Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ahok Tidak Layak Jadi Pemimpin


Oleh : H. Luthfi H

Bukan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama jika kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak membuat orang dongkol dan jengkel, tersinggung, bahkan marah besar. Kondisi paling akhir, Ahok sok tau dan menuduh Al Qur'an surat Al Maidah ayat 51 telah membodohi umat Islam dalam memberi keputusan memilih pemimpin. 

Lepas dari intrik politik apa atas "produk mulut Ahok" ini, bahwa kenyataan ini menunjukkan bahwa Ahok sesungguhnya manusia yang sangat tidak layak menjadi pemimpin. 

Selain memiliki temperamen yang tidak stabil, sering marah-marah kepada bawahan, yang sangat membuat Ahok terkenal sebagai Gubernur Jakarta adalah kata-kata kotor yang keluar dari mulutnya. Tidak perlu kita contohkan kata-kata kotor tersebut, karena semua sudah sangat dimaklumi masyarakat. Kesimpulan nya sederhana saja, apa yang keluar dari mulut hakikatnya adalah ekspresi apa yang ada dalam kepalanya. 

Ini menjadikan kita sangat meragukan kondisi kejiwaan Ahok jika mau jadi pemimpin. Mengendalikan mulut saja tidak mampu, apalagi mengendalikan rakyat banyak. 

Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta untuk mengedepankan prinsip transparansi dalam melakukan verifikasi kesehatan jasmani maupun rohani kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebelum dia resmi mendaftar sebagai petahana untuk Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2017. 

Hal ini dinilai perlu lantaran Ahok dinilai sering meledak-ledak dan emosional dalam merespons sejumlah isu. Menurut ACTA, hampir semua pihak yang berhubungan dengan Ahok pernah menjadi sasaran amarah, termasuk media massa.

Selain mulutnya seringkali mengeluarkan kata-kata busuk, apa yang dia sebut-sebut juga seringkali sebuah kebohongan. Klaim yang suka dipromosikan oleh tim pendukungnya bahwa Ahok adalah pemimpin yang bersih, profesional, elegan, konsisten, sementara yang lain dikesankan munafik, juga hanyalah sebuah bualan.

Dia sering mengatakan bahwa dia bersih dan yang lain munafik. Itu yang keluar dari mulut Ahok. Kaum muslimin di negeri ini sesungguhnya sudah memiliki standar baku apa itu munafik. Yang namanya munafik adalah apabila dia berkata dia bohong, dipercaya dia khianat, dan jika berjanji ia ingkar. Imam Bukhari meriwayatkan;

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَان

Dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tanda-tanda munafiq ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat dia khianat". 

Dan sifat-sifat itu kenyataannya ada pada Ahok. Dia mengatakan dan menuduh orang lain melakukan tindakan SARA, padahal dia yang nyata-nyata melakukan tindakan SARA. Inilah bukti kemunafikan yang sesungguhnya. 

Fakta juga menunjukkan bahwa Ahok adalah pemimpin yang paling tidak konsekuen. Ahok dalam berpolitik mengaku dan sesumbar melakukannya dengan elegan. Di suatu kesempatan Ahok ngomong: "Saya konsisten berpolitik yang elegan, jujur dan terbuka'. Di kesempatan berikutnya, di News Megapolitan dia juga sesumbar: "Saya berhenti dari Partai, bukan kutu loncat". Namun dari mulut yang sama kemudian keluar kata-kata: "Saya memang kutu loncat". 

Saat Ahok masih merintis jalur independen untuk jadi Gubernur, News Megapolitan mencatat kalimat bahwa "Ahok pilih gagal jadi Gubernur jika harus meninggalkan "teman Ahok". Bahkan Ahok juga pernah menegaskan bahwa dukungan Partai tidak mencerminkan suara warga. Dan saat bertemu dengan "teman Ahok", Ahok pun tetap masih membantah bahwa ia akan deklarasi ikut partai. Namun terakhir kalinya, akhirnya Ahok pilih maju lewat Partai Politik. Inilah contoh nyata manusia KAFIR MUNAFIK.

Ahok juga sesumbar dia bersih dari tindak korupsi. Namun kenyataan berbicara bahwa dia adalah koruptor yang tidak jauh beda dengan leluhur leluhurnya. Kasus Rumah Sakit Sumber Waras adalah bukti yang paling terang benderang. Bahkan publik sudah sangat faham akan posisi KPK yang melindungi Ahok. Bahkan banyak menengarai bahwa yang melindungi Ahok atas korupsi RS Sumber Waras adalah Jokowi sendiri. Wartawan senior Edy A Effendi membongkar alasan KPK melindungi dugaan korupsi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus RS Sumber Waras. Menurut Edy, KPK dikendalikan Jokowi agar tidak menjadikan tersangka Ahok dalam kasus RS Sumber Waras.“

Selain itu pula Ahok adalah sosok yang arogan. Manusia seperti ini bukan saja tidak layak jadi pemimpin, namun dia akan berbahaya jika jadi pemimpin. Karena kedudukan kepemimpinan adalah posisi puncak yang memiliki wewenang untuk menggunakan alat negara. 

Bukti di lapangan telah berulangkali terjadi bahwa alat negara digunakan oleh Ahok untuk melakukan berbagai penggusuran beberapa kawasan di Jakarta. Hanya di era Ahok penggusuran dengan menggunakan Polisi dan Tentara. Tak tanggung-tanggung, Gubernur DKI Jakarta Ahok pernah meminta bantuan 1.000 personel Brimob bersenjata lengkap saat gusur Kalijodo. Dan kita memahami sekali, semua itu dilakukan oleh Ahok untuk memenuhi janji-janjinya. Bukan kepada rakyat, tapi tuannya para Konglomerat. 

Kaum muslimin...

Nalar normal dan tidak amnesia semakin meyakinkan bahwa manusia seperti Ahok sangat tidak layak jadi pemimpin. 

Namun sayang, kita tidak berada dalam sistem nalar normal, kita berada pada sistem Democrazy Korporasi, yang dalam pemilu merekalah dalang segalanya. Duit lah yang menjadi penentu. Ibarat kata, "Monyet" pun niscaya bisa terpilih jadi pemimpin atau kepala daerah jika Korporasi setuju dan merestuinya. 

Kenyataan inilah yang harus semakin disadari kaum muslimin. Kaum muslimin tidak boleh lagi menjadi bidak, cucunguk atau kecoa yang melayani kepentingan Korporasi dalam Pesta Democrazy mereka. 

Kita harus membangun sistem kita sendiri. Sulit dan berat memang, namun semua itu bukan mustahil. Sistem Khilafah Islamiyyah ala Minhaj Nubuwwah. Semoga.[VM]

Posting Komentar untuk "Ahok Tidak Layak Jadi Pemimpin"

close