar bagi dunia pendidikan Indonesia. Bagaimana tidak, kasus perundungan misalnya kian hari kian meningkat, kian brutal, dan kian menakutkan bagi para orang tua khususnya. Lalu, apa penyebab dan solusinya?

Setelah berbagai kasus perundungan yang terjadi di kalangan remaja laki-laki hingga menewaskan nyawa manusia. Sebut saja misalnya yang baru-baru ini viral, Bintang seorang santri remaja yang tewas di tangan teman-temannya yang juga santri. Peristiwa ini menyimpan duka yang sangat mendalam bagi para orang tua. 

Kini, kasus perundungan menyasar kaum hawa di kalangan remaja. Sungguh miris, ketika melihat beredarnya video kekerasan yang dilakukan oleh remaja putri di Batam dengan sangat bangga. Kronologi perundungan yang terjadi di daerah Bengkong Sadai, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), pada Minggu, 29 Februari 2024 yaitu seorang kakak awalnya ingin membela adiknya yang hendak diperdagangkan oleh sejumlah orang. Sayangnya, sang adik berhasil kabur sementara kakaknya menjadi korban perundungan para pelaku. Akibat peristiwa tersebut, sang kakak (SC) mengalami beberapa luka di bagian tubuhnya. Karena seorang diri dikeroyok oleh beberapa orang. Dari hasil visum terdapat luka di beberapa bagian tubuh yaitu muka, lengan, dan punggung. (Tribuntrends.com, 02-03-2024)

Banyaknya kasus perundungan yang terjadi di kalangan remaja baik putra maupun putri memicu pertanyaan, apa yang terjadi pada generasi muda kita saat ini dan apa penyebabnya? 

Wakil Ketua Divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Kota Batam, Nina mengatakan bahwa kasus ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dan perhatian orang tua kepada anak, serta tingginya angka anak putus sekolah karena faktor ekonomi lemah. Lalu, ada keinginan anak yang tidak tercapai sehingga anak melakukan hal-hal yang menyimpang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. 

Selain itu menurutnya, internet dan perkembangan teknologi menjadi salah satu pemicu adanya perundungan. Kurangnya pengawasan keluarga kepada anak dalam menggunakan teknologi dan internet membuat anak leluasa melihat dan menonton video-video yang kurang edukatif termasuk yang memicu pada kekerasan dan perundungan. (Batamnews.com, 02-03-2024)

Faktor Penyebab

Ada benarnya apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Divisi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) dan Pengasuhan Komisi Pengawasan Perlindungan Anak Kota Batam di atas. Faktor penyebab terjadinya perundungan ialah kurangnya pengawasan, pendidikan agama dan adab di keluarga, begitu pun dengan sekolah dan pendidikan belum optimal dalam melahirkan generasi yang berakhlak mulia jauh dari aspek kekerasan, lingkungan pun membawa dampak kurang baik. Selain itu, cyrcle pertemanan yang kurang memberikan energi positif, televisi dan medsos yang banyak dilihat serta ditiru oleh generasi muda tanpa tahu boleh atau tidak dilakukan.

Semua faktor tersebut bermuara pada ide kebebasan yang lahir dari rahim sekularisme yang dianut bangsa ini. Terkadang, orang tua memberi kebebasan pada anak karena takut mengekang haknya. Namun, akhirnya menjadi kebablasan dan ketika terlanjur kebablasan para orang tua pun bingung bagaimana cara mengatasinya. Dari kebebasan ini, kaum remaja merasa ada wadah untuk mengekspresikan diri termasuk dalam hal kekerasan. Ditambah dunia pendidikan yang ada, sangat minim pendidikan dan pembelajaran ilmu agama yang seharusnya mampu menjadi self control generasi muda dalam ucapan dan tindakan.

Ditambah masifnya arus media sosial yang lost control baik itu oleh keluarga dan negara. Sehingga banyak konten negatif diserap tanpa dicerna dengan baik. Akibatnya, dunia anak yang suka meniru banyak meniru konten negatif dan itu menjadi life style. Parahnya, konten negatif ini berdampak buruk pada orang lain. Jika konten negatifnya kekerasan, maka perundungan tak terelakkan baik itu secara verbal maupun fisik. Sedihnya, hal tersebut menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari dan sulit dicarikan solusi selama tidak memahami apa akar masalahnya. 

Jika kita cermati, semua kerusakan apa pun itu baik kerusakan akhlak di kalangan generasi muda karena menjauh dari aturan syariat dan tidak menerapkan aturan Allah. Allah Swt. berfirman di dalam Al Qur'an surat Ar Ruum ayat 41, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).'

Kerusakan terjadi karena kemaksiatan, dan kemaksiatan terbesar saat ini ialah tidak menerapkan aturan Allah. Salah satu akibatnya, akidah dan akhlak generasi terkikis dan terancam pada titik nadir. Buktinya, dengan maraknya kasus bullying atau perundungan yang mengakibatkan kematian. Tentu ini sangat bahaya jika tidak segera dicarikan solusi. Ibarat sakit akan tambah kronis dan parah apabila tidak segera dicarikan obatnya. 

Solusi Islam

Lalu, obatnya apa? Segera kembali pada aturan Allah yang sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah manusia itu lemah dan terbatas, butuh aturan agar hidup di dunia berjalan sesuai dengan relnya. Jika keluar rel, maka kecelakaan dan kerusakan yang terjadi. Islam yang berdiri di atas pondasi akidah, akan membentuk manusia memiliki keimanan yang kokoh. Keimanan ini yang menjadi self control seseorang ketika melakukan suatu perbuatan dan ucapan. Apakah perbuatan dan ucapan sesuai dengan Islam atau tidak, benar atau salah, terpuji atau tercela?

Islam mengajarkan keluarga untuk membentengi anak dengan akidah dan pemahaman agama yang kokoh agar anak siap menjalani dan mengarungi kehidupan sesuai aturan Allah. Lingkungan yang dibentuk diliputi dengan suasana keimanan dan amar makruf nahi mungkar. Sehingga ketika melihat kemungkaran, tak segan untuk saling mengingatkan dalam taat dan takwa sebagai wujud kasih sayang. Negara akan menjaga akidah dan perilaku warga negara agar senantiasa terikat pada aturan Islam, mewujudkan sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam. 

Media dalam sistem Islam akan difilter oleh negara, tidak boleh ada konten media yang negatif yang akan merusak generasi muda khususnya. Media hanya diperuntukkan untuk sarana dakwah dan menambah ketaatan kepada Allah. Islam pun memiliki hukum yang memberikan efek jera, karena fungsi hukum dalam Islam sebagai penebus dan pencegah. Seseorang dikenakan hukuman jika sudah baligh dan terbukti bersalah. Standar dewasa dalam Islam atau mukallaf (yang terkena beban atau taklif hukum) yaitu ketika baligh. 

Sangat berbeda dengan hukum saat ini, anak usia SMP dikatakan di bawah umur. Sehingga ketika mereka melakukan kesalahan, ada perbedaan hukuman. Dalam Islam, kategori baligh bagi laki-laki apabila sudah ihtilam (mimpi jimak), sementara untuk anak perempuan apabila sudah haidh atau sempurna lima belas tahun. Jika ada efek jera dalam hukuman, orang akan berpikir ulang ketika melakukan kesalahan dan kemaksiatan. Lebih dari itu, suasana yang dibangun Islam ialah keimanan untuk taat dan mendekat pada Allah, bukan menjauh dan bermaksiat. Allahua'lam bishawab. []

Posting Komentar untuk "Kasus Perundungan Kian Menyedihkan"