Mengapa Suriah Begitu Penting?
Pada tanggal 3 Desember, parlemen Inggris memungut suara terkait keinginannya untuk memperluas serangan udara Inggris dari Iraq ke Suriah.[1] Serangan Paris dan potensi ancaman teror ke negara Inggris digunakan sebagai pembenaran utama. Dalam waktu beberapa jam “badai Inggris” mulai menyerang target dan kilang minyak di Suriah. Tidak ketinggalan, parlemen Jerman juga menyetujui serangan udara ke Suriah pada Jumat, 4 Desember.[2] Dengan kekuatan negara-negara dunia dan kekuatan regional yang sekarang terlibat di Suriah, siapapun akan dimaafkan jika berfikir bahwa Perang Dunia Ketiga sedang berlangsung di sana. Hal ini akan membuat kita bertanya, apa pentingnya Suriah sehingga menjadi magnet kekuatan dunia untuk terlibat di dalamnya?
Sepanjang sejarah, Suriah merupakan bagian dari tanah Syam dan secara konsisten memainkan peran penting sejak abad pertengahan sampai saat ini. Bagi Bizantium, wilayah Syam membentuk area sekitarnya, Konstantinopel, menjadi ibukota politik dan menjadi gerbang masuk ke negeri-negeri lain. Syam juga menjadi tempat di mana dunia Islam bersingungan dengan dunia Kristen.
Pertemuan kunci dengan Kekaisaran Bizantium terjadi di tanah Syam. Perang Salib, yang mendefinisikan hubungan Muslim-Kristen selama berabad-abad juga memandang Syam sebagai wilayah penting dan salah satu wilayah yang harus diduduki karena tanah tersebut adalah pintu masuk ke wilayah Kekhilafahan lainnya.[3] Bagi kaum Muslim, Tanah Syam mendapatkan penghormatan signifikan karena disebut sebagai tanah yang diberkahi dalam kitab kaum muslimin – Al-Qur’an. Oleh karena itu peristiwa yang terjadi di wilayah ini memiliki efek mendalam pada umat Islam di seluruh dunia.
“Kami mengetahui bahwa mereka yang memiliki rencana jahat untuk Suriah dan mereka yang menginginkan tegaknya kembali Khilafah Islam tidak akan berhenti sampai perbatasan Suriah. Jadi yang kami lakukan sekarang adalah melindungi Yordania, Libanon dan Turki.” -Walid Al-Muallim, Mentri Luar Negeri Suriah-
Adalah Prancis dan Inggris yang membangun batas-batas negara di Timur Tengah dalam perjanjian Sykes-Picot pada PD1. Suriah dikuasai oleh Prancis dan dibentuk berdasarkan sentimen sektarian agar rakyat terpecah belah, sehingga Prancis dapat mempertahankan cengkraman kekuasaannya. Prancis sangat didukung oleh kaum minoritas di Suriah, dibandingkan dengan kaum muslim yang berjumlah 78% dari total populasi Suriah.
Terutama kaum Nusayris yang diberikan kekuasaan setelah hidup selama berabad abad secara rahasia di pegunungan Latakia. Prancis bahkan mengubah nama mereka menjadi “Al-Alawis” untuk memberikan mereka legitimasi (bahwa mereka keturunan Imam Ali ra. yang merupakan khalifah keempat, sepupu nabi dan salah satu pemeluk Islam yang pertama).
Kebijakan ini memperbolehkan kaum Alawis untuk bergabung dalam militer, kepolisian dan lembaga intelejen. Dominasi ini melahirkan kudeta pada 1963 ketika partai sosialis Ba’ath yang didominasi kaum Alawis merebut kekuasaan. Walaupun Suriah memiliki 78% populasi muslim, kaum minoritas Alawis mengisi elit pemerintahan. Teori Alawis tentang hubungannya dengan ajaran Syiah membuat Iran dan Suriah bekerja sama untuk memperluas pengaruh mereka di wilayah itu. Istilah Sabit Syiah (merujuk pada wilayah Iran-Suriah yang membentuk sabit di Timur Tengah, pen) pun muncul dan berlajut di wilayah tersebut.
Dengan banyaknya negeri Arab Spring yang kembali pada sistem sebelum Arab Spring atau dirusak dengan perang saudara, revolusi Suriah dianggap banyak orang sangat berbeda dengan revolusi di negeri Arab Spring lainnya. Tidak seperti Mesir dan Tunisia, yang menganggap bahwa pemimpin mereka adalah masalah utamanya, rakyat Suriah menganggap rezim dan sistem adalah masalah fundamentalnya. Inilah mengapa solusi yang ditawarkan seperti negosiasi-negosiasi dengan Koalisi Nasional Suriah dan Bashar al-Asad gagal. Pejuang Suriah malah melanjutkan berjuang dan menyerukan pergantian rezim. Hal ini memberikan sejumlah masalah pada negara Barat karena rezim di Damaskus telah menjadi penjamin kekuasaan bagi mereka.
Hal ini menjelaskan mengapa Rusia secara terbuka mendukung rezim di Damaskus dan Amerika Serikat, yang mendiamkan hal itu justru mengindikasikan dukungannya pada rezim. Mentri luar negeri Rusia, Sergei Lavrov mengkonfirmasi apa yang terjadi di Suriah: “Ini berbahaya. Mereka ingin menegakkan Khilafah dari Portugal sampai Pakistan dan seluruh wilayah di antaranya.” [6] Ketakutan ini membuat hasil (perang) di Suriah menjadi sangat penting. [Muhammad Ubaid] [www.visimuslim.com]
Posting Komentar untuk "Mengapa Suriah Begitu Penting?"