Marak Kekerasan Pada Anak Di Tengah Sistem Rusak
Oleh: Yulida Hasanah (Aktivis Muslimah Brebes)
Anak sejatinya adalah tempat untuk mencurahkan kasing sayang, perlindungan dan juga pendidikan. Namun tidak demikian yang terjadi pada anak-anak kecil termasuk balita yang ada di negeri ini. Mencuatnya kasus kekerasan pada anak dalam video penganiayaan terhadap balita berusia dua tahun, diduga pelakunya adalah pemilik ‘daycare’ di Depok, Jawa Barat.. Penganiayaan terjadi saat ‘si balita’ sedang dititipkan di ‘daycare’ tersebut pada Rabu (24/7/2024). (Antaranews.com/24/7/2024)
Selang beberapa hari, kasus penganiayaan terhadap balita kembali terjadi. Dua balita berusia 4 tahun dan 1,5 tahun dianiaya oleh orang tua asuhnya hingga mengalami luka kritis pada sekujur tubuhnya. Kejadian ini terjadi di kontrakan tempat mereka tinggal bersama orang tua asuhnya, di Jalan Tipar Cakung Kelurahan Sukapura, Cilincing Jakarta Utara. Penganiayaan tersebut dikeathui oleh warga sekitar pada Selasa (30/7/2024). Sedangkan pelaku yakni orang tua asuh korban langsung ditangani Polisi pada Rabu (31/7/2024). (Tribunnews.com/31/7/2024)
Kekerasan terhadap anak termasuk balita tidak bisa dianggap sebagai kasus remeh. Terlebih para pelaku adalah orang-orang yang dipercaya orang orang tua kandung untuk menjaga mereka di tengah tuntutan kerja. Namun, hal ini juga menggambarkan betapa para Ibu juga berada dalamhimpitan ekonomi yang memaksa mereka untuk ikut andil dalam menjaga kondisi ekonomi keluarga. Sedangkan di sisi lain, hari ini kasus kekerasan terhadap anak justru makin meningkat.
Berdasarkan data pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Kekerasan terhadap anak tahun 2019 sebanyak 12.285 anak. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2020 menjadi 12.425 anak. Tidak berhenti pada angka tersebut pada tahun 2022 angka kekerasan terhadap anak meningkat tajam menjadi 15.972 anak. Dan sepanjang 2023 kasusnya mencapai 24.158 kasus yang dilaporkan. (katadata.co.id/02/4/2024)
Meskipun pada faktanya, pemerintah telah menempuh beberapa upaya untuk mengatasi kasus kekerasan terhadap anak ini. Namun, upaya-upaya tersebut justru malah meninggalkan kasus-kasus baru kekerasan terhadap anak hingga angkanya mencapai puluhan ribu di tahun 2023 lalu. Beberapa upaya yang harusnya mampu menyelesaikan masalah kekerasan terhadap anak ini diantaranya:
Pertama, membentuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2015 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. Dalam pasal 16 disebutkan Deputi Bidang Perlindungan Anak menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang perlindungan anak, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan anak, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan anak, penyusunan data gender di bidang perlindungan anak, pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan anak, pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan anak, pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Perlindungan Anak dan pelaksanaan fungsi lain.
Kedua, membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Lembaga independen ini dibentuk dengan tujuan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak. KPAI bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak, memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang penyelenggaraan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi mengenai perlindungan anak, menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak, melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak, melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang perlindungan anak, memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang.
Ketiga, membentuk Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Republik Indonesia juga mendapat tugas untuk memberikan perlindungan kepada anak. Polri juga menjadi garda terdepan dalam memutus rantai kekerasan kepada anak. Target dari pemutusan rantai kekerasan terhadap anak adalah adanya mekanisme penangangan hingga korban mendapatkan keadilan dan pelaku mendapatkan hukuman yang berat.
Selain ketiga instansi pemerintah di atas, peran masyarakat juga sangat penting dalam memutus rantai kekerasan terhadap anak. Dalam pasal 72 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak disebutkan Peran Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, media massa, dan dunia usaha.
Sayangnya berbagai upaya di atas hanya tertuang di atas kertas saja. Karena realitasnya, lembaga pemerintah begitu lemah mengatasi masalah ini. Dan kebijakan yang lahirpun jauh panggang dari api. Yang ada, lembaga hanya menjadi pengumpul data dan informasi kasus tanpa memberikan solusi konkrit dan menuntaskan atas kasus yang terjadi. terlebih Undang-undang dan hukum yang ditegakkan di negeri juga menunjukkan kelemahannya. Hukum hari ini begitu mudah diperjualbelikan. Ketikapun ada sanksi yang dipustuskan, ternyata tidak tegas dan memunculkan efek jera pada para pelaku.
Hal ini karena muara dari semua kebijakan dan hukum yang ada tidaklah bersumber dari Islam. Termasuk kehidupan hari ini yang telah dikuasai oleh sistem rusak sekuler kapitalis. Wajarlah jika semua upaya di atas bukan hanya gagal, tetapi juga makin menjauhkan masalah dari solusi yang benar yakni Islam.
Islam memiliki serangkaian aturan dan sistem yang mampu menyelesaikan persoalan anak dan memenuhi kebutuhan akan rasa amannya. Islam mewajibkan keluarga untuk melindungi anaknya, masyarakat untuk memberikan lingkungan kondusif untuk mengantarkan anak-anak menjadi generasi beriman dan bertakwa, serta negara untuk melindungi anak dan mengurusnya dengan baik sesuai aturan Allah. Regulasi untuk mengurus anak senantiasa berasaskan akidah Islam dan merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunah.
Melalui penerapan sistem Islam yang komprehensif untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. Pertama, sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan sehingga meminimalisir permasalahan ekonomi pada keluarga-keluarga. Kedua, sistem informasi Islam akan mencegah berbagai tayangan dan pemikiran rusak yang dapat mengantarkan kepada kejahatan kepada anak. Konten-konten pornografi dan konten yang tidak mendidik akan di blokir dengan tegas. Ketiga, sistem pendidikan Islam akan melahirkan para orang tua yang paham hak dan kewajibannya dalam keluarga. Keempat, penerapan sistem sanksi yang membuat jera bagi pelaku dan mencegah yang lain melakukan kejahatan serupa, serta mampu menjadi penebus dosa para pelaku.
Dan penerapan semua sistem Islam ini jelas membutuhkan institusi yang tepat sesuai syariat Allah dan rasul-Nya yakni negara Islam berupa Khilafah Islamiyah yang mengikuti jalan kenabian. Kehadirannya tentu saja akan mampu menyelesaikan dengan tuntas tingginya kasus kekerasan pada anak yang terjadi hari ini. Wallaahua’lam
Posting Komentar untuk "Marak Kekerasan Pada Anak Di Tengah Sistem Rusak"