Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Krisis Identitas Melanda Generasi


Oleh : Lilis Holisah, S.Pd.I 
(DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Provinsi Banten)

Generasi muda adalah aset bangsa di masa yang akan datang. Generasi muda lah yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini ke depan. Kualitas pemimpin masa depan ditentukan oleh kualitas generasi  muda saat ini. Maka menyiapkan generasi saat ini adalah investasi terbaik untuk mendapatkan pemimpin terbaik di masa depan.

Hanya saja, gempuran budaya barat tak terbendung menyasar generasi bangsa ini. Budaya barat yang berlawanan dengan norma-norma yang berkembang di masyarakat mengikis sedikit demi sedikit adat kesopanan dan keramahannya. Generasi bangsa ini membebek habis-habisan budaya barat meski itu bertentangan dengan ajaran agamanya.

Generasi bangsa ini telah kehilangan identitasnya sebagai generasi sebuah bangsa yang menjunjung tinggi norma agama. Dahulu, di masa kakek nenek mereka, ajaran agama masih sangat erat dipegang kuat. Namun saat ini, ajaran agama sudah tidak lagi diindahkan. Agama hanya dijadikan ‘pelarian’ ketika menghadapi kesulitan dan musibah. Agama hanya dijadikan tempat untuk mencari ketenangan semata. Agama tidak lagi dijadikan sandaran bagi kehidupan. Agama hanya ditempatkan di sudut-sudut masjid, ruang privat di dalam rumah. Agama tidak lagi dijadikan sebagai sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berbagai kerusakan terjadi akibat jauhnya manusia dari Tuhannya. Aborsi di kalangan remaja terjadi sangat cepat. Seks sebelum menikah merata di generasi yang tinggal di perkotaan, meski tidak menjadi jaminan yang tinggal di kampungpun aman dari seks sebelum nikah. Narkoba sudah merambah ke dunia anak-anak SD. Kejahatan pun tak ketinggalan menyasar generasi. Sampai pada perilaku seks menyimpang juga, generasi muda tak ketinggalan mengikutinya sebagai sebuah tren dan gaya hidup. Tawuran pelajar, geng motor sampai pesta seks setelah ujian adalah sekian dari kerusakan generasi masa kini. Kerusakan generasi yang demikian parahnya tak terelakkan lagi.

Bagaimana nasib bangsa ini ke depan jika generasi sekarang dihancurkan, dilemahkan secara sistemik? Padahal mereka lah yang nanti akan menjadi penerus kehidupan bangsa ini. Jika generasi sekarang dihancurkan secara massif dengan budaya-budaya yang menyimpang dan menyesatkan, narkoba, maka krisis kepemimpinan bangsa ini ke depan menjadi sebuah keniscayaan. Tak pelak lagi, bangsa ini akan dipimpin oleh pemimpin yang lemah tak berdaya.

Pelemahan generasi didukung kuat oleh peran media yang secara massif mempropagandakan budaya barat lewat iklan, film, musik, sinetron, buku, majalah dan sosial media yang berkembang pesat. Teknologi internet memberikan akses yang luas kepada generasi untuk mengakses konten yang kontraproduktif dengan keberislaman seorang generasi muda. 

Orang tua acapkali lalai dalam membimbing dan mengawasi generasi, membiarkan mereka terlena dibuai oleh gadget canggih kekinian. Seolah kasih sayang, perhatian bisa tergantikan dengan ‘pemberian mewah’ berupa gadget paling mutakhir. Orang tua terlalu disibukkan oleh upaya mengejar materi, sehingga pembinaan kepada keluarga dan generasi terabaikan. Jadilah produk yang ada sekarang adalah generasi yang ‘broken home’, kehilangan kasih sayang dan perhatian dari keluarga. Jangankan mendapat pembinaan spiritual dari orang tua, mendapat perhatian dan kasih sayang pun kiranya merupakan ‘hal yang mewah dan istimewa’ jika tidak ingin disebut langka. Ya, pendidikan agama dalam keluarga sepertinya saat ini telah terkikis dari keluarga-kelaurga muslim. Terkadang, jika pun sebuah keluarga memiliki kesadaran untuk mendapatkan pendidikan agama, kewajiban tersebut dialihkan dan dibebankan kepada guru. Dangkalnya aqidah generasi adalah satu dari sekian penyebab kerusakan generasi dan krisis identitas yang melanda generasi.

Lebih dari itu, kurikulum pendidikan yang sekuler berkontribusi membentuk karakter generasi yang sekuler. Generasi sekuler adalah bentukan sistem pendidikan yang sekuler. Generasi sekuler tidak peduli tentang kewajiban terikat dengan hukum-hukum Sang Pencipta. Generasi sekuler adalah generasi yang mengedepankan keuntungan duniawi, tidak berpikir bagaimana sistem Sang Pencipta diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan generasi sekuler lah yang terdepan menghalangi perjuangan penegakkan sistem Islam. Mereka berada di garda terdepan dalam menolak perjuangan penegakkan Islam kaffah dalam seluruh sendi kehidupan. Ya, generasi sekuler lah yang saat ini kita saksikan berkeliaran di televisi mengikuti kontes-kontes kecantikan, audisi menyanyi, audisi bintang film dan sinetron, pemilihan model, dan lain-lain.

Masyarakat saat ini lebih mengarah kepada kepentingan individu dan keluarganya. Tidak peduli dengan keadaan sekitar. Masyarakat banyak diam ketika terjadi kemungkaran di depan matanya. Padahal banyak sekali kebijakan-kebijakan penguasa negeri ini yang dzalim, yang seharusnya menjadi bahan koreksi kepada penguasa, namun banyak dari masyarakat diam seribu basa. Terlalu ‘lemah dan takut’ untuk menyuarakan kebenaran. Karena bisa jadi ada konsekuensi logis dari berani menyuarakan kebenaran tersebut. Apakah akan ada pemecatan terhadap orang-ornag yang berani ‘bersuara benar’ ataukah akan dikucilkan masyarakat lainya, atau akan dipersulit memperoleh pelayanan publik. Segala sesuatu pasti ada konsekuensinya. Melakukan kesalahan, kejahatan, diam pasti ada konsekuensinya. Begitu juga menyuarakan kebenaran juga memiliki konsekuensi. Segala pilihan hidup selalu ada konsekuensi. Tinggal apakah kita siap menerima segala konsekuensi tersebut atau tidak.

Demikianlah kondisi kekinian generasi negeri ini. Mereka telah kehilangan identitas, mudah mengekor kepada Barat yang jelas-jelas secara the facto telah menjajah negeri seribu pulau – Indonesia.

Sesungguhnya apa yang terjadi di negeri ini, kondisi negeri yang carut marut, kondisi generasi yang lemah adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme – sekuler. Dimana, keberadaan penerapan sistem kapitalisme – sekuler telah mensterilkan peran agama dalam kancah kehidupan. Agama tidak diberikan ruang untuk mengatur kehidupan. Agama tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan setiap problem yang muncul. Agama hanya ditempatkan pada ruang-ruang privat individu. Agama hanya sekedar seremonial dalam acara pernikahan, syukuran, kelahiran dan kematian. Selebihnya, agama hanya sekedar pajangan, pelengkap dalam kartu identitas yang disebut KTP. Semua itu menjadi sebuah ironi, di tengah kehidupan masyarakat yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Bahkan negeri ini merupakan negeri muslim terbesar di dunia, namun semangat keberislaman muslimnya masih jauh panggang dari api.

Adalah sebuah pekerjaan yang besar untuk mengembalikan generasi pada posisinya sebagai agen perubah. Peran generasi sebagai agent of change inilah yang membutuhkan arahan dan petunjuk. Karenanya generasi muda membutuhkan guiden untuk menemukan identitasnya. Dan hanya Islam yang mampu mengarahkan dan menunjuki generasi dan menempatkannya pada posisinya yang mulia. Khilafah akan memuliakan generasi dengan menempatkannya sebagai garda terdepan dalam arus perubahan. [VM]

Posting Komentar untuk "Krisis Identitas Melanda Generasi"

close