Pelajaran Berharga dari Skandal Panama Papers


Oleh : Umar Syarifudin 
(LS DPD HTI Kota Kediri)

Melalui data yang berhasil “dicuri” dari perusahaan Law Firm Mossack Fonseca yang diklaim bahkan lebih besar dari data yang berhasil “dicuri” oleh Wikileaks, beberapa foto kepala negara, birokrat bahkan keluarga/kerabat pemimpin sebuah negara dijadikan “tersangka”. Termasuk negara sekelas Rusia dan Cina. Ratusan ribu perusahaan itu terhubung dengan orang-orang dari 200 negara. Data yang bocor itu mencakup email, tabel keuangan, pasport dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank dan perusahaan di 21 wilayah/yuridiksi offshore, mulai dari Nevada, Singapura sampai British Virgin Islands. Tapi anehnya entah mengapa,  negara sekelas Amerika Serikat atau Jepang tidak termasuk di dalamnya.

Sebuah kebocoran dokumen finansial berskala luar biasa mengungkapkan bagaimana 12 kepala negara (mantan dan yang masih menjabat) memiliki perusahaan di yuridiksi bebas pajak (offshore) yang dirahasiakan. Dokumen yang sama membongkar bagaimana orang-orang yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatur transfer dana sebesar US$ 2 miliar lewat berbagai bank dan perusahaan bayangan.  Setidaknya ada 128 politikus dan pejabat publik dari seluruh dunia yang namanya tercantum dalam jutaan dokumen yang bocor ini. Mereka terkait dengan berbagai perusahaan gelap yang sengaja didirikan di wilayah-wilayah surga bebas pajak (tax havens). Total catatan yang terbongkar mencapai 11,5 juta dokumen. Keberadaan semua data ini memberikan petunjuk bagaimana firma hukum bekerjasama dengan bank untuk menjajakan kerahasiaan finansial pada politikus, penipu, mafia narkoba, sampai miliuner, selebritas dan bintang olahraga kelas dunia.

Di tengah hancurnya perekonomian global kali ini, yang paling gampang dan cepat adalah menarik “dana aman” milik orang-orang kaya dunia (total sekitar USD21-32 triliun) yang saat ini di parkir di Bahama, Panama, Swiss atau tempat-tempat lain. Dengan kata lain, Panama Papers adalah cara paling mudah untuk menggoyang tradisi menyimpan uang di tempat tempat tadi untuk segera dipindahkan ke AS. Uang sebesar USD32 triliun bukan jumlah yang kecil. 

Terkait dalam negeri, Menteri Keuangan Indonesia Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa pemerintah sudah mengantongi data mengenai ribuan perusahaan offshore dan perusahaan cangkang milik orang Indonesia di luar negeri. "Nilainya ribuan triliun rupiah," kata Bambang. UU Pengampunan Pajak yang sedang dibahas di Senayan, kata dia, adalah upaya pemerintah menarik pulang semua dana itu.

Sejumlah nama tokoh Indonesia dimuat dalam situs icij.org. Situs ini dikabarkan mempublikasi dokumen The Panama Papers yang berisi daftar perusahaan, tokoh politik, atlet terkenal yang diduga melakukan penggelapan pajak dan pencucian uang. Ketika diklik pada kolom negara, ada Indonesia. Ketika Indonesia diklik, ada sejumlah nama tokoh Indonesia. Terdapat 2961 nama yang tertera dalam kolom Indonesia, di antaranya Dari Indonesia, beberapa nama yang disebut dalam data Panama Papers. 

Dibahasnya RUU Tax Amnesty pun justru mengundang uang-uang gelap dari hasil money laundry, penggelapan pajak, dan lainnya yang akan masuk sekaligus pengampunan atas pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum yang tersangkut pada kasus ini. kebijakan tax amnesty tersebut tidak akan berpengaruh besar untuk menutup defisit anggaran tapi justru hanya memberi 'karpet merah' bagi pengemplang pajak.

Terkuaknya skandal ini bukan itu satu-satunya tujuan. Bola liar Panama Papers dimanfaatkan AS untuk mendestabilisasi sebuah negara. Terutama negara yang “dekat” atau “mulai dekat” dengan Rusia dan Cina maupun negara-negara yang menolak ikut skenario besar AS dalam Trans Pacific Partnership (TPP). Misal, dengan demo sekitar 30 ribu orang di Islandia saja mampu menggulingkan Perdana Menteri Islandia. Padahal catatan Perdana Menteri Islandia di Panama Papers secara hukum masih perlu dibuktikan. Hal yang sama juga terjadi di Malaysia. Namun demonstrasi yang terjadi di Malaysia itu belum mampu menggulingkan rezim yang saat ini berkuasa di Malaysia. 

Laman geopolitics.co juga mempertanyakan hal tersebut. Dalam tulisan bertajuk “Panama Papers: The Anomalies” ditulis seperti ini: ”As observed earlier, the Panama Papers looked more like a poor propaganda retaliation against Putin and Assad than anything else, for the successful interruption to the Greater Israel plan of the Rothschilds”. 

Salah satu alasan yang mendasari tulisan geopolitics.co tersebut adalah sebuah fakta bahwa proyek Panama Papers didanai langsung oleh beberapa pihak. Termasuk Rothschilds dan George Soros. Sekadar informasi, beberapa saat lalu Prisiden Putin telah mengumumkan bahwa Rusia akan menangkap George Soros yang dianggap sebagai salah satu pihak yang bertanggungjawab atas krisis ekonomi Rusia pada 1990 lalu.

Pelajaran berharga dari skandal Panama Papers telah membuktikan kapitalisme sebagai suatu sistem gagal untuk memahami manusia, gagal untuk memahami masyarakat dan gagal untuk memahami masalah-masalah inti ekonomi. Sistem menyuburkan kartel, monopoli dan tanah-tanah kaum feodal. Ekonomi kapitalisme adalah ekonomi keuangan yang didorong dari hasil judi dan yang mendorong ekonomi riil yang berdasarkan rekayasa dan manufaktur. Ekonomi kapitalisme akan menyuburkan larinya modal ke luar negeri yang diikat di lokasi-lokasi offshore dan memacetkan investasi dalam ekonomi riil. Kesalahan dari sistem ekonomi kapitalis yang sumber pendapatan negaranya hanyalah dari pajak. Kondisi ini akhirnya memberikan celah bagi pengusaha untuk berlaku tidak jujur agar tetap eksis di dunia bisnis. [VM]

Posting Komentar untuk "Pelajaran Berharga dari Skandal Panama Papers"