Mungkinkah Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghofur Diraih Dalam Sistem Demokrasi ?
Bagi orang muslim yang normal, pasti mereka menginginkan kehidupan yang sejahtera dan diridloi Allah, atau kalau dalam bahasa al quran disebut baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, sebagai mana pada surat Saba ayat ke 15. Untuk menggapai mimpi besar itu, kaum muslimin telah berusaha sekuat tenaga, mencurahkan kemampuan dan telah melakukan banyak hal untuk itu. Namun, upaya yang dilakukan untuk mencapai visi besar itu, terkadang justru menjauhkan mereka dari visi semula. Sebab, mereka banyak yang tidak tahu cara menggapai visi besar itu. Kita bisa lihat, sat ini, masyarakat malah berkubang dengan nasionalisme, sekulerisme, demokrasi, dan lain-lain.
Untuk memperjelas visi itu, akan dibahas klasifikasi masyarakat, berdasarkan thayyibah (kesejahteraan) dan robbun ghofur (keridloan Allah). Dengan model klasifikasi ini, akan mudah bagi kita, menilai posisi kita. Selanjutnya, setelah kita memahami posisi, kita jadi tahu apa harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Dengan begitu, diharapkan kita tidak salah melangkah untuk yang ke dua kali atau ke sekian kali.
Klasifikasi masyarakat, berdasarkan kesejahteraan dan keridloan Allah, dapat dibagi jadi empat tipe. Jika menggunakan grafik, empat tipe itu berada pada kuadran I hingga kuadran IV.
Pertama, masyarakat yang sejahtera dan diridloi Allah. Keadaan inilah yang pasti diharapkan oleh semua umat islam, kecuali yang agak error pemikirannya. Keadaan ini, misalnya, terjadi pada masa para khalifah yang empat. Visi kemasyarakatn harusnya menuju ke sini.
Kedua, tidak sejahtera tapi diriloi Allah. Keadaan ini, hanyalah terjadi dalam kondisi sementara. Tidak sejahtera di sini, sebenarnya adalah BELUM sejahtera. Ini terjadi, misalnya di awal daulah islamiyah atau pada masa-masa tertentu pada perjalanan khilafah islamiyah.
Untuk memperjelas visi itu, akan dibahas klasifikasi masyarakat, berdasarkan thayyibah (kesejahteraan) dan robbun ghofur (keridloan Allah). Dengan model klasifikasi ini, akan mudah bagi kita, menilai posisi kita. Selanjutnya, setelah kita memahami posisi, kita jadi tahu apa harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Dengan begitu, diharapkan kita tidak salah melangkah untuk yang ke dua kali atau ke sekian kali.
Klasifikasi masyarakat, berdasarkan kesejahteraan dan keridloan Allah, dapat dibagi jadi empat tipe. Jika menggunakan grafik, empat tipe itu berada pada kuadran I hingga kuadran IV.
Pertama, masyarakat yang sejahtera dan diridloi Allah. Keadaan inilah yang pasti diharapkan oleh semua umat islam, kecuali yang agak error pemikirannya. Keadaan ini, misalnya, terjadi pada masa para khalifah yang empat. Visi kemasyarakatn harusnya menuju ke sini.
Kedua, tidak sejahtera tapi diriloi Allah. Keadaan ini, hanyalah terjadi dalam kondisi sementara. Tidak sejahtera di sini, sebenarnya adalah BELUM sejahtera. Ini terjadi, misalnya di awal daulah islamiyah atau pada masa-masa tertentu pada perjalanan khilafah islamiyah.
Ketiga, sejahtera namun tidak diridloi Allah. Kondisi ini juga sementara. Dalam jangka tertentu, masyarakat tipe ini juga akan mengalami kehancuran. Tipe ketiga ini, misalnya seperti singapura, jepang, prancis dan negara-negara maju lainnya. Harus diakui, mereka sejahtera, tapi pasti tidak diridloi Allah, karena melanggar ketentuan Allah.
Keempat, tidak sejahtera dan juga tidak diridloi Allah. Masyarakatnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan, terjajah dan kondisi buruk lainnya, namun juga tidak diridloi Allah, karena tidak mau taat kepada Allah. Contoh masyarakat tipe ini, misalnya dunia ketiga saat ini.
Bagaimana dengan kondisi Indonesia dan negeri-negeri Islam yang lain? Secara pribadi, saya sangat berharap berada pada tipe pertama. Tapi, jika melihat realita yang ada, dengan sangat prihatin, saya katakan, “kita berada pada posisi ke empat”. Maaf, sekali lagi maaf, saya tidak bermaksud menertawakan atau menghina diri sendiri dan panjenengan semua, tapi memang itulah realitanya. Terus terang, saya sangat sedih mengatakan ini, tapi memang begitulah kondisinya.
Pertama akan kita bahas, bagaimana caranya agar masyarakat sejahtera. Untuk mencapai kesejahteraan, sebetulnya tidak sulit. Yang diperlukan hanya dua, yaitu SISTEM atau aturan yang secara rasional mengantarkan pada kesejahteraan; dan kedua sistem itu dilaksanakan oleh PEMIMPIN yang konsisten dengan sistem yang ada. Inilah yang dilakukan di Jepang, Singapura, dan lain-lain. Bagaimana agar petani sejahtera, sebenarnya gampang, buat sistem atau aturan agar petani dapat menghasilkan hasil yang optimal, lalu sediakan pasar yang baik. Sementara kesehatan, pendidikan keluarganya dan lain sebagainya memang diatur oleh negara untuk mencapai semua itu. Insya Allah mereka akan sejahtera. Untuk melaksanakan aturan yang ada, kemudian secara konsisten, dikawal dan dijaga oleh pemimpin yang visioner dan konsisten dengan visi itu. Dengan dua hal ini, insya Allah, masyarakat akan sejahtera. Jadi, kalau hanya untuk mencapai kesejahteraan, MEMANG TIDAK PERLU KHILAFAH dan SYARIAH. Kesejahteraan, bisa terjadi di dalam sistem KHILAFAH dan bisa tidak menggunakan sistem KHILAFAH.
Mohon maaf, kalau di negeri kita, aturannya sama sekali tak berpihak pada masyarakat, tapi hanya berpihak pada kapitalis asing. Sekedar contoh: Petani, harus memebeli bibit dan pupuk yang mahal. Saat panen, pasaran dibanjiri produk impor, sehingga harga jatuh. Otomatis petani rugi. Sementara itu, pejabatnya korup, tak memikirkan rakyat, tak kompeten, dan yang dipikir hanya mengebmbalikan modal kampanye dan profit taking. Bagaimana masyarakat mau sejahtera?
Kemudian, yang kedua, bagaimana caranya agar diridloi Allah? Maka dalam hal ini, tidak ada cara lain kecuali dengan ketaatan penuh kepada Allah SWT. Allah tidak akan ridlo, jika masyarakat menerapkan sistem hukum, selain sistem hukumnya Allah. Agar diridloi Allah, harus dengan penerapan syariah secara total dalam kehidupan masyarakat. Syariah Allah, tidak akan pernah dapat diterapkan secara kaffah, kecuali dalam sistem KHILAFAH ISLAMIYAH. Jadi, sangat tidak masuk akal, kita ingin diridloi Allah, tapi dengan menerapkan sekulerisme dan demokrasi. Penerapan sistem ini, justru akan mendatangkan kemurkaan dan adzab dari Allah.
Sistem syariah, jika diterapkan secara konsisten, secara empiris, juga akan mengantarkan pada kesejahteraan. Contoh sederhana, lihatlah keadaan masyarakat pada masa Umar bin Abdul Aziz. Rakyat hidup sangat sejahtera. Kuncinya satu, konsisten dengan syariah Allah. Apa mungkin, penerapan syariah tidak konsisten? Tentu sangat mungkin. Inilah yang dinamakan penyimpangan. Penyimpangan adalah penyimpangan dan tentu tidak dapat dibenarkan. Namun, menolak suatu sistem, hanya karena ada penyimpangan di dalamnya, tentu tidak bijak. Sebab, selama pelaksananya manusia, penyimpangan tetap akan ada. Tetapi, untuk sistem yang komprehensif seperti syariah, penyimpangan itu akan sangat mudah dideteksi dan kemudian diluruskan.
Terakhir, pilih mana KHILAFAH yang INSYA ALLAH diridloi Allah dan mengantarkan kesejahteraan? Atau SELAIN khilafah, yang PASTI tidak diridloi Allah dan BELUM TENTU mengantarkan kesejahteraan? Kita telah dikaruniai akal, maka terserah kita pilih yang mana. Wallahu a’lam. [Ust. Choirul Anam]
Keempat, tidak sejahtera dan juga tidak diridloi Allah. Masyarakatnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan, terjajah dan kondisi buruk lainnya, namun juga tidak diridloi Allah, karena tidak mau taat kepada Allah. Contoh masyarakat tipe ini, misalnya dunia ketiga saat ini.
Bagaimana dengan kondisi Indonesia dan negeri-negeri Islam yang lain? Secara pribadi, saya sangat berharap berada pada tipe pertama. Tapi, jika melihat realita yang ada, dengan sangat prihatin, saya katakan, “kita berada pada posisi ke empat”. Maaf, sekali lagi maaf, saya tidak bermaksud menertawakan atau menghina diri sendiri dan panjenengan semua, tapi memang itulah realitanya. Terus terang, saya sangat sedih mengatakan ini, tapi memang begitulah kondisinya.
*****
Lalu, bagaimana caranya agar kita menjadi masyarakat yang sejahtera dan diridloi Allah?Pertama akan kita bahas, bagaimana caranya agar masyarakat sejahtera. Untuk mencapai kesejahteraan, sebetulnya tidak sulit. Yang diperlukan hanya dua, yaitu SISTEM atau aturan yang secara rasional mengantarkan pada kesejahteraan; dan kedua sistem itu dilaksanakan oleh PEMIMPIN yang konsisten dengan sistem yang ada. Inilah yang dilakukan di Jepang, Singapura, dan lain-lain. Bagaimana agar petani sejahtera, sebenarnya gampang, buat sistem atau aturan agar petani dapat menghasilkan hasil yang optimal, lalu sediakan pasar yang baik. Sementara kesehatan, pendidikan keluarganya dan lain sebagainya memang diatur oleh negara untuk mencapai semua itu. Insya Allah mereka akan sejahtera. Untuk melaksanakan aturan yang ada, kemudian secara konsisten, dikawal dan dijaga oleh pemimpin yang visioner dan konsisten dengan visi itu. Dengan dua hal ini, insya Allah, masyarakat akan sejahtera. Jadi, kalau hanya untuk mencapai kesejahteraan, MEMANG TIDAK PERLU KHILAFAH dan SYARIAH. Kesejahteraan, bisa terjadi di dalam sistem KHILAFAH dan bisa tidak menggunakan sistem KHILAFAH.
Mohon maaf, kalau di negeri kita, aturannya sama sekali tak berpihak pada masyarakat, tapi hanya berpihak pada kapitalis asing. Sekedar contoh: Petani, harus memebeli bibit dan pupuk yang mahal. Saat panen, pasaran dibanjiri produk impor, sehingga harga jatuh. Otomatis petani rugi. Sementara itu, pejabatnya korup, tak memikirkan rakyat, tak kompeten, dan yang dipikir hanya mengebmbalikan modal kampanye dan profit taking. Bagaimana masyarakat mau sejahtera?
Kemudian, yang kedua, bagaimana caranya agar diridloi Allah? Maka dalam hal ini, tidak ada cara lain kecuali dengan ketaatan penuh kepada Allah SWT. Allah tidak akan ridlo, jika masyarakat menerapkan sistem hukum, selain sistem hukumnya Allah. Agar diridloi Allah, harus dengan penerapan syariah secara total dalam kehidupan masyarakat. Syariah Allah, tidak akan pernah dapat diterapkan secara kaffah, kecuali dalam sistem KHILAFAH ISLAMIYAH. Jadi, sangat tidak masuk akal, kita ingin diridloi Allah, tapi dengan menerapkan sekulerisme dan demokrasi. Penerapan sistem ini, justru akan mendatangkan kemurkaan dan adzab dari Allah.
Sistem syariah, jika diterapkan secara konsisten, secara empiris, juga akan mengantarkan pada kesejahteraan. Contoh sederhana, lihatlah keadaan masyarakat pada masa Umar bin Abdul Aziz. Rakyat hidup sangat sejahtera. Kuncinya satu, konsisten dengan syariah Allah. Apa mungkin, penerapan syariah tidak konsisten? Tentu sangat mungkin. Inilah yang dinamakan penyimpangan. Penyimpangan adalah penyimpangan dan tentu tidak dapat dibenarkan. Namun, menolak suatu sistem, hanya karena ada penyimpangan di dalamnya, tentu tidak bijak. Sebab, selama pelaksananya manusia, penyimpangan tetap akan ada. Tetapi, untuk sistem yang komprehensif seperti syariah, penyimpangan itu akan sangat mudah dideteksi dan kemudian diluruskan.
Terakhir, pilih mana KHILAFAH yang INSYA ALLAH diridloi Allah dan mengantarkan kesejahteraan? Atau SELAIN khilafah, yang PASTI tidak diridloi Allah dan BELUM TENTU mengantarkan kesejahteraan? Kita telah dikaruniai akal, maka terserah kita pilih yang mana. Wallahu a’lam. [Ust. Choirul Anam]
Posting Komentar untuk "Mungkinkah Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghofur Diraih Dalam Sistem Demokrasi ?"