Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islam Rahmatan Lil 'Alamin Sebuah Komoditi Politik


Oleh : Adil Nugroho 
(Pemerhati Sosial Politik)

Menarik membaca berita Internasional 20 April 2016 di website Kriminalitas.com, dalam rangkaian acara resmi kunjungan ke negara-negara Eropa, Jokowi menyempatkan bertemu perdana menteri David Cameron di London. Dalam pertemuan tersebut Jokowi membahas permasalahan dunia, terutama tentang counter terrorism dan counter extremism. David Cameron menyampaikan apresiasi kepada Indonesia, "Saya sangat terkesan dengan pendekatan Indonesia mengatasi ekstremisme dan terorisme tetapi juga meneguhkan Islam sebagai agama yang damai", ucap PM Cameron. Indonesia dapat dijadikan model di dunia. Selain itu, Indonesia juga harus memainkan perannya untuk menyebarkan Islam secara damai. Inggris juga mengapresiasi peran Indonesia dalam Bali Democrazy Forum dan menyampaikan keinginan kerjasama dalam konteks forum tersebut. Menanggapi hal itu, Jokowi menyampaikan, "Sebagai negara muslim terbesar di dunia. Indonesia mempunyai peran untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam, demokratis dan toleransi dapat berjalan beriringan, Indonesia akan senang membagi pengalaman itu". pertemuan ini digelar pada Selasa (19/4) siang waktu setempat di kantor perdana menteri Inggris. Downing Street 10, London, Inggris.

Pertemuan dalam kerangka membuka kran investasi di Indonesia dalam suprastruktur bernama Free Trade Agreement dan Rantai Pasokan Global itu dilatari oleh berbagai peristiwa antara lain :  1) Masifnya pembahasan terorisme mulai dari kasus kematian Siyono secara brutal oleh Densus 88, sandera beberapa WNI oleh kelompok Abu Sayyaf yang tidak kunjung ditebus dengan mengandalkan negosiasi, pengejaran kelompok Santoso Mujahidin Indonesia Timur di Poso yang tetap di bawah kendali Polri seolah segan diserahkan kepada TNI, forum-forum deradikalisasi terorisme-radikalisme BNPT dengan berbagai Ormas dan revisi UU Terorisme.  2) Muktamar Tokoh Umat berjudul Islam Rahmatan Lil 'Alamin oleh salah satu ormas Islam.  3) Tuntutan Papua Merdeka oleh kelompok mahasiswa 4) Desakan atas kebijakan dan kepemimpinan Ahok di tengah tidak hadirnya Taufiqurrahman Ruki Cs sebagai pimpinan KPK dalam kasus Sumber Waras memenuhi panggilan Komisi III DPR RI. 5) Bangkitnya lagi forum-forum yang menyuarakan ideologi sosialisme komunisme pasca permintaan maaf atas korban G 30 S PKI oleh pemerintah.  6) Maraknya forum-forum nasionalisme yang gelisah dan gerah dengan cengkeraman penjajahan sumber daya alam dan aset-aset strategis oleh asing - aseng.  7) Semakin kuatnya konspirasi media Yahudi yang ditunjukkan oleh merapatnya para tokoh-tokoh media mainstream Indonesia ke Israel.  8) Gegernya beberapa pengusaha dan politisi termasuk Jokowi yang tercatut oleh Panama Papers sebagai alat permainan negara-negara Kapitalis.

Dengan beragam latar tersebut menarik untuk menggali dan menguak apa yang ada dalam benak pikiran penguasa tentang kaitan antara kampanye Islam Damai yang direpresentasikan dengan Islam Rahmatan Lil 'Alamin, strategi Counter Terorrism-Extremism dan kerjasama ekonomi dengan berbagai negara khususnya Eropa. Di tengah ketidak berdayaan yang pelan tapi pasti mengeleminasi peran penguasa sebagai penanggung jawab layanan kepentingan umum rakyat menjadi hanya sebatas regulator saja. Diantaranya ketidak berdayaan ekonomi ditunjukkan oleh dilema pembaharuan UU Migas pasca judicial review karena ketergantungan dengan Oil Internasional Company, UU Pertambangan, dan lain-lain yang berakar pada amandemen pasal 33 UUD 1945. Ketidak berdayaan sosial budaya yang ditunjukkan oleh Inpres  Pengarustamaan Gender diikuti berbagai perda meski RUU KKG (Rancangan Undang-Undang Keadilan Keseteraan Gender) belum berhasil diundangkan. Ketidak berdayaan agama yang ditunjukkan oleh perjuangan kelompok liberal memasukkan numlekatur syarat-syarat agama dalam draft RUU KUB  (Kerukunan Umat Beragama) agar memberi ruang legitimasi disahkannya agama baru. Ketidak berdayaan pertahanan yang ditunjukkan oleh keluarnya Inpres Jokowi tentang Tugas Kemenhan dan Program Pertahanan RI sampai dengan tahun 2019 menjadikan Kemenhan hanya sebagai lembaga operasional bukan perumus kebijakan pertahanan yang berpotensi membawa implikasi benturan antara kemenhan dengan Panglima TNI. Meski ini bertentangan dengan UU Pertahanan. Ketidakberdayaan pendidikan yang ditunjukkan oleh keluarnya UU tentang Badan Hukum Perguruan Tinggi yang menjadikan institusi PTN sebagai lembaga komersiil dan liberal. Ketidakberdayaan kesehatan yang ditunjukkan oleh layanan kesehatan dikelola dengan prinsip asuransi pasca keluarnya UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), Perpres JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) meski bertentangan dengan Perpres SKN (Sistem Kesehatan Nasional) dan UU Kesehatan. Ketidakberdayaan politik yang ditunjukkan oleh sistem multi partai yang mendorong kontestasi politik secara ketat penuh dengan intrik money politik dan membuka ruang sindikasi yang besar antara politisi dengan pengusaha. 

Hal itu semua pada akhirnya akan membuat rakyat dibiarkan bertarung untuk memperjuangkan nasibnya sendiri atas nama pasar bebas dan liberalisme. Karena para elit politisi, birokrat, penguasa, pengusaha, tokoh-tokoh masyarakat formal dan non formal sudah kehilangan urgensi dan kepekaan untuk mengurai benang kusut problem sistemik lintas sektoral yang dihadapi bangsa yang buminya disebut sebagai ibu pertiwi. Sebuah gambaran realitas sesuai isi dalam penggalan lirik lagunya yang menyentuh perasaan anak-anak Indonesia : "Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati, air matamu berlinang, mas intanmu terkenang, hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan. Kini ibu sedang susah, merintih dan berdoa." Gambaran ironi antara potensi besar sumber daya alam yang terkandung dalam lautan dan daratan namun tidak dibarengi dengan tanggung jawab besar oleh para pemimpim atau penguasanya. Akibat culas dan kerdilnya pola sikap dan pikir para pemimpin yang mengelola negeri gemah ripah loh jinawi dan jamrud khatulistiwa ini. Statement Jokowi saat berbincang dengan David Cameron PM Inggris beberapa hari yang lalu menegaskan kembali komitmet pemerintah yang masih segar dalam ingatan tidak lama pasca gencarnya pembicaraan tentang revisi UU Terorisme pasca bom Sarinah Thamrin Jakarta sebagaimana dikampanyekan oleh Luhut Binsar Panjaitan selaku Menkopolhukam yang menyatakan pentingnya membangun keseimbangan antara radikalisme, pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi.

Jika disarikan maka ada beberapa point penting untuk memahami keterkaitan antara langkah Jokowi dari kunjungannya ke negara-negara Eropa dengan latar yang beragam itu antara lain: 

1- Radikalisme sebagai paham yang diduga menginspirasi terorisme dikelola dan dimanfaatkan untuk meningkatkan karier politik di dalam negeri. Sedang di luar negeri digunakan sebagai jaminan terbukanya kran investasi dari luar negeri ke dalam negeri. Ini seolah-olah memberikan jawaban kenapa setiap pembahasan kesepakatan-kesepakatan ekonomi ke luar negeri selalu dibarengi dengan pembahasan tentang counter terorrism dan counter ekstremism. 

2- Tidak saja pembahasan tentang counter terorrism dan counter ekstremism saja melainkan juga melakukan kampanye Islam Rahmatan Lil 'Alamin yang santer  dilakukan sebelumnya menjelang menuju RI 1. Termasuk nampaknya juga memanfaatkan Islam Rahmatan Lil 'Alamin yang menjadi tema sentral kegiatan salah satu ormas Islam baru-baru ini yang sedang bergerak memperoleh dukungan umat secara meluas. Bisa jadi klaim wujud berkembangnya Islam Damai di Indonesia yang nampak dilihat dan diapresiasi oleh negara-negara Eropa dan Amerika salah satunya dengan menunjukkan klaim fenomena maraknya kampanye Islam Rahmatan Lil 'Alamin belakangan. Sekalipun pada sisi yang lain di tengah kampanye itu ada gerakan tolak khilafah. Ini menjadi semacam pembatas pengkaitan antara Islam Rahmatan Lil 'Alamin dengan Khilafah menggunakan pendekatan adu domba seperti yang biasanya digunakan sebagai substansi dari materi-materi program deradikalisasi. Islam Rahmatan Lil 'Alamin telah menjadi istilah kunci representasi dari Islam Damai dalam pandangan penguasa dan barat. Hingga dipandang perlu menjaganya sesuai dengan penafsiran substansi yang dikehendaki oleh penguasa sebagai perpanjangan tangan asing dan aseng.   

3- Motivasi ekonomi yang dominan melandasi berbagai kebijakan publik itu terjadi di antara maraknya investasi asing dan aseng hingga mendorong penanganan terorrism dan extremism bak sebagai proyek. Semua dikalkulasi berdasarkan parameter materiil. Kematian Siyono yang diganti dengan uang 100 juta tapi ditolak oleh istri Siyono sementara belum jelas statusnya. Sementara sudah jelas hasil otopsinya menunjukkan bahwa Siyono benar-benar telah dibunuh secara brutal. Tidak kunjung ditangkapnya Santoso Mujahidin Indonesia Timur dimana Polri tidak memiliki pengalaman gerilya. Kemampuan itu hanya dimiliki oleh TNI dengan Kopassusnya. Dimana TNI sudah dibatasi perannya pasca dihilangkannya konsep dwi fungsi ABRI. Tidak segera ditebusnya beberapa WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf hingga diharapkan bisa diselesaikan dengan hanya pendekatan negosiasi saja. Penanganan yang berbeda antara tahanan terduga teroris Ust Abu Bakar Ba'asyir dengan gembong BLBI Samadikun. 

Alhasil bahwa hampir semua garis-garis kebijakan negara oleh penguasa yang selalu menggunakan motif ekonomi di tengah problem sistemik yang dihadapi, ketidakberdayaan berbagai sektor, telah menjadikan counter terorrism counter extremism dan Islam Rahmatan Lil 'Alamin representasi Islam Damai tidak lebih hanya sebagai komoditi politik. Hal ini sangat bertolak belakang dengan karakter dari misi Islam Rahmatan Lil 'Alamin yang akan mewujudkan terpeliharanya agama, akal, jiwa, harta, keturunan, kehormatan, keamanan, dan negara. Islam Rahmatan Lil 'Alamin dengan misi tersebut tidak bisa ditopang oleh profil penguasa tidak bertanggung jawab, sangat bergantung pada penjajah asing aseng, kebijakan negara oleh penguasa kapitalistik liberal, dan para elit pragmatis oportunis yang menjalankan sistem aturan produk manusia warisan kolonialis dan dikte para imperialis baru. Melainkan hanya bisa diwujudkan melalui para pemimpin yang amanah, berdedikasi pada kemaslahatan manusia, mau berkorban untuk rakyatnya sebagai cerminan atas keimanannya terhadap sang Khalik, dicintai dan saling menyayangi dengan rakyatnya, memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Dan pemimpin yang hanya menopang Islam Rahmatan Lil 'Alamin dengan pilar-pilar Islam sebagai sistem penyempurna kehidupan manusia baik lahir maupun batin berupa syariat, dakwah, jihad dan khilafah sebagai tuntutan keyakinannya. Wallahu a'lam bis showab. [VM]

Posting Komentar untuk "Islam Rahmatan Lil 'Alamin Sebuah Komoditi Politik"

close