Potensi Strategis Suriah dan Persaingan Kekuatan Regional-Global
Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)
Suriah dipandang mempunyai potensi strategis di kawasan regional dan global. Tentunya tidak mengherankan bila negara-negara di kawasan Timur Tengah memperebutkannya, seperti Turki maupun Iran. Bahkan negara besar seperti AS dan Rusia juga ikut menjadi aktor utama perebutan dan konflik di Suriah. Tidak jarang melalui proksinya, mereka mendesain untuk mengamankan kepentingannya di Timur Tengah, dan Suriah khususnya.
Adapun potensi strategis Suriah bisa dilihat dari aspek geostrategis dan potensi SDA-nya. Secara geostrategis bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini.
Pertama, Suriah menjadi jantung Timur Tengah. Suriah terletak di persimpangan Benua Asia, Eropa dan Afrika. Hal demikian menjadikan Suriah merupakan poros utama dalam politik regional, strategi militer dan pertukaran budaya.
Ditambah lagi, Suriah berbatasan dengan Laut Mediterania di sebelah barat. Sementara itu di Laut Mediterania terdapat pelabuhan Kota Lattakia yang menjadi pusat aliran minyak dan gas dari Timur Tengah ke Eropa dan sebaliknya.
Kedua, Suriah berbatasan dengan negara-negara tetangga yang strategis. Turki di utara. Irak di timur. Yordania di selatan. Sedangkan di barat daya berbatasan dengan Israel dan Libanon.
Posisi Suriah ini menjadi pintu penghubung antara dunia Arab dengan Eurasia. Adapun Eurasia (gabungan Eropa dan Asia) mempunyai jumlah penduduk lebih dari 5,4 milyar orang di tahun 2023. Tentunya Suriah bisa mempengaruhi aspek politik, ekonomi dan militer di kawasan. Bahkan Suriah menjadi daerah penyangga saat terjadi konflik di negara tetangganya.
Ketiga, Suriah adalah Persimpangan peradaban. Suriah menjadi jalur sutra kuno bagi aliran barang dan jasa yang menghubungkan barat dan timur. Kota Palmyra menjadi kota transit utama. Sejak 2000 tahun yang lalu, Kekaisaran China mengenalkan kerajinan sutranya ke dunia barat melalui kota Palmyra di Suriah.
Apalagi Suriah berada di tengah simpul jalur sutra. Ke Utara menghubungkan Eropa dan ke selatan ke Afrika. Artinya menguasai Suriah sama dengan menguasai separuh jalur sutra perdagangan dan militer.
Sedangkan potensi ekonomi Suriah bisa dilihat dari aspek berikut ini.
Pertama, Ladang minyak Suriah cukup besar. Bahkan Suriah termasuk produsen minyak dan gas bumi.
Di sepanjang aliran Sungai Eufrat, tepatnya di Propinsi Dier Az-Zor dan Haskeh, terdapat 1.322 ladang migas dan 25 sumur migas. Di awal tahun 2000-an, Suriah mampu memproduksi 600 ribu barrel per hari menyamai produksi Mesir. Di tahun 2023, Suriah mampu memproduksi 400 ribu barrel per hari. Artinya Suriah memang kecil wilayahnya, akan tetapi mengandung potensi ekonomi yang besar. Hanya saja konflik yang berkepanjangan menjadikan ladang-ladang migas ini dikuasai oleh aliansi-aliansi militer di Suriah. Seperti suku Kurdi yang menguasai sekitar 80 persen migas di Suriah, meskipun SDF yang bertransaksi menjual migas ke pemerintah Suriah.
Kedua, Sepanjang daerah dataran rendah di Suriah terdapat pertanian kacang Pistachio. Ada yang menyebut kacang Pistachio merupakan emas merah dari Aleppo. Sebelum sangsi embargo ekonomi PBB, Suriah bisa menghasilkan 80 ribu ton kacang Pistachio yang diekspornya. Harga kacang Pistachio per kg mencapai ratusan ribu hingga 1 juta rupiah.
Termasuk Suriah termasuk yang kaya minyak zaitun. Sebelum perang tahun 2011 dan embargo ekonomi, Suriah mampu memproduksi 198 ribu ton minyak zaitun dalam setahun.
Persaingan di Suriah
Melihat konflik yang ada di Suriah, tidak bisa kita hanya melihat yang kasat mata yakni antara Rejim Bashar al-Assad versus Kelompok-kelompok oposisi yang dimotori HTS. Akan tetapi sesungguhnya konflik di Suriah adalah konflik yang kompleks. Konflik antara negara besar yang menggunakan proksinya. Bisa disebut terjadi proxy war di Suriah.
Sekarang mari kita lihat konflik-konflik antara negara proksi terlebih dulu. Di sini ada Turki, Iran, Libanon dan Israel.
Turki sendiri mempunyai kepentingan di Suriah. Turki kurang sepakat dengan pembentukan negara federasi atau konfederasi setelah tumbangnya Asad. Dikarenakan negara federasi tentunya akan memberikan peluang bagi Kurdi dengan SDF-nya menjadi berdaulat di wilayahnya bagian Utara Suriah. Sementara Turki berbatasan Utara dengan Suriah. Turki mengklaim jika Kurdi ikut andil dalam pemberontakan di Ankara.
Oleh karena itu, meskipun Turki juga sepakat memasukkan HTS sebagai kelompok teroris seperti AS dan uni Eropa, Turki tetap punya kepentingan untuk memerangi SDF. Oleh karena itu, Turki mendukung HTS dan SNA untuk memukul SDF. Pada saat yang bersamaan, Turki ingin mengurangi dominasi HTS di wilayah yang dikuasainya dengan memanfaatkan SNA.
Sebenarnya Turki ini adalah proksi AS. Jadi meskipun Turki ingin Suriah yang baru itu negara terpusat meskipun demokratis dan seolah menentang federasi, sebenarnya Turki masih dalam orbit kepentingan AS. Turki juga tidak ingin Suriah menjadi otoriter seperti Asad. Apalagi embargo ekonomi AS pada Suriah masa Asad adalah dalam rangka juga untuk mengurangi kediktatoran Rejim, Turki terkena imbas membanjirnya pil Captagon dari Suriah di wilayah Turki. Pil Captagon ini menyumbangkan aset 10 milyar US dollar per tahun bagi pemerintahan Assad.
Qatar diam-diam juga ikut bermain di Suriah. Qatar sejalan dengan Turki untuk mendukung penggulingan Asad dan mendukung HTS. Artinya Qatar dan Turki bahu-membahu memoderatkan HTS.
Untuk itu Qatar ingin menaikkan reputasi internasional dengan menjadi mediator gencatan senjata dalam perang Israel-Palestina. Qatar ingin mempunyai pengaruh dalam ikut menentukan pemerintahan Suriah yakni gabungan antara Rejim Assad dan oposisi. Di titik ini, Qatar berbeda dengan Turki. Turki menyadari akan masa depan Suriah secara federasi yang nantinya akan menguatkan pemerintahan federasi Kurdi.
Adapun bagi Iran dan Hizbullah, Suriah adalah penyokong utama milisi Hizbullah. Setelah mengalami kelemahan akibat perang dengan Israel, Hizbulloh dan Iran lemah juga pengaruhnya di Suriah. Oleh karena itu di saat pasukan oposisi Suriah menyerang Damaskus, mereka tidak bisa berbuat banyak. Meskipun sebenarnya, berkurangnya perlawanan Hizbulloh tentunya direstui oleh AS sebagai aktor utama penggulingan Bashar Al-Assad. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Iran yang berharap tetap bisa menjalin kerjasama dengan pemerintahan baru Suriah.
Bagi Israel, penggulingan Bashar Asad memberikan angin segar untuk menekan pemerintahan baru yang akan dibentuk. Artinya Suriah yang baru jangan sampai bekerja sama dengan milisi Hizbulloh dan Houthi serta kelompok ekstremis lainnya untuk ikut campur tangan dalam krisis di Gaza.
Oleh karena itu, Israel bermanuver dengan membombardir beberapa pusat senjata dan amunisi Suriah. Ini juga memberikan pesan kepada HTS agar pernyataan al-Jolani bahwa HTS sudah moderat harus dibuktikan dengan tindakan. Hal demikian sejalan dengan respon AS terhadap HTS bahwa Biden akan mempercayai tindakan bukan omongan terkait HTS.
Demikian beberapa persaingan dan target dari beberapa negara proksi yang ikut andil dalam perang di Suriah dan penggulingan Bashar Asad pada khususnya. Pertanyaannya, bagaimana dengan negara-negara besar aktor utama dalam perang Suriah ini? Tentunya AS dan Rusia.
Sebenarnya baik AS maupun Rusia sepakat untuk memusuhi terorisme yang waktu itu adalah ISIS. Hanya saja dalam perang Suriah, Rusia mendukung Bashar al-Assad untuk memerangi kelompok oposisi terutama dari kelompok Islam seperti Jabhat Nusroh. Oleh karena itu, Rusia mendirikan pangkalan militer di Tartus dan Hmeimem. Tentunya Rusia ingin menguatkan pengaruhnya di Timur Tengah dan mengurangi pengaruh AS lewat NATO.
Pangkalan Rusia di Tartus digunakan untuk mengawasi setiap pergerakan NATO di kawasan. Sedangkan pangkalan Rusia di Hmeimem merupakan pusat logistik dan persinggahan Rusia.
Sejak digulingkannya Asad, Rusia berencana memindahkan pangkalan militernya ke Libya. Rusia juga menangguhkan ekspor gandum ke Suriah dan HTS menolak tawaran bantuan kemanusiaan Rusia. Ini mengindikasikan adanya perpisahan. Rusia akan membangun pangkalan militer permanen di Libya timur dengan persetujuan Khalifa Haftar. Tentu ini akan meningkatkan suhu di kawasan terutama bagi NATO. Artinya Rusia juga enggan melepaskan Suriah begitu saja.
Di sisi lain, AS sendiri juga sangat enggan untuk melepaskan Suriah untuk menentukan arah pemerintahan barunya. Hal demikian terlihat dari yang disampaikan oleh al-Jalali untuk diadakannya Pemilu. Sedangkan al-Joulani sendiri bersusah payah agar HTS dikeluarkan dari kelompok teroris. Apalagi HTS memang membutuhkan legitimasi politik dari berbagai aliansi. Artinya melalui proksinya, AS berhasil menekan HTS untuk tidak berpikir tentang pemerintahan Islam di Suriah. HTS benar-benar dibonsai. AS ingin tetap bercokol di Suriah. Jika tidak ingin boneka Rusia yang akan menduduki tampuk pemerintahan Suriah yang baru.
Sebuah Ibroh
Apa yang terjadi di Suriah telah memberikan pelajaran bahwa kaum muslimin hari ini lemah. Mereka menjadi bulan-bulanan negara-negara kafir penjajah.
Arab Spring telah berhasil mengubah wajah pemerintahan di Tunisia dan Mesir. Di Libya, AS menggunakan tangan besi untuk menggulingkan Rejim Khadafi. Berbeda dengan Suriah. AS gagal membuat skenario pergantian bonekanya. Rakyat Suriah tidak begitu saja mudah mengikuti skenario AS. Oleh karenanya, AS membuat menggerakkan proksinya untuk bermain mendukung kelompok-kelompok oposisi terutama dari Islam Sunni. Mereka dipersenjatai dan dilatih melalui agen-agen rahasia. Apalagi wacana menegakkan pemerintahan Islam Khilafah di Suriah. Walhasil AS mendapat batu loncatan untuk memerangi terorisme sekaligus berusaha mengakhiri pemerintahan Bashar Asad yang terkenal diktator dan menciptakan resistensi di kalangan rakyat Suriah. Dan pada waktu yang tepat, boneka harus diganti dengan boneka yang baru. Lantas apakah rakyat Suriah akan dengan mudahnya mengikuti skenario AS?
Jika rakyat Suriah tetap kokoh dan tabah dengan seruan Islam, tentunya ini adalah kemenangan nyata. Umat Islam sudah menyadari bahwa nasib boneka akan dicampakkan begitu saja diganti dengan boneka baru. Pemerintahan yang baru akan tetap tunduk kepada penjajah. Walhasil perjuangan semesta umat harus tetap tegar berdiri bersama seruan Islam, bukan seruan penjajah. []
Posting Komentar untuk "Potensi Strategis Suriah dan Persaingan Kekuatan Regional-Global"