DENSUS 88 & BNPT, BUKA DULU TOPENGMU (Tanggapan atas Pernyataan Direktur BNPT Brigjen Hamidin)
Sebagaimana yang diwartakan Republika.co.id, tanggal 15/04/2016, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Hamidin, mengatakan terorisme akan selalu menggunakan konteks agama. Terorisme kerap memakai konteks agama dalam setiap aksi dan kegiatan. Hal itu dilakukan demi mencari pembenaran sekaligus kambing hitam.
Bahkan, ia mengungkapkan kalau ribuan gerakan diduga terorisme yang ada di Indonesia, semuanya mengatasnamakan agama.
"Tidak akan lepas dari konteks agama, 1.068 pergerakan yang kita temui semua atas nama agama," kata Hamidin, Kamis (14/4).
Terkait kerap dikaitkannya terorisme dengan Islam dan sebaliknya, ia menilai itu merupakan risiko agama mayoritas. Hamidin menjelaskan, simbol-simbol agama mayoritas akan digunakan pelaku, untuk membenarkan kekerasan yang dilakukan.
Hamidin menerangkan kalau BNPT tidak pernah mempermasalahkan penampilan agama apapun, termasuk jenggot dan celana gantung. Namun, ia menegaskan yang menjadi permasalahan kalau perlaku melakukan kekerasan, dan benar-benar memakai simbol agama sebagai pembenaran atas aksi yang dilakukan.
Ia menambahkan, BNPT tidak akan memberi stigma yang buruk pada agama apapun yang ada di Indonesia, termasuk Islam sebagai mayoritas. Hamidin menegaskan kalau terorisme tidak bisa disamakan dengan ajaran Islam, serta agama Islam bukanlah terorisme.
Apa yang dikemukakan oleh Brigjen Hamidin ini adalah ciri khas pihak BNPT jika berfikir dan berbicara; tendensius menohok kepada agama (Islam) –sebagai pihak tetuduh teroris--, sembarangan berbicara tanpa melihat fakta, dan seringkali apa yang diungkapkan jauh berbeda dengan fakta di lapangan. Semua ungkapan ini pada akhirnya adalah bentuk “soft power” teror yang sesungguhnya terhadap Islam dan kaum muslimin. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh pihak BNPT sebelumnya.
Pernyataan bahwa Terorisme kerap memakai konteks agama –Islam--, itu adalah menurut dan klaim BNPT, atau setidaknya dari pihak yang selama ini menjalankan proyek "war on terrorism". Sampai saat ini, ketika terjadi tidak terorisme, seperti Kejadian Bom Sarinah di Jakarta awal tahun ini, pihak BNPT dan Densus langsung menjadikan ISIS sebagai kambing hitam --yang sedari awal ISIS ini didisain untuk dijadikan tumbal menyasar Islam--. Amerika dan sekutunya, serta mereka yang membebek, selalu mengarahkan tindak terorisme kepada agama --Islam--. Siapa sebenarnya pelaku terorisme selalu dibuat kabur, namun opini berikutnya selalu yang disasar adalah Islam dan kaum Muslimin.
Padahal pada kenyataannya, di Amerika Serikat sendiri (data dari FBI), terorisme lebih banyak dilakukan oleh Orang Latin dan Yahudi. 94 % dari serangan teroris di AS sejak tahun 1980 dilakukan oleh non muslim.
Jika bentuk teror dan kekerasan itu dilakukan oleh bukan Agama Islam, pihak BNPT maupun Densus tidak menyebutnya sebagai tindak teroris. Pelaku bom di Mal Alam Sutera yang jelas-jelas beragama Katolik, langsung ditepis oleh Kapolri bahwa tindakan pengeboman tersebut bukan aksi teorisme.
Demikian pula dengan Papua yang semakin massif menteror negeri ini, bahkan “menyate” dan membunuh aparat, tidak pernah digubris oleh BNPT dan Densus 88. Padahal pihak kepolisian sendiri menyatakan, bahwa tindakan teroris itu sangat membahayakan NKRI. Apakah tindakah pendemo separatis Papua itu bukan membahayakan NKRI ?
Hamidin menjelaskan bahwa saat simbol-simbol yang dibawa oleh pelaku teroris adalah simbol agama –Islam-- , kemudian dia menyimpulkan ini adalah resiko agama mayoritas. Sekali lagi bahwa simbol agama Islam dijadikan bukti tindak teroris itu adalah versi Densus dan BNPT. Kata-kata jihad, dalam terminologi Islam dikaitkan dengan tindak teroris itu adalah opini dari pihak BNPT. Bahkan lebih biadab lagi, bahwa BNPT pernah menjadikan ayat-ayat al Qur'an sebagai bukti yang mereka sebut dengan terorisme.
BNPT rupaya lupa bahwa Indonesia ini merdeka atas teriakan jihad oleh kaum muslimin. Ustad Jenderal Sudirman dan Bung Tomo meneriakkan jihad untuk mengusir penjajah. Kenapa tidak sekalian saja, mereka-meraka itu, pendiri dan pejuang NKRI ini anda sebut dengan teroris ?
Lantas apa yang anda maksudkan dengan resiko atas umat mayoritas? Pernyatan anda tersebut secara tidak sadar menuduh agam mayoritas, agama Islam di negeri ini, adalah agama teroris? Barangkali anda ingin mengatakan salah anda sendiri jadi umat Islam, beragama Islam, sehingga kemudian disebut dengan teroris ! Peryataan ngawur dan arogan !
Hamidin mengatakan bahwa ia tidak pernah memberi stigma apa pun di Indonesia, termasuk agama Islam. Ini ciri khas bicara BNPT, lain di mulut lain di lapangan. Kapolri saat terjadi bom Sarinah juga bicara demikian. Namun, Anda wahai BNPT bukan apa yang anda omongkan, anda adalah apa yang anda lakukan !
Hamidin rupanya lupa atau pura-pura lupa, bahwa saat Saut Usman Menjadi Kepala BNPT, bulan Febuari yang lalu ia menyatakan dengan jelas bahwa terdapat 19 pondok Pesantren yang terindikasi mengajarkan doktrin bermuatan radikalisme.
Fakta atas apa yang dinyatkan Saut tersebut mengubur pernyataan Hamidin, seolah BNPT tidak pernah memberikan stigma negatif terhadap agama mayoritas (Islam). Sekaligus kembali menjadi bukti bahwa simbol-simbol agama Islam yang dikaitkan dengan terorisme adalah klaim dan tuduhan dari pihak BNPT.
Kaum Muslimin…
Semua penyataan Hamidi ini adalah bentuk kebohongan dan ketidakjujuran pihak BNPT dan Densus 88 dalam menangani kasus pemberantasan tindak terorisme di negeri ini. Densus dan BNPT hakikatnya sudah sangat terdesak atas ketidakprofesionalan mereka dalam kasus kematian Siyono. Umat Islam juga sudah semakin rasional menilai dan melihat tindak tanduk Densus dan BNPT dalam menangani persolan terorisme ini.
Kita semua sepakat perang terhadap terorisme, namun kita semua juga harus jujur untuk siapa sebenarnya proyek "War on terrorism" ini dilakukan. Islam itu damai, umat Islam tidak salah, pesantren tempat mendidik generasi berakhlak mulia. Tapi kenapa Islam dan umat Islam yang selalu disasar atas proyek ini ?
Jika negeri ini serius untuk memberantas tindak teroisme di negeri ini, maka Pemerintah harus segera membubarkan Densus dan BNPT. Karena nyata-nyata dua lembaga ini tidak profesional dalam menangani persoalan terorisme. Cara berfikir dan cara bertindaknya nyata-nyata membuat teror fisik dan non fisik terhadap mayoritas pemeluk agama di negeri ini. Setelah Densus 88 dan BNPT bubar, lalu bersama segenap kompnen bangsa kita rumuskan dan lakukan tindakan perang terhadap terosisme yang sesungguhnya. Dan untuk BNPT dan Densus 88. Buka dulu topengmu. [VM]
Posting Komentar untuk "DENSUS 88 & BNPT, BUKA DULU TOPENGMU (Tanggapan atas Pernyataan Direktur BNPT Brigjen Hamidin)"