Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Deflasi Terus Terjadi, Kemerosotan Ekonomi Kian Menghantui


Oleh: Thaifah Zhahirah (Pendidik dan Pegiat Literasi)

Deflasi kembali terjadi di Indonesia setelah sebelumnya situasi yang mirip yaitu deflasi beruntun juga terjadi di tahun 1998/1999. Terhitung per September 2024, deflasi telah terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (1/10/2024) mengungkapkan pada September 2024 Indeks Harga Konsumsi (IHK) turun (deflasi) sebesar 0,12% secara bulanan atau month to month (mtm). Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu Agustus 2024 yang tercatat sebesar 0,03% (cnbcindonesia.com, 5/10/2024). 

Penurunan harga barang dapat dianggap normal ketika terjadi 1-2 bulan setelah sebelumnya mengalami kenaikan akibat meningkatnya permintaan pada momen tertentu seperti hari raya. Namun deflasi kali ini justru terjadi saat pasokan dilaporkan dalam jumlah yang cukup. Akibatnya banyak petani maupun peternak yang kesulitan akibat harga yang terus jatuh. Eliza Mardian (Ekonom Pangan dan Pertanian dari Center of Reform on Economiscs (CORE) Indonesia) mengungkapkan hampir 56 persen konsumsi dari masyarakat kalangan menengah ke bawah adalah untuk kebutuhan pangan. Dengan menurunnya jumlah kelas menengah, maka daya beli juga mengalami penurunan (kumparan.com, 5/10/2024). Dalam jangka panjang, kondisi ini akan mengakibatkan pada pengurangan jumlah produksi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masal.

Jika bekerja saja tidak mampu meningkatkan daya beli, apalagi jika sudah tidak bekerja. Bayang-bayang kemerosotan ekonomi semakin nyata. Masyarakat akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan terpaksa menahan daya beli mereka. Selain itu menurunnya daya beli masyarakat akan berdampak pada kesejahteraan mereka dan kemampuan mengakses kebutuhan vital lainnya selain pangan seperti pendidikan dan kesehatan. Sehingga penurunan kualitas generasi tidak dapat dihindari.

Ini hanya sebagian kecil dari dampak kerusakan yang terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme karena penerapan aturan buatan manusia ini menggerogoti seluruh sektor. Berbeda dengan Islam. Islam mengatur terjaminnya kebutuhan pokok individu per individu. Mereka akan mampu mengakses segala kebutuhan baik itu sandang, pangan, papan, hingga pendidikan dan kesehatan karena selain harga yang murah, negara juga kan menciptakan iklim ekonomi yang kondusif sehingga jual beli akan berjalan dengan baik. 

Seluruh kekayaan milik umat seperti barang tambang dan mineral, tidak akan dibiarkan dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu saja, melainkan akan dikelola langsung oleh negara. Itu artinya lapangan pekerjaan juga terbuka lebar. Hasil pengelolaan kekayaan tersebut akan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan. Misalnya saja pendidikan gratis dengan kualitas terbaik. Pun demikian dengan kesehatan, sehingga kapitalisasi di sektor kesehatan seperti yang sekarang terjadi, tidak akan pernah ada. Sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat seperti jalan umum dan alat transportasi juga tidak luput dari pengurusan oleh negara.

Selain itu, negara juga akan mengembalikan alat tukar (uang) dengan emas dan perak seperti yang dulu pernah dilakukan yaitu saat umat Islam hidup dalam naungan Daulah Islam. Mata uang ini terbukti stabil dan kuat. Pungutan atau pajak juga akan diatur sesuai ketentuan syariat, tidak semua hal dikenai pajak. Sehingga hal ini akan mempermudah para pelaku usaha dalam menyediakan produk yang terjangkau namun tetap berkualitas. Begitulah kehidupan yang luar biasa saat Islam diterapkan dalam seluruh aspek. Kini saatnya mengembalikan keadaan itu jika ingin menyelamatkan umat dari kerusakan sebagaimana yang terjadi saat ini. []

Posting Komentar untuk "Deflasi Terus Terjadi, Kemerosotan Ekonomi Kian Menghantui"

close