Gejala Autocraric Legalism Pada Rezim Jokowi
Oleh: Chandra Purna Irawan (Ketua LBH PELITA UMAT)
Putusan MK No.60 dan 70 telah membuka mata hati masyarakat, respon cepat dari Pemerintah dan DPR sehari setelah Putusan MK menaruh kecurigaan masyarakat ada apa dibalik respon yang begitu cepat.
Masyakat patut menduga bahwa Putusan MK No.60 dan 70 itu “mengacaukan” strategi koalisi yang dibangun oleh rezim dalam koalisi besar, gemuk dan kuat yaitu KIM Plus. Strategi tersebut berantakan pasca Putusan MK terlebih lagi putra Presiden Jokowi yaitu Kaesang terganjal oleh Putusan MK No.70 sehingga tidak dapat mencalonkan sebagai Gubernur di Jawa Tengah.
Penulis sejak 2017 pernah menyampaikan didalam buku bahwa sudah merasakan terdapat gejala regulasi atau peraturan perundang-undangan diubah dengan secara serampangan untuk melegitimasi hasrat kekuasaan dan kepentingan politik tertentu.
Gejala tersebut didalam akademik dikenal dengan istilah “autocratic legalism” yaitu merujuk pada tindakan seseorang yang menggunakan hukum untuk melegitimasi hasrat kekuasaannya. Hal ini terlihat dalam beberapa kebijakan yang dikeluarkan di Indonesia.
Menggunakan hukum sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan dikenal luas sebagai fenomena Autocratic Legalism. Praktik-praktik menuju otoritarian inilah yang mengarahkan suatu negara pada _trust backsliding (menurunnya kualitas kepercayaan)._
“Autocratic legalism” sebenarnya berawal dari sikap otokrasi yang dalam menjalankan agendanya, menggunakan hukum untuk melegitimasi perbuatannya.
konsepsi awal tentang negara hukum buyar dengan adanya fakta-fakta politik tentang pembuatan hukum penguasa. Ketika proses membuat hukum didominasi oleh politisi yang ingin mengeruk keuntungan dari kebijakan yang dibuatnya sendiri, yang lahir hanyalah hukum-hukum yang melayani kepentingan-kepentingan itu.
Demikian
Posting Komentar untuk "Gejala Autocraric Legalism Pada Rezim Jokowi "