Tindakan Kekerasan Otoritas Palestina di Jenin: Penekanan terhadap Kelompok Anti-Israel Mirip Rezim Bashar Assad
Jenin, Visi Muslim- Video yang menunjukkan kekerasan aparat keamanan Otoritas Palestina (PA) terhadap para kritikus mereka di Jenin telah beredar luas di media sosial, memicu kecaman internasional. Tindakan tersebut dianggap menekan suara rakyat Palestina yang menentang kebijakan PA terhadap kelompok anti-Israel.
Dalam salah satu video, seorang pria muda dengan tangan terborgol dan mata tertutup dilemparkan ke tempat sampah oleh aparat keamanan. Video lainnya memperlihatkan tahanan yang kepalanya ditutupi kantong plastik dipukul dan ditampar. Ada juga rekaman dua tahanan yang diikat, matanya ditutup, dipaksa berdiri dengan satu kaki terangkat menghadap dinding. Mereka dipaksa meneriakkan, "Tuhan itu Presiden Abu Mazen," sebuah adegan yang dinilai mirip dengan taktik pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah, seperti dilaporkan Middle East Eye, Minggu, 29 Desember 2024.
Komite Keluarga Tahanan Politik di Tepi Barat mengecam tindakan represif tersebut. Menurut komite, para tahanan mengalami penyiksaan fisik dan psikologis untuk memaksa mereka merekam video permintaan maaf. "Mereka berusaha membungkam suara-suara rakyat, melarang kebebasan berpendapat," ujar Muhammad Ayesh, seorang aktivis politik.
Juru bicara keamanan PA, Anwar Rajab, menyatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki insiden tersebut. Namun, operasi keamanan di Jenin telah berlangsung sejak 5 Desember, menargetkan wilayah-wilayah tertentu dan melakukan penggerebekan besar-besaran. PA menyebut operasi ini sebagai upaya untuk mengembalikan ketertiban dan melawan “penjahat.”
Namun, kelompok perlawanan bersenjata di Jenin membantah klaim tersebut. Mereka menyatakan bahwa tindakan mereka melawan penjajahan Israel adalah sah dan menolak label “penjahat” yang diberikan PA.
Sejak dimulainya operasi, sedikitnya tujuh orang dilaporkan tewas, termasuk warga sipil tak bersenjata, pejuang perlawanan, dan anggota pasukan keamanan PA sendiri. Penangkapan dan kekerasan ini telah menimbulkan keresahan di kalangan warga Palestina, dengan banyak yang mengecam tindakan PA sebagai upaya mempertahankan kontrol politik dengan mengorbankan moralitas.
Analis politik Azzam Abu al-Adas, yang sebelumnya menyerukan penghentian tindakan keras PA, dilaporkan dipanggil oleh layanan keamanan PA untuk "berbicara." Namun, ia tidak kembali ke rumah setelah pertemuan tersebut. Istrinya, Omaima Sawalha, melaporkan bahwa anak mereka yang mengidap autisme kini hidup dalam kecemasan akibat penangkapan tersebut.
Selain itu, pasukan keamanan PA dilaporkan menyerbu rumah-rumah warga di Qalqilya dan Jenin tanpa surat perintah. Mereka juga merusak toko-toko milik warga yang menolak mendukung operasi keamanan tersebut. Aktivis politik Muhammad Ayesh menyatakan bahwa aparat bahkan menghina keluarganya selama penggerebekan di rumahnya di Betlehem.
Komisi Independen untuk Hak Asasi Manusia di Ramallah telah menyatakan keprihatinannya atas kekerasan ini. Mereka meminta penyelidikan mendalam terhadap layanan keamanan PA untuk memastikan akuntabilitas. "Jika terbukti benar, penyalahgunaan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum dan hak asasi manusia," ujar juru bicara komisi tersebut.
Di sisi lain, komisi juga mengecam ujaran kebencian dan hasutan di media sosial, tetapi menekankan bahwa solusi harus dicapai melalui jalur hukum. Mereka menyerukan dialog nasional untuk menentukan arah perjuangan Palestina di tengah situasi yang semakin rumit.
Operasi keamanan PA ini dianggap oleh banyak pihak sebagai upaya mempertahankan dominasi politik dengan mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Tindakan ini juga dianggap semakin memperburuk hubungan antara PA dan rakyat Palestina yang kecewa terhadap pemerintahannya.
Situasi ini mengingatkan kembali pada masa-masa gelap rezim otoriter di kawasan Timur Tengah, di mana kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia seringkali dikorbankan demi stabilitas politik.
Meskipun PA mengklaim bahwa operasi ini bertujuan menjaga ketertiban, banyak yang melihatnya sebagai langkah represif untuk meredam kritik dan mempertahankan kekuasaan. Hal ini semakin mengalienasi rakyat Palestina dari otoritas yang seharusnya melindungi mereka.
Dengan meningkatnya tekanan internasional dan keresahan domestik, PA kini berada di persimpangan jalan. Apakah mereka akan memilih jalur dialog dan reformasi, atau melanjutkan kebijakan represif yang hanya akan memperparah krisis kepercayaan?
Situasi di Jenin dan wilayah lain di Tepi Barat menunjukkan perlunya solusi yang lebih manusiawi dan inklusif. Penindasan hanya akan menciptakan lebih banyak konflik dan memperdalam perpecahan di antara rakyat Palestina sendiri.
Para pengamat menilai bahwa tindakan PA ini berpotensi memperlemah posisi Palestina dalam perjuangan melawan penjajahan Israel. Ketika rakyat Palestina terpecah, perjuangan kolektif mereka menjadi semakin sulit untuk diwujudkan.
Dengan meningkatnya kritik dan tekanan, baik dari dalam maupun luar negeri, masa depan PA kini tergantung pada sejauh mana mereka mampu mengakui kesalahan dan memperbaiki kebijakan mereka. Kepercayaan rakyat adalah kunci bagi stabilitas dan legitimasi mereka di masa depan. [] Nazafarin Hatun
Posting Komentar untuk "Tindakan Kekerasan Otoritas Palestina di Jenin: Penekanan terhadap Kelompok Anti-Israel Mirip Rezim Bashar Assad"