Krisis Kesehatan Mental Menghantui Militer Israel, Enam Tentara Bunuh Diri dalam Beberapa Bulan Terakhir

Tel Aviv, Visi Muslim - Militer Israel saat ini menghadapi krisis kesehatan mental yang semakin mendalam, di tengah konflik yang berkepanjangan di Jalur Gaza dan perang di Lebanon Selatan. Setidaknya enam tentara Israel dilaporkan bunuh diri dalam beberapa bulan terakhir, sebuah angka yang kemungkinan lebih tinggi mengingat militer belum merilis data resmi mengenai kasus ini. Laporan yang diterbitkan pada 22 November 2024 oleh Yedioth Ahronoth mengungkapkan adanya lonjakan signifikan dalam jumlah tentara yang membutuhkan perawatan psikologis.

Menurut laporan tersebut, krisis kesehatan mental ini sebagian besar disebabkan oleh tekanan psikologis yang dihadapi tentara Israel selama lebih dari 400 hari terlibat dalam operasi militer di Gaza. Sejak dimulainya konflik pada 7 Oktober 2023, militer Israel telah melakukan serangan besar-besaran terhadap Gaza, dengan pembunuhan massal, penghancuran pemukiman, dan kekerasan yang melibatkan penyiksaan, pemboman rumah sakit, serta eksekusi terhadap warga Palestina. Beberapa tentara Israel yang terlibat dalam operasi ini kini menghadapi dampak psikologis yang serius, dan banyak dari mereka melaporkan gejala gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Wawancara dengan Tentara yang Mengalami PTSD

Salah satu tentara yang terlibat dalam operasi di Gaza, yang berbicara dengan syarat anonim, menceritakan pengalamannya menghadapi dampak psikologis akibat pertempuran tersebut. Ia mengungkapkan bahwa dirinya merasa tertekan dan terperangkap dalam situasi yang sulit.

“Setiap hari ada perasaan bahwa kita berada di ujung jurang,” katanya. “Kita terpaksa mengambil keputusan yang memengaruhi hidup orang lain, dan itu sangat menghantui saya. Saya merasa bersalah setelah melakukan apa yang kami lakukan di Gaza. Tidak mudah untuk menjalani hidup setelah semua yang telah terjadi,” tambahnya dengan suara yang tersendat-sendat.

Tentara lainnya mengungkapkan bahwa mereka merasa terisolasi dan kesulitan untuk berbicara mengenai perasaan mereka. “Ada rasa malu untuk mengakui bahwa kita sedang berjuang secara mental,” kata tentara yang lain. “Kami merasa harus tetap kuat, tetapi kenyataannya, tekanan mental sangat berat. Saya melihat banyak rekan yang mencari bantuan di klinik kesehatan mental militer, namun jumlahnya terus meningkat,” lanjutnya.

Krisis Mental yang Mengguncang Militer Israel

Seiring berjalannya waktu, dampak dari krisis ini diperkirakan akan semakin besar, terutama ketika tentara kembali ke kehidupan sipil. Meskipun sejumlah tentara telah mendapatkan perawatan psikologis di klinik militer, para ahli khawatir bahwa krisis ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Laporan Haaretz pada Maret 2024 mencatat bahwa sekitar 1.700 tentara Israel telah menerima perawatan psikologis hingga saat itu. Namun, dengan semakin banyaknya tentara yang terlibat dalam operasi militer yang terus berlanjut, jumlah kasus PTSD diperkirakan akan meningkat.

“Dampak penuh dari krisis ini kemungkinan baru akan terlihat setelah operasi selesai,” kata Dr. Yona Cohen, seorang psikolog yang bekerja dengan militer Israel. “Banyak tentara yang kembali ke rumah dengan gejala gangguan mental yang tidak terlihat, tetapi bisa sangat mengganggu kualitas hidup mereka. Mereka bisa mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan keluarga, atau bahkan kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.”

Operasi Militer yang Membebani Mentalitas Tentara

Sebagian besar tentara yang terlibat dalam konflik ini juga merasa tertekan oleh penghancuran besar-besaran yang mereka saksikan. Selama operasi militer yang berlangsung hampir setahun ini, pasukan Israel terlibat dalam serangan besar-besaran terhadap permukiman warga Palestina di Gaza. Tidak hanya menghancurkan rumah dan bisnis, tetapi juga rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Penyiksaan terhadap tahanan, pembunuhan massal, dan kekerasan terhadap warga sipil menjadi sorotan dunia internasional.

Tindakan brutal seperti ini, menurut laporan dari Asia Pacific Report, diduga memberikan dampak psikologis yang sangat mendalam bagi para tentara yang harus menjalani perintah tersebut. Beberapa tentara Israel dilaporkan mengungkapkan perasaan terjebak, dengan sulitnya membedakan antara tugas militer dan tindakan kekerasan terhadap warga sipil.

Jumlah Kasus Bunuh Diri yang Meningkat

Laporan yang diterbitkan baru-baru ini mengungkapkan bahwa lebih dari enam tentara Israel bunuh diri dalam beberapa bulan terakhir, dengan banyak dari mereka yang merasa tidak dapat mengatasi tekanan mental akibat operasi militer yang mereka jalani. “Kami tidak siap menghadapi dampak psikologis yang datang setelah operasi,” ungkap seorang mantan tentara. “Kita tidak dilatih untuk menghadapinya. Semua yang kita lihat di lapangan sangat menghancurkan,” katanya.

Tentara yang mengalaminya sering kali mencari bantuan di klinik kesehatan mental militer atau melalui konseling psikologis. Namun, meskipun banyak yang mencari dukungan, tidak semua dapat pulih sepenuhnya dari pengalaman mereka. “Ada banyak tentara yang berjuang untuk pulih, dan itu adalah beban yang mereka bawa,” kata Dr. Cohen, yang bekerja dengan tentara yang mengalami PTSD.

Dengan situasi yang semakin buruk, para ahli kesehatan mental memperingatkan bahwa Israel akan menghadapi gelombang dampak psikologis yang besar pasca-konflik, yang bisa mengganggu kesejahteraan masyarakat dan stabilitas sosial. Dampak dari krisis kesehatan mental ini, diperkirakan akan jauh melampaui jumlah luka fisik yang dialami para tentara selama konflik.

“Ini bukan hanya soal fisik,” kata Dr. Cohen. “Ini tentang bagaimana perang ini merusak jiwa dan mental tentara kita. Kita perlu lebih banyak dukungan dan perhatian terhadap kesehatan mental mereka sebelum kerusakan yang lebih besar terjadi.”

Posting Komentar untuk "Krisis Kesehatan Mental Menghantui Militer Israel, Enam Tentara Bunuh Diri dalam Beberapa Bulan Terakhir"