Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ancaman Pelegalan Zina Dibalik Kebolehan Kontrasepsi bagi Pelajar





Oleh : Nita Savitri (Pemerhati Kebijakan Publik dan Generasi)


Kebijakan negara yang mengatur kebolehan kontrasepsi di kalangan pelajar menuai kontroversi. Sebagian besar masyarakat menganggap aturan ini justru mengakibatkan maraknya zina dan rusaknya generasi.

Presiden Jokowi telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) No.28 tahun 2024 sebagai Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan No.17 tahun 2023. Peraturan ini bermaksud memberi edukasi alat kesehatan reproduksi berikut layanannya terhadap pelajar. Hal ini tercantum dalam pasal 103 ayat (4) yang menyatakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Protes keras pun diajukan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih yang mengecam dan meminta pemerintah untuk membatalkan peraturan ini. Menurutnya, aturan tersebut tidak sesuai dengan amanat Pendidikan Nasional yang menjunjung budi pekerti luhur dan norma-norma agama. Ia menganggap kebolehan kontrasepsi bagi pelajar sama dengan membolehkan seks bebas di antara mereka (Media Indonesia, 4-8-2024).

Semestinya suatu peraturan apapun, dibuat untuk mengatur keadaan menjadi lebih baik. Namun, jika standar iman tidak dipakai, maka bisa menghasilkan aturan yang mengancam dan merusak keadaan. Apalagi ini aturan bagi generasi muda yang akan meneruskan cita-cita negara, seharusnya kebijakan yang dibuat dilihat akibat jangka panjangnya, bukan efek manfaat dan solusi sesaat.

Rusaknya Pergaulan Generasi

Rusaknya pergaulan saat ini, tidak terlepas dari dunia muda-mudi. Walaupun memang kadang tidak memandang usia, namun kalangan muda terbukti memiliki peran terbesar dalam permasalahan reproduksi. Perubahan bentuk tubuh ketika memasuki masa remaja, kadang membuat keingintahuan yang salah arah. Kurangnya iman yang ditanamkan oleh keluarga didukung pergaulan bebas lelaki perempuan yang melanggar norma agama, menjadikan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis dilampiaskan dengan syahwat yang terlaknat.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana menyatakan berdasar hasil survei yang dilakukan lembaga survey terhadap 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008, bahwa 63 persen pelajar SMP-SMA Indonesia mengaku telah melakukan hubungan seks sebelum menikah., dan 21 persen sudah pernah melakukan aborsi. Prosentase ini dikhawatirkan akan meningkat seiring bertambahnya kemudahan mendapatkan kontrasepsi, dengan pengesahan PP No.28 tahun 2024 tersebut.

Inilah akibat kebijakan yang berdasar sistem kapitalisme sekuler, aturan yang dibuat tidak berdasar pada agama yang diyakini. Semua hanya merujuk pada manfaat menurut hawa nafsu manusia, bukan perintah dan larangan dari agama. Adanya kebebasan berperilaku dan berpendapat maupun kepemilikan dan agama dijadikan sebagai landasannya. Wajar semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan pun tidak luput terkena dampaknya. Kurikulum pendidikan yang minim pemahaman agama menjadi pendukung kuat rusaknya pergaulan remaja dan pelajar. Mereka hanya dijejali materi pelajaran demi kelulusan dengan nilai membanggakan, tanpa memikirkan pemahaman agama yang sangat berpengaruh dalam kehidupan. 

Akhirnya pelajar terbiasa melakukan perbuatan tanpa dilandasi aturan agama yang menjadi keyakinannya. Kebebasan berpakaian, dandanan dengan make-up menurut apa yang disenangi menjadi dorongan untuk mempercantik penampilan. Ditambah pengaruh tontonan media yang menayangkan adegan yang merangsang syahwat, dengan kebolehan pacaran di kalangan muda-mudi, lengkap dengan hubungan intim yang dianggap sebagai pembuktian cinta. Inilah kerusakan pergaulan yang akan semakin liar, dengan kebolehan penggunaan kontrasepsi, sebagai upaya kesehatan reproduksi.

Regulasi yang Merusak Generasi

Meski pemerintah telah mengoreksi bahwa maksud dari isi PP No.28 tahun 2024, tentang kebolehan penggunaan kontrasepsi hanya diperuntukkan bagi pelajar yang telah menikah, hal ini tidak menjamin realisasinya seperti yang dimaksud dalam PP tersebut. Di alam kapitalisme yang hanya mengutamakan cuan dan keuntungan, bagi penjual kontrasepsi tidak akan peduli apakah konsumen kontrasepsi sudah menikah atau belum, yang penting ada uang, dia bebas memilikinya. Demikian pula dengan kawasan wisata yang memfasilitasi penginapan dengan sewa yang terjangkau bagi muda-mudi.

Pemerintah hanya memikirkan regulasi yang dibuat menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu, seperti pengusaha wisata, penginapan, dan kontrasepsi. Tanpa mempedulikan kemaksiatan berupa zina yang bisa berujung aborsi jika ada kehamilan yang tidak diinginkan. Pemerintah tidak berupaya mencegah kerusakan generasi, justru semakin menyuburkan kemaksiatan dengan pelaku para pelajar dan remaja. 

Perlindungan Generasi dengan Penjagaan Regulasi

Keberadaan regulasi yang menjamin penjagaan generasi, telah dilakukan oleh sistem Islam selama 13 abad lebih. Ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan, dan negara berperan penuh dalam penerapannya secara amanah. Aturan negara ditegakkan berdasar perintah dan larangan dari Sang Pencipta dan Mudabbir, Allah Swt. Keimanan dan keyakinan akan kebenaran syariat-Nya telah ditanamkan secara kokoh dalam lingkup keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.

Pergaulan laki-perempuan secara mutlak dipisah, kecuali dalam pendidikan, jual-beli, kesehatan, tetapi tetap harus menaati rambu syariat seperti tidak berkhalwat dan wajib menutup aurat. Hal ini untuk menghindari perbuatan yang mendekati zina, yang tercantum dalam QS.Al-Isra : 32

"Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk."

Maka keluarga, masyarakat dan negara akan terus mengontrol segala tindakan yang mengarah kepada zina dengan pemberian sanksi yang tegas dan bersifat jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah) kepada para pelakunya. Hukuman rajam (dilempari batu hingga tewas) ketika pelaku yang sudah pernah menikah, dan pencambukan sebanyak 100 kali, jika pelakunya belum pernah menikah. Adapun pelaksanaan hukuman disaksikan oleh masyarakat umum, agar menimbulkan efek pencegahan untuk tidak meniru hal serupa. Pun, adanya upaya edukatif akan terus dilakukan dengan penguatan akidah melalui amar makruf nahi munkar, oleh negara melalui kurikulum pendidikan dan media massa yang dimilikinya. Setiap muslim yang telah paham ikut serta menyampaikan ilmu baik secara lisan maupun tulisan. Walhasil adanya zina dan kemaksiatan lainnya, mampu diminimalisir, sehingga terwujud generasi tangguh yang mampu mengukir peradaban Islam dengan cemerlang.


Wallahu'alam bishawwab   

Posting Komentar untuk "Ancaman Pelegalan Zina Dibalik Kebolehan Kontrasepsi bagi Pelajar"

close