Obat Palsu, Butuh Sistem yang Tak Palsu
Belum lama ini dibongkar kasus pembuatan obat-obatan ilegal oleh Tim Gabungan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bersama Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Hasilnya, ditemukan lima gudang produksi dan distribusi obat ilegal di Komplek pergudangan Surya Balaraja Blok E-19, F-36, H-16, H-24 dan I-19, di Jalan Raya Serang KM 28 Balaraja, Banten.
Dari lima gudang itu, ditemukan 42.480.000 butir obat-obatan dari berbagai merek, dan peralatan yang digunakan untuk membuat obat ilegal seperti mixer, mesin pencetak tablet, mesin penyalut atau coating, mesin stripping, dan mesin filling. Serta ditemukan bahan baku obat, bahan kemasan, maupun jenis obat tradisional (PilarBerita.com).
Menurut Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, obat yang dipalsukan diantaranya jenis Trihexyphenydyl, Heximer, yang merupakan obat anti Parkinson yang bila digunakan berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan dan mempengaruhi aktifitas mental. Ada juga obat Analgetika antinyeri Tramadol, Carnophen dan Somadryl yang memiliki kandungan bahan aktif Carisprodol yang dapat menimbulkan efek halusinasi.
Adapun modus para pelaku kejahatan ini adalah dengan memproduksi obat yang sudah dibatalkan nomor izin edarnya, memalsukan obat yang telah memiliki izin edar, serta mencampur bahan kimia obat dalam obat tradisional.
Seharusnya pihak BPOM melakukan peningkatan pengawasan kepada distributor maupun tempat penjualan obat yang ada di seluruh Indonesia. Hal ini karena masyarakat masih sangat minim pemahaman tentang obat-obatan ilegal, apalagi peredarannya.
Di sektor hulu, perusahaan farmasi yang memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan quality control terhadap produknya di pasaran harus bertanggung jawab terhadap maraknya peredaran obat palsu, tidak cukup hanya menangkap pedagang ecerannya. Di hulunya harus ditindak tegas. Jika kemudian kasus ini berulang, peran masyarakat (sektor hilir) sangat dibutuhkan. Masyarakat harus teliti. Masyarakat harus melapor jika menemukan kejanggalan bentuk obat.
Pada aspek hukum, pelaku tindakan pemalsuan dan pengedaran obat berkadaluarsa harus ditindak tegas dan dihukum seberat-beratnya karena dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian, akan ada efek jera terhadap sindikat pemalsuan obat dan peredarannya. Namun, semua upaya ini tidak akan bisa optimal jika dilakukan di sistem sekarang, ditengah sistem yang cenderung menambal sulam masalah dengan solusi palsu. Kita butuh sistem yang tidak hanya mempunyai efek jera terhadap pelaku kejahatan, namun juga sistem yang mampu mencegah (meminimalisir) kejahatan itu terjadi. Semua ini hanya dimiliki oleh sistem Islam kaffah.[VM]
Pengirim : Isma (MHTI Kab. Bogor)
Posting Komentar untuk "Obat Palsu, Butuh Sistem yang Tak Palsu"