Perda Berantas LGBT, Efektifkah?
Oleh: Imas Rahayu, S.Pd. (Pendidik dan Pemerhati Sosial)
Rencana pembentukan peraturan daerah (Perda) untuk memberantas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Sumatera Barat tengah menjadi sorotan. Filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" (ABS-SBK) yang menjadi pedoman masyarakat Minangkabau dianggap selaras dengan semangat pembentukan Perda ini. Dikutip dari (Republika.com, 8-1-2025), menurut Ketua DPRD Sumatera Barat, Supardi, menyebut Perda ini ditujukan untuk mengatasi penyakit masyarakat, termasuk LGBT, yang dianggap merusak tatanan moral dan sosial.
Upaya memberantas LGBT melalui Perda sejalan dengan nilai-nilai lokal yang menolak perilaku menyimpang. DPRD Sumbar mengkaji kebijakan ini secara serius untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang bersih dari penyakit sosial. Namun, tantangan muncul ketika Perda yang bersifat religius atau berbasis moralitas sering kali bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM). (Antara.com, 8-1-2025).
Perda serupa pernah diterapkan di berbagai daerah, tetapi efektivitasnya dipertanyakan. Banyak perda berbasis syariah yang dianggap diskriminatif dan sering dibatalkan karena bertentangan dengan prinsip HAM yang menjadi dasar hukum negara dalam sistem demokrasi sekuler.
Penyebab Maraknya LGBT
Fenomena LGBT tidak bisa dilepaskan dari konteks sistem sekuler yang mengutamakan kebebasan individu. Sekularisme menjadikan agama sebagai urusan pribadi, sehingga nilai-nilai agama tidak menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kerangka ini, HAM memberikan kebebasan kepada individu untuk menentukan orientasi seksual tanpa batasan agama atau moralitas tertentu.
Selain itu, akses informasi tanpa filter melalui media digital mempercepat penyebaran ide-ide liberal yang mendukung LGBT. Sistem pendidikan yang kurang berbasis nilai Islam juga turut andil, karena tidak memberikan pemahaman yang benar tentang konsep gender dan seksualitas dalam Islam.
Dalam sistem sekuler, tidak ada instrumen yang cukup kuat untuk menutup celah-celah yang memungkinkan kemaksiatan tumbuh subur. Akibatnya, norma agama sering kalah oleh prinsip kebebasan individu.
Solusi dalam Islam
Islam memiliki pendekatan komprehensif untuk memberantas penyimpangan seksual, termasuk LGBT. Solusi ini mencakup tiga pilar utama: penerapan hukum syariat secara kaffah, penguatan individu dengan akidah Islam, dan peran negara sebagai penjaga moralitas masyarakat.
1. Penerapan Syariat Secara Kaffah
Islam memberikan aturan yang jelas terkait sistem sosial, termasuk relasi antara laki-laki dan perempuan. Larangan terhadap perilaku menyimpang tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga didukung oleh sistem pendidikan dan lingkungan yang mendukung terciptanya masyarakat yang taat syariat. Negara akan memastikan setiap kebijakan mengacu pada hukum Allah.
2. Penguatan Individu dengan Akidah Islam
Islam menanamkan akidah sebagai landasan moral individu. Ketika akidah Islam kokoh, individu akan memiliki kesadaran untuk menjauhi perilaku menyimpang. Proses ini dimulai dari pendidikan keluarga, diperkuat oleh sistem pendidikan formal, serta didukung oleh masyarakat yang peduli terhadap nilai-nilai Islam.
3. Peran Negara sebagai Penjaga Moralitas
Dalam sistem Islam, negara memiliki peran sentral dalam mengelola kehidupan masyarakat. Negara tidak hanya memberikan pendidikan moral, tetapi juga menutup rapat celah-celah yang membuka peluang terjadinya kemaksiatan. Media, hiburan, dan aktivitas publik akan diawasi agar sesuai dengan syariat Islam.
Selain itu, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan terhadap pelanggaran hukum syarak, termasuk perilaku LGBT. Penegakan hukum yang adil dan transparan akan memberikan efek jera sekaligus menjaga masyarakat dari penyimpangan serupa di masa depan.
Keinginan untuk memberantas LGBT melalui Perda adalah langkah positif, tetapi dalam sistem sekuler, efektivitasnya sangat terbatas. Perda berbasis syariah sering menghadapi resistensi dari pihak-pihak yang mengedepankan HAM. Selain itu, selama sistem sekuler masih menjadi kerangka dasar hukum negara, penerapan nilai-nilai Islam secara kaffah tidak akan tercapai.
Oleh karena itu, solusi tuntas terhadap masalah LGBT hanya akan tercapai jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Perda yang dirancang untuk memberantas LGBT hanyalah salah satu langkah awal, tetapi tidak akan cukup kuat tanpa dukungan sistem yang holistik dan berlandaskan Islam.
Khatimah
Rencana pembentukan Perda untuk memberantas LGBT di Sumatera Barat merupakan bukti kepedulian terhadap moralitas masyarakat. Namun, dalam sistem demokrasi sekuler, Perda semacam ini menghadapi banyak tantangan. Solusi yang hakiki adalah penerapan syariat Islam secara kaffah yang melibatkan individu, masyarakat, dan negara sebagai satu kesatuan. Dengan cara inilah, penyimpangan seperti LGBT dapat diberantas secara efektif dan menyeluruh.
Filosofi ABS-SBK hendaknya tidak hanya menjadi slogan, tetapi diwujudkan melalui penerapan Islam dalam setiap aspek kehidupan. Hanya dengan cara ini, tatanan masyarakat yang bersih dan bermartabat dapat terwujud. Waullahualam bissawab
Posting Komentar untuk "Perda Berantas LGBT, Efektifkah?"