Sekulerisme Menjadikan Nyawa Tak Lagi Berharga
Peristiwa demi peristiwa pembunuhan sudah menjadi suguhan yang tak pernah kosong dari pemberitaan, baik di media televisi atau media online. Dalam dua bulan terakhir ini kita disuguhkan dengan peristiwa pembunuhan yang sangat sadis. Mulai dari kasus pembunuhan ibu hamil yang dimutilasi pada April kemarin. Awal Mei tepatnya dihari peringatan Pendidikan Nasional, dua peristiwa pembunuhan terjadi dilingkungan kampus. Pembunuhan dosen oleh mahasiswa yang merasa dendam. Serta seorang mahasiswi yang menjadi korban pembunuhan oleh petugas kebersihan di toilet kampus. Selain itu, peristiwa yang sepekan ini menjadi perbincangan, peristiwa yang menimpa seorang siswi SMP yang menjadi korban kebejatan nafsu birahi, yang kehormatan dan nyawanya direnggut dengan sangat kejam.
Tak hanya di Indonesia, peristiwa yang sangat kejam pun terjadi terhadap saudara-saudara kita di Suriah. Pembantaian terhadap kaum muslim di Aleppo (Suriah) yang menelan korban sekitar 270 jiwa. (tangerangnet.com). Pembantaian ini telah menelan korban laki-laki, perempuan, bahkan anak-anak pun menjadi korban dari kekejaman ini. Namun sayang, peristiwa ini luput dari pemberitaan.
Peristiwa pembunuhan demi pembunuhan, sesungguhnya menunjukan kepada kita, bagaimana saat ini nyawa manusia sudah tidak berharga lagi. Ketidak berharga ini tidak hanya pada pembunuhan itu sendiri. Tetapi hal ini juga nampak pada hukuman yang tidak mampu memberi efek jera. Menurut pasal 340 KUHP pembunuhan yang disengaja saja yang dibisa dihukum mati, atau hanya dihukum selama waktu yang ditentukan, paling lama dua puluh tahun. Namun sangat jarang para pelaku pembunuhan itu diberikan hukuman mati. Mereka hanya dihukum 15-20 tahun, atau seumur hidup. Sungguh hukuman itu tidak sebanding dengan perbuatan yang mereka lakukan.
Selain itu, ketidakberhargaan nyawa ini muncul dari kesombongan dan kecongkakan kita, yang merasa mampu mementukan aturan hidup kita dengan membuat aturan yang lahir dari kebodohan dan keterbatasan akal kita. Hilangnya peran Negara dalam menjaga jiwa dan kehormatan kita. Negara seolah melepaskan diri dari tanggung jawabnya akan hal ini. Hilangnya rasa aman yang kita rasakan, menunjukan bahwa tidak ada jamin dari Negara akan keselamatan kita. Baik agama, akal, jiwa, harta, kehormatan, dan keamanan kita tidak dipelihara oleh Negara. Ini nampak dari adanya kebebasan yang ada, diantaranya kebebasan berperilaku, kebebasan berbicara, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, dan kebebasan berkepemilikan. Dari kebebasan-kebebasan ini tak heran melahirkan adanya aturan yang melegalkan minuman keras, yang banyak dari akibat minuman keras ini terjadi peristiwa pemerkosaan dan pembunuhan. Semua ini akibat dari aturan sekulerisme-kapitalisme yang menjauhkan aturan Allah dalam kehidupan.
Hal ini sangat berbeda dalam Islam, nyawa adalah sesuatu yang berharga. Bahkan dalam sebuah hadits dikatakan untuk seorang muslim, kehormatan dan darahnya lebih agung di sisi Allah daripada Ka’bah. Tidak berhenti hanya menyatakan betapa berharganya nyawa. Islam memberikan serangkaian hokum yang merealisasikan penjagaan atas nyawa layaknya sesuatu yang sangat berharga. Hal ini terlihat dari hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan. Jika dimaafkan oleh ahli waris korban, ia wajib membayar diyat 100 ekor unta, 40 ekor diantaranya bunting. Untuk pelaku yang tidak disengaja dan mirip disengaja tidak dijatuhi sanksi qishash, melainkan wajib membayar diyat sama dengan yang disengaja. Diyat pembunuhan karena salah, adalah 100 ekor unta atau 1.000 dinar (4,25 kg emas murni 24 karat).
Saudaraku semua penjagaan yang ada dalam Islam hanya bisa terlealisasi dengan adanya institusi yang melaksanakan serangkaian hukum Islam. Yang akan menjadi perisai yang akan melindungi kita. Institusi ini tak lain adalah Khilafah ala minhaj Nubuwah. Negara yang akan menebarkan rahmat bagi semesta alam. Wallahu a’lam bi sha-shawab. [VM]
Penulis : Sri Nurhayati (Pengisi Keputrian SMAT Krida Nusantara)
Posting Komentar untuk "Sekulerisme Menjadikan Nyawa Tak Lagi Berharga"