Demo ISI Jogja : Kala Seni Maksiyat Tersengat Syari'at


Oleh : Salman Abu Syamil 
(Pemerhati Sosial-Politik Islam & Syabab Hizbut Tahrir di Taiwan)

Sepertinya tahun ini adalah momentum yang tepat untuk mematikan benih-benih syari'at dari bumi tercinta Nusantara. Betapa tidak, mulai dari isu penghapusan kolom agama dari KTP, lalu berlanjut isu membenturkan Islam dengan Pancasila terhadap ormas Islam yg getol memperjuangkan syari'ah dan khilafah. Hingga kini isu yang masih hangat terkait ulah Kompas TV yang merancang skenario jahat berujung pada pencabutan perda bernuansa syari'at. Hanya dengan mengeksploitasi drama kepalsuan penutupan 1 warung selama Ramadhan di Kota Serang, efek domino yang ditimbulkan Kompas TV ini makin dibesarkan oleh kaum liberal dan musuh Islam.

Ternyata agenda Kompas TV bersettingkan kebencian skala nasional dan international dijadikan tunggangan pula bagi para seniman pemuja kebebasan berekspresi untuk menggugat Islam dalam sepekan ini. Tampak dari aksi segelintir seniman yang menggunakan tameng kampus ISI Jogja berusaha keras mencabut hingga ke akar-akarnya seni bernuansa Islam dari dunia seni. Para seniman pemuja kebebasan yang selama ini gemar menumpahkan nafsu syahwat nya dalam bentuk seni penuh maksiyat marah besar dikala syari'at masuk perlahan untuk meluruskan kembali nilai-nilai seni yang benar dan sesuai dengan tuntunan Ilahi.

Civitas akademika Institut Seni Indonesia Jogjakarta yang perlahan beranjak terbuka pikirannya seraya mendapatkan hidayah, berkeinginan kuat hijrah dari seni maksiyat menuju seni ber-syari'at, dijadikan sasaran kebencian dengan label klasik Anti Pancasila. Seakan negeri ini kembali kepada Orde Baru yang sangat resisten terhadap kebangkitan Islam dan kaum Muslimin dengan isu Anti-Pancasila. Begitu mudah dulu Orde Baru dan sekarang dimunculkan lagi oleh kaum Liberal-Sekuler serta musuh Islam untuk membungkam dakwah islam dengan framing opini merongrong NKRI dan Anti-Pancasila.

Bila dicermati dengan seksama, tampak ada inkonsistensi dari para pelaku aksi demo di kampus ISI atas apa yang diperjuangkan. Dilihat dari awal niat mereka berdemo disebabkan beberapa dosen menganjurkan untuk tidak menjadikan makhluk hidup terlebih manusia telanjang sebagai objek seni rupa dan pahat. Lantas berlanjut dikaitkan dengan latar belakang dosen dan mahasiswa tersebut yang juga aktif berdakwah memperjuangkan syari'ah dan khilafah. Hingga pada kesimpulan akhir, mereka membenturkan Islam (muatan syari'ah dan khilafah) dengan Pancasila. Demo ini pun dimanfaatkan betul oleh BBC selaku media corong Barat untuk mempropagandakan Islam sebagai antitesis Pancasila, serta menjaga stereotype negative terhadap Islam ditengah masyarakat Indonesia.

Para pelaku pun tidak berhenti dengan upaya pembenturan, namun juga berdalih adanya legitimasi dari pihak berwenang kampus dan masyarakat sekitar untuk menolak total dakwah syari'ah dan khilafah dari kampus ISI dan lingkungan sekitarnya. Tiada lain untuk kembali lagi pada keinginan mempertahankan dunia seni jahiliyah tetap mengakar kuat. Padahal tuduhan Anti-Pancasila yang mereka lontarkan kepada para civitas akademika ISI aktif dalam dakwah syari'ah dan khilafah hingga saat ini tidak pernah bisa dibuktikan.

Lantas sesungguhnya seperti apa seni yang sesuai dengan syari'at ?

Seni dalam Pandangan Syari’at

Ketika memberi sambutan pada acara pertemuan KHAT, sebuah wadah komunitas seniman muslim ideologis, di Jogja 15 Mei 2015, KH.Shiddiq Al-Jawi selaku pengasuh pondok pesantren Hamfara-Jogja menekankan semua perbuatan manusia terikat dengan hukum syara' termasuk dalam berkarya seni. Maka dari itu, janganlah berkarya seni terlebih dahulu bila belum mengetahui apa hukum syara'nya agar tidak terjerumus dalam seni maksiyat.

Ringkasnya, hukum Islam mengatur dua hal yaitu subjek (perbuatan manusia) dan objek (benda/sesuatu). Merujuk pada kaidah fiqh, disebutkan hukum atas perbuatan manusia terikat pada 5 macam hukum yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Para ulama’ salaf telah menetapkan panduan istinbath hukum syara’ atas perbuatan manusia (para seniman/pengajar seni) dengan kaidah ushul sebagai berikut :

اَلأَصْلُ فِيْ الأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ بِالْحُكْمِ الشَّرْعِي

“Asal dari perbuatan (selalu) terikat dengan hukum syara”

Sedangkan kaidah fiqih atas seni sebagai objek benda / sesuatu adalah :

الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يرد دليل التحريم

“Hukum asal benda adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan”

Kaidah fiqh ini disimpulkan sebagaimana firman Allah SWT :

وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tingalkanlah. (TQS. al-Hasyr [59]: 7)”

Demikian juga pada sabda RasuluLlaah Muhammad SAW dibawah ini :

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ )) [حَديثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ وَرَوَيْنَاهُ فِي كِتَابِ الْحُجَّة بإسنادٍ صحيحٍ [

“Dari Abu Muhammad, Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : Tak sempurna iman salah seorang kamu, hingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (Islam).” (Hadits hasan Shahih dalam kitab Al-Hujjah).

Perlu diketahui, semua seni yang pernah atau sedang berkembang di dunia tidak ada yang bebas nilai. Artinya nilai yang terkandung dalam seni pasti dipengaruhi ideologi yang menjadi dasar berpikirnya. Ideologi kapitalisme sekuler meletakkan fundamendal seni harus terpisah dari agama. Lebih parah lagi dalam ideologi sosialisme-komunis harus membuang jauh-jauh dasar agama dalam fundamental seni. Dampak yang terjadi, maka berkembang luas seni yang bebas nilai dan memuja kebebasan. Diantara karya seni yang bernafaskan kebebasan adalah seni eksploitasi manusia telanjang atau umbar aurat sebagai puncak keindahan.

Berbeda jauh dengan seni yang bersendikan syari'at, maka wajib hukumnya karya seni tersebut sesuai koridor Qur'an-Sunnah. Tampak menonjol karya seni syari'at mengeskplorasi keindahan alam, ataupun kaligrafi. Seni rupa ataupun pahat diberikan batasan didalam Islam yaitu tidak membentuk makhluk bernyawa baik utuh ataupun sebagian. Apalagi mengeksploitasi manusia yang mengumbar aurat dan bahkan telanjang. Tampak dari bagaimana RasuluLlaah memberikan batasan seni rupa/pahat dalam beberapa hadits berikut ini :

من صور صورة عذبه الله بها يوم القيامة حتى ينفخ فيها الروح وما هو بنافخ

“Barangsiapa menggambar suatu gambar, maka Allah akan mengazabnya pada Hari Kiamat hingga ia dapat meniupkan ruh kedalamnya, padahal dia tak akan mampu meniupkannya” (HR.Bukhori)

كل مصور في النار يُجعل له بكل صورة صورها نفساً تعذبه في جهنم،قال بن عباس ) فإن كنت لا بد فاعلاً فاجعل الشجر وما لا نفس له(

“Setiap yang menggambar masuk neraka, akan dijadikan baginya nyawa untuk setiap gambar yang dibuatnya yang akan mengazabnya di neraka Jahanna” (HR.Bukhori) dan Ibn Abbas berkata “Jika kamu harus menggambar buatlah pohon atau apa saja yang tak bernyawa.”

Maka tak ayal lagi, perkembangan seni bersendikan syari'at ini membikin para seniman pemuja kebebasan merasa kebakaran jenggot. Sebab eksistensi mereka terancam akibat seni syari'at menyengat seni maksiyat. Wallaahu A'laam bi as-Showaab. [VM]

Posting Komentar untuk "Demo ISI Jogja : Kala Seni Maksiyat Tersengat Syari'at"