Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dangdut Koplo Mengundang Edukasi ataukah Dekadensi?


Oleh : Binti Istiqomah  (Pemerhati Sosial)

Mayoritas dari kita tentu tidak asing lagi bahkan mungkin sudah sangat akrab dengan musik dangdut. Salah satu genre seni musik yang memiliki unsur-unsur Hindustani, Melayu, dan Arab ini mengalami perkembangan sangat pesat terutama di wilayah Indonesia. Pada tahun 1970-an musik dangdut melayu berevolusi menjadi dangdut modern, hal itu sejalan dengan arus politik di Indonesia saat itu yang ramah terhadap budaya Barat dan kemudian disusul dengan lahirnya dangdut koplo pada tahun 2000-an.

Namun dalam perkembangannya tersebut, tampaknya tidak dibarengi dengan kualitas judul ataupun lirik lagu yang seringkali terkesan asal-asalan, kotor, dan tidak mendidik. Disamping itu dari sisi penampilan, penyanyi dengan pakaian serba minimnya kerap kali menyuguhkan sesuatu yang erotis yang sebenarnya tidak layak sama sekali dipertontonkan. Sehingga dangdut koplo justru menimbulkan banyak polemik di berbagai kalangan karena dianggap berbau pornografi dan bisa mengakibatkan dekadensi atau kemunduran moral.

Parahnya, musik yang kerap dijuluki sebagai “Musik Sejuta Umat” ini mempunyai penggemar yang sangat luas karena dianggap mampu mewakili realitas kehidupan terutama untuk kalangan kelas menengah ke bawah. Bagaimana tidak? Kita pasti sering menyaksikan pesta perkawinan di desa-desa yang menggelar hiburan orkes dangdut. Bahkan bisa dibilang seolah-olah menjadi gengsi tersendiri yang bisa mengangkat status sosial pemilik hajatan dimana semakin besar dan terkenal orkes dangdut yang diundang,  maka pujian pun semakin banyak berdatangan.

Pertunjukan dangdut semacam ini juga kerap mewarnai panggung kampanye partai politik, dimana hal-hal semacam ini juga seringkali diwarnai dengan aksi mabuk-mabukan dan tawuran. Sungguh sangat disayangkan jika calon pemimpin yang seharusnya membawa perubahan ke arah yang lebih baik justru melakukan eksploitasi seksual demi bisnis hanya karena ingin menarik dukungan dari masyarakat. Bahkan tidak jarang artis-artis dangdut tersebut terlibat dalam kasus penggunaan obat terlarang, bulan Agustus lalu Unit Reskrim Polsek Tambaksari membekuk dua penyanyi dangdut yang tertangkap basah menggelar pesta sabu bareng relasi alias tamunya di tempat kos Jl. Stren Kali Jagir Pengairan PDAM Wonokromo Surabaya (kabarupdate.net 03/08/2016)

Bagi mereka yang tinggal di daerah jawa bagian timur maupun tengah, tentu tidak akan asing dengan dangdut koplo. Dangdut koplo merupakan metamorphosis dari musik dangdut modern yang muncul pada tahun 2000an. Jenis musik dangdut ini dimainkan oleh grup musik yang biasanya ataupun kadang-kadang lebih menonjolkan goyangan – goyangan erotis serta kemolekan tubuh erotis penyanyi.

Pementasan dangdut koplo seringkali melibatkan anak - anak dibawah umur yang dengan bebas bisa menonton goyangan – goyangan erotis biduannya. Hal ini tentu saja akan berdampak secara psikologis dan moralitas anak. Pada usia anak – anak, mereka akan dengan mudah menyerap segala macam informasi yang datang padanya. Goyangan serta lirik – lirik lagu yang tidak mendidik dapat mempengaruhi tumbuh kembang mereka.

Sungguh ini merupakan pendidikan yang buruk bagi anak-anak dan masyarakat. Pasalnya, penonton musik dangdut koplo ini tidak lagi mengenal batasan usia mulai dari orang lanjut usia bahkan anak-anak yang masih usia belia. Mereka berdiri di depan panggung menyaksikan bahkan menirukan gerakan-gerakan sang biduan. Kata-kata kotor yang ada dalam lirik lagu kerap kali keluar dari mulut mungil mereka, hal ini tidak lain karena anak-anak merupakan peniru ulung dimana mereka mampu menyerap apapun yang bahkan mereka belum pahami. Dan hal tersebut semakin sempurna dengan adanya pembiaran dari orang tua serta masyarakat di sekitarnya, seolah sudah menjadi hal yang lumrah bagi mereka. Padahal bisa saja anak-anak tersebut dikarenakan keingintahuan mereka terhadap kata-kata yang mereka dengar kemudian mereka mencari sendiri di media yang banyak tersedia dan mudah diakses, internet misalnya. Bisa dibayangkan mereka akan mendapati tampilan-tampilan yang mengerikan.

Pertanyaannya, mau sampai kapan hal ini berlanjut ? Banyak orang tua yang sudah semakin abai dengan pendidikan dan kondisi putra-putrinya, bagaimana bisa mereka yang sedari dini sudah diberikan pengajaran tak bermoral nantinya mampu menjadi generasi penerus peradaban ?

Anehnya lagi pertunjukkan hiburan semacam ini justru dilanggengkan dalam ajang pencarian bakat di stasiun-stasiun televisi. Dimana seharusnya mereka dan para penontonnya bisa saling membangun opini, bergerak untuk sesuatu yang lebih penting untuk diperjuangkan. Banyaknya masalah yang kita hadapi dewasa ini justru dimulai dari ketidakpedulian kita terhadap anak. Kontrol masyarakat yang kurang juga menjadi akar permasalahan dari banyaknya kasus pelecehan seksual maupun kriminalitas. Untuk itu sudah saatnya kita berbenah, bahu-membahu dalam kebaikan demi tercapainya kehidupan islam yang diharapkan. Dimana dengan sistem islam negara sebagai perisai umat akan membentengi setiap individu dengan akidah islam sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan. Memperketat seleksi terhadap media penyiaran sehingga tidak ada lagi konten-konten penyebar kemaksiatan. Dan semua itu bisa diwujudkan apabila semua masyarakat saling bersatu dan berjalan dalam satu pemikiran. [VM]

Posting Komentar untuk "Dangdut Koplo Mengundang Edukasi ataukah Dekadensi?"

close