Indonesia Darurat Sakit Jiwa


Oleh: Nofi Kurniasih, S.Pd
(Aktivis Muslimah HTI Banyumas)

Banyak orang terus menerus mengalami gangguan pada kesehatan mentalnya akibat berbagai persoalan hidup. Jika tidak segara ditangani, kondisi ini beresiko berkembang menjadi sakit jiwa. Sakit jiwa adalah gangguan mental yang berdampak kepada mood, pola pikir, hingga tingkah laku secara umum. Seseorang disebut mengalami sakit jiwa jika gejala yang dialaminya menyebabkan sering stres dan menjadikannya tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.

Adapun ciri-ciri orang yang mengalami sakit jiwa adalah(1) menarik diri dari interaksi sosial, (2) kesulitan mengorientasikan waktu,tempat dan orang, (3) mengalami penurunan daya ingat, (4) mengabaikan kebersihan dan penampilan, (5) perasaannya selalu berubah-ubah, (6) perilakunya aneh, (7) enggan melakukan apa-apa. Melihat fenomena di Indonesia, dapatlah kita lihat banyaknya orang yang sakit jiwa yang banyak kita jumpai terutama di kota-kota besar. Contohnya di Jakarta, hampir setiap hari Dinas Sosial DKI Jakarta mengamankan orang dengan gangguan kejiwaan yang berkeliaran di jalanan ibu kota. Usia meraka rata-rata diatas 20 tahun, kebanyakan mengalami gangguan kejiwaan karena faktor ekonomi. Mereka menjadi ‘korban’ kerasnya hidup di Jakarta.

“Yang kami temukan kebanyakan orang yang sakit jiwa bukan dari Jakarta. Meraka kaum urban yang datang ke Jakarta, namun gagal”, kata Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan. (merdeka.com, selasa 11/10). Secara medis ada tiga faktor yang menyebabakan  seseorang menderita gangguan jiwa. Pertama, faktor keturunan (genetik). Sejarah keluarga atau orang tuanya menderita gangguan jiwa, sehingga dia berpotensi mengalami hal yang sama. Kedua, faktor kepribadian. Gangguan jiwa tidak lepas dari proses ia dibesarkan oleh keluarganya, kepribadiannya menjadi rapuh mentalnya mudah terguncang. Ketiga, faktor lingkungan (sosio kultural). Tempat hidup seseorang secara tidak langsung bisa membuatnya depresi, stress hingga berujung pada kejiwaan.

Data Departemen kesehatan pada tahun 2014, tercatat 1 juta penderita gangguan jiwa berat dan 19 juta jiwa penderita gangguan jiwa ringan di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 385.7000 orang atau 2,03 persen penderita gangguan jiwa hidup di Jakarta. Kondisi gangguan kejiwaan lebih banyak di picu oleh masalah ekonomi. Kehidupan dalam sistem kapitalis sekarang ini memang menuntut individu yang kuat  dan mampu menopang perekonomian sendiri, sementara secara sistem dalam hal ini peranan pemerintah mulai abai dalam hal pemenuhan hak-hak individu. Persaingan dalam hak pemenuhan kebutuhan hidup sehinggamasyarakat harus benar-benar bertarung dengan keadaan yang semakin keras. Walhasil lebih banyak masyarakat yag mengalami sakit jiwa, sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis ini. 

Berbeda dalam Islam, ketika Islam diterapkan dalam sebuah sistem kehidupan, maka urusan pemenuhan hidup bagi masyarakat adalah tanggung jawab negara. Kesejahterahan terjamin dan masyarakat bekerja karena dorongan iman bahwa setiap laki-laki harus bekerja dengan lapangan pekerjaan yang di siapkan oleh pemerintah, sehingga tidak sampai kaum pria manganggur atau jadi gelandangan bahkan sampai mengalami depresi, stress dan gila karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem Islam sebagai sistem yang adil dan manusiawi dalam mengurisi persoalan di masyarakat.[VM]

Posting Komentar untuk "Indonesia Darurat Sakit Jiwa"