Terorisme-Radikalisme: Istilah yang Dimainkan untuk Memukul Siapa?
Oleh : Umar Syarifudin
(Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)
Tahap demi tahap substansi “road map” proyek kontra terorisme oleh pemerintah di implementasikan. Langkah pemerintah melalui kementerian Menkopolhukam, Polri dan instansi terkait menunjukkan keseriusan pemerintahan Jokowi pada proyek kontra-terorisme. Dan dengan lahirnya BNPT menjadi indikasi jelas, proyek kontra-terorisme adalah proyek “long time” dengan target-target tertentu dan pemerintah akan secara kontinyu dan simultan serta melibatkan banyak “energi/element/unsur” menjalankan “road map” yang sudah diformulasikan. Yang tidak boleh di abaikan begitu saja adalah, bahwa Indonesia dengan rezimnya saat ini secara establis telah memposisikan sebagai sub–ordinat kepentingan proyek global “war on terorism” yang digelorakan oleh AS dan sekutunya.Dan target-target proyek di level lokal adalah turunan (break down) dari target-target proyek global.
Ketika proyek kontra-terorisme ini memiliki legitimitasi; payung hukum, dukungan dari komponen/ormas Islam tertentu dan kontribusi media masa dan elektronik yang signifikan, maka seolah menjadi “power” bagi penguasa/pemerintah untuk melakukan tindakan “hard power” untuk mencegah, menindak dan mengeksekusi siapa saja yang di duga/dianggap atau yang memiliki potensi melahirkan tindakan terorisme secara fisikal.Begitu juga memiliki etos kuat bagi pemerintah/penguasa proyek kontra-terorisme juga dijangkaukan kepada kelompok-kelompok yang di klaim atau masuk katagori “glorifying terrorism/ glorifying violence”.Sederhananya; ideologi radikal yang dikembangbiakkan oleh kelompok radikal/fundamentalis menjadi variabel atau pemicu tumbuh suburnya terorisme di Indonesia.
Maka sangat bisa di pahami, ketika berbagai Lembaga Survey mendiskripsikan kecenderungan umat memilih Islam sebagai sebuah sistem kehidupan, bukan sekedar sebagai tuntunan ritual ibadah.Fenomena ini sejatinya berbanding lurus dengan agenda-agenda yang diusung oleh kelompok-kelompok yang menyerukan penegakkan syariat Islam kaffah dalam sebuah wadah daulah Islamiyah bahkan sampai level global yakni Khilafah Islamiyah. Atau lebih tepatnya, langkah konsisten perjuangan Islam ideologi dan menjadikan syariat Islam sebagai sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara berbanding lurus (sebagai implikasinya) dengan makin tumbuh dan tingginya angka respon ummat terhadap tawaran-tawaran syariat dalam pengelolaan negara. Sekalipun saat ini terjadi kesenjangan artikulasi oleh partai-partai yang mengklaim berideologi dan memperjuangkan syariat yang jauh api dari panggang.
Maka sekali lagi, dari road map proyek kontra-terorisme terlihat jelas bahwa paradigma “nyleneh” Indonesia dalam ancaman teroris gaya baru, secara spesifik Indonesia dibawah ancaman Islam Ideologi akan diintroduksikan melalui seluruh wasilah dan uslub. Melalui dukungan media upaya mengontrol pemikiran /persepsi umat terhadap perihal ini akan di realisasikan.
Oleh karena itu, proyek kontra radikalisme & terorisme melalui BNPT akan mengokohkan Islam versi status quo. Islam yang moderat dan sekulerisme adalah “mimpi” yang harus dijaga dan diwujudkan dalam frame negara demokrasi, dan ini mengharuskan memerangi dan melibas baik dengan hard power maupun soft power seluruh komponen yang dianggap sebagai “ancaman” terhadap nilai-nilai diatas. Dan ini merupakan proyek jangka panjang dan melibatkan banyak instansi serta elemen pemerintah atau non pemerintah. Mulai dari kementerian diknas, depag, depdagri, hingga unsur ormas dan medianya.
Istilah Radikalisme dan terorisme terus dimainkan di berbagai lini hingga menimbulkan sikap saling curiga di kalangan umat Islam. Padahal menyoal istilah radikalisme itu sendiri, terminologi radikal sendiri berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar (roots). Istilah radikal dalam konteks perubahan kemudian digunakan untuk menggambarkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Dalam kamus Oxford disebutkan istilah radical kalau dikaitkan dengan perubahan atau tindakan berarti : relating to or affecting the fundamental nature of something; far-reaching or thorough (berhubungan atau yang mempengaruh sifat dasar dari sesuatu yang jauh jangkaunnya dan menyeluruh.
Namun istilah radikal menjadi kata-kata politik (political words) yang cendrung multitafsir, bias, dan sering digunakan sebagai alat penyesatan atau stigma negatif lawan politik. Seperti penggunaan istilah Islam radikal yang sering dikaitkan dengan terorisme, penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan, skriptualis dalam menafsirkan agama, menolak pluralitas (keberagamaan) dan julukan-julukan yang dimaksudkan untuk memberikan kesan buruk.
Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda yang digunakan untuk kelompok atau negara yang bersebrangan dengan ideologi dan kepentingan Barat. Julukan Islam radikal kemudian digunakan secara sistematis bagi pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme, Sekulerisme, dan demokrasi), ingin memperjuangkan syariah Islam, Khilafah Islam, menginginkan eliminasi Negara Yahudi, dan melakukan jihad melawan Barat.
Faktanya pihak Barat telah menghadapi ancaman kebangkrutan ideologi yang nyata akibat rusaknya nilai dan aturan yang mereka adopsi. Kemerosotan moral dan kerusakan tatanan sosial masyarakat Barat melahirkan jutaan aborsi setiap tahunnya. Paham feminisme mendorong wanita mengejar karir sedangkan pasangan umur produktif enggan memiliki anak. Sementara itu, pergaulan bebas dan pornografi tidak hanya menyuburkan perzinaan tetapi juga maraknya kawin sesama jenis yang tentu saja tidak mungkin menyebabkan kelahiran.
Akibatnya, secara alami pertumbuhan penduduk Barat sangat minim dengan angka kelahiran di bawah ambang batas minimum bertahannya sebuah peradaban. Ke depan mayoritas penduduk negara-negara Barat adalah kaum jompo dengan jumlah umur produktif yang minim. Umur produktif yang minim juga berarti semakin minimnya pemuda yang dapat direkrut menjadi tentara dan polisi. Artinya ke depan kekuatan personil militer dan pertahanan Barat akan semakin berkurang.
Di samping itu, Barat juga menghadapi kehancuran ekonomi dengan krisis keuangan yang datang silih berganti. Krisis mengakibatkan semakin bengkaknya angka pengangguran dan kemiskinan di Barat. Kondisi ini menjadi faktor pendorong meningkatnya kriminalitas dan kejahatan. Masalah yang tidak kalah penting lainnya adalah semakin banyaknya pengangguran dan kemiskinan menciptakan bom waktu ketidakpuasan terhadap sistem dan pemerintahan negara-negara Barat. Ini menjadi pemicu kerusuhan dan krisis sosial-politik.
War on terrorism (WOT) atau perang terhadap terorisme yang secara masif dicanangkan oleh Amerika sejak serangan WTC 11 September 2001 adalah sebuah dalih untuk mengongkosi kebangkrutan ekonomi Amerika. Melalui WOT Presiden AS George W Bush mengalihkan keresahan rakyat AS dari himpitan ekonomi dengan mengetuk semangat patriotisme/heroik rakyatnya. Dengan cara ini juga Bush memberikan kesempatan kepada para korporat pendukungnya dalam pemilu untuk meraih keuntungan finansial dari kontrak minyak, logistik perang, industri senjata, dan proyek rekonstruksi Irak. Tragis untuk mencapai hal ini Amerika Serikat mengobarkan perang dan membunuh jutaan rakyat Irak dan Afghanistan.
Di samping motif ekonomi, faktor fundamental yang melahirkan WOT adalah perang ideologi. Di tengah kebangkrutan ideologi Kapitalisme, kebangkitan Islam semakin nampak. Semakin banyak kaum Muslim yang menghendaki diterapkannya syariah Islam dan persatuan umat dalam sistem Khilafah. Semakin intens penentangan dan pembongkaran atas makar dan penjajahan Barat di dunia Islam. Tidak aneh jika Presiden Bush pun mengatakan perang terhadap terorisme adalah lanjutan dari perang salib (the crusade).
Hal ini semakin mengancam ideologi Kapitalisme dan eksistensi penjajahan Barat sedangkan penjajahan adalah metode Barat untuk mempertahankan ideologi dan kemakmuran negaranya. Barat menciptakan WOT yang sesungguhnya tidak didesain untuk memerangi teroris melainkan memerangi ulama dan kelompok yang membangkitkan kesadaran Islam di tengah umat untuk tegaknya syariah dan Khilafah. Sebaliknya Barat menciptakan kelompok-kelompok teroris dan merekayasa berbagai serangan teror.
Barat menciptakan propaganda dan opini terorisme untuk membenarkan tindakan mereka, sebagaimana dalih AS dalam invasi Irak untuk mencegah jatuhnya senjata pemusnah massal ke tangan teroris yang hingga sekarang tidak pernah terbukti. Presiden Bush menempatkan negara-negara di dunia pada 2 pilihan, apakah ikut bersama AS memerangi terorisme ataukah bersama teroris. Meski pemimpin negara-negara Barat telah berganti, WOT tidak pernah berhenti. Barat secara kuat dan terus-menerus memobilisasi terciptanya opini terorisme sebagai musuh dunia, memaksa banyak negara melahirkan perangkat hukum dan organ negara yang secara khusus menindak terorisme.
Barat akan selalu mengkaitkan dan menjadikan radikalisme sebagai sumber terorisme dengan ciri utama: 1) umat Islam yang berpegang teguh pada al-Qur’an, 2) umat Islam yang berupaya mendakwahkan syariah Islam sebagai solusi dan aturan yang harus ditegakkan, 3) umat Islam yang ingin bersatu dalam sistem yang diwariskan Nabi SAW yakni Khilafah. Meski tidak ada kaitan sama sekali dengan terorisme karena ditempuh dengan cara damai dan intelektual, Barat pasti mempropagandakan opini bahwa umat yang melakukan tiga langkah tersebut sebagai teroris dan musuh dunia.
Akhirnya, pada titik jernih, bicara terorisme maupun radikalisme, kenapa tidak bicara akar terorisme (imperialisme Barat yang memusuhi Islam dan kaum muslim dengan bendera War on Terrorism) dan state terrorism yang justru menjadi sumber kekerasan yang tak berujung? Umat Islam perlu wasapada terhadap upaya menjadikan Islam dan umatnya sebagai tertuduh menjadi “ancaman dalam negeri” Indonesia, sebuah fitnah keji? Semoga umat Islam makin kritis, dan sanggup membaca setiap konspirasi jahat yang akan menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dan pilihan umat membuang sekulerisme dan sikap “moderat”, paham pluralisme dan liberalisme adalah pilihan tepat. Indonesia ke depan selamat dengan penerapan syariat Islam. [VM]
Posting Komentar untuk "Terorisme-Radikalisme: Istilah yang Dimainkan untuk Memukul Siapa?"