Mewujudkan Kehidupan Islami


Oleh : Eko Susanto, Kediri

Sesungguhnya, siapa saja yang dengan cermat mengamati  keadaan dunia sebelum diutusnya Muhammad ﷺ maka dia akan menemukan dunia berlalu dengan diwarnai berbagai kerusakan, dominasi kezaliman, dan tenggelam dalam kesesatan. Kezaliman dalam politik, kezaliman social, kezaliman ekonomi, kesesatan-kesesatan aqidah, kesesatan pemikiran, kesesatan-kesesatan dalam jiwa, dan lain sebagainya. Kondisi ini terus berlangsung, bahkan sampai diutusnya rasulullah ﷺ , kezaliman dan kesesatan-kesesatan itu belum bisa berkurang atau lenyap ketika rasululloh ﷺ memiliki kekuasaan yang menopang dakwah beliau, yaitu Daulah di Madinah. Sejak bai’at aqobah kedua dan dilanjutkan hijrahnya Rasululloh ﷺ ke Madinah, sebenarnya sejak saat itulah (bai’at aqobah kedua) pengambil alihan kekuasaan telah dilakukan oleh Rasululloh ﷺ, karena beserta dengan itu kekuasaan yang dimiliki suku Aus dan Khazraz telah diberikan atau berpindah kepada Rasululloh ﷺ. Dengan demikian, beliau berkedudukan sebagai kepala Negara, qadli, dan panglima militer. Beliu ﷺ memelihara berbagai urusan kaum Muslim dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan diantara mereka. Jadi, sejak tiba di Madinah, beliau telah mendirikan Daulah Islam.

Seiring berjalannya waktu, masa Kenabian telah berakhir, meskipun demikian tonggak kepemimpinan bagi kaum Muslim belum berakhir. Alloh SWT telah menyiapkan manusia-manusia pilihan untuk mengurusi urusan kaum Muslim,dimulailah masa Ke-khilafahan dalam Islam. Dengan keagungan dan kemuliaannya Islam dan kaum Muslim memperoleh masa kejayaannya. Akan tetapi, kezaliman dalam sebuah pemerintahan adalah laksana penyakit yang ada pada diri manusia, yang akan mendatangkan kematian padanya dalam jangka waktu tertentu. Maka kezaliman yang ada dalam sebuah pemerintahan juga akan segera menggiringnya  pada kehancuran, akibat terjadinya komplikasi penyakit di dalam pemerintahan dan hanya Alloh yang tahu pasti kapan kehancuran itu akan terjadi. Ke-khilafahan Islam pun hancur, pada tanggal 3 Maret 1924 M, Musthafa mengadakan sidang Komite Nasional dengan rumusan yang sudah ditetapkan, yaitu menetapkan penghapusan khilafah, mengusir khalifah, dan memisahkan agama dari Negara. Keburukan demi keburukan telah menimpa kaum muslim sejak runtuhnya Khilafah Islam.

Pemisah-misahan Islam sebagai agama ritual dan politik akan sangat berdampak buruk bagi kelangsungan hidup umat Islam. Islam akan terbagi menjadi dua kutub yang seolah-olah saling berseberangan, yang mungkin sering disebut sebagai Islam tradisionalis dan Islam fundamentalis, yang mana kedua istilah ini sebenarnya upaya untuk mengkotak-kotakkan masyarakat Islam. Barat khususnya yang memiliki kepentingan terhadap pemisahan tersebut berharap,dengan tidak bersatunya dua kutub ini akan lebih memberikan kemudahan bagi mereka untuk melakukan hegemoni diberbagai belahan bumi Islam. Jangan sampai keterceraiberaian umat Islam setelah Khilafah runtuh dapat dipersatukan kembali. Bagi barat akan sangat sulit untuk mengeruk,menjarah dan merampok kekayaan bumi umat Islam jika umat Islam bersatu kembali. Kembalinya kekuasaan bagi umat Islam akan menjadi momok dan mimpi buruk yang sangat menakutkan bagi barat. Mereka dengan berbagai daya upaya, mengerahkan tenaga, waktu,biaya dan kemampuan mereka untuk mencegah agar kekuatan Islam politik tidak bangkit dikancah kehidupan.

Meskipun demikian, umat Islam tak sebodoh yang mereka fikir, hanya orang-orang munafiklah yang telah menghancurkan Islam dari dalam, yang rela menjadi penjilat bagi orang-orang kafir. Entah apa yang mereka dapatkan, yang pasti merekalah orang-orang yang telah menanggalkan Islam untuk mendapatkan kehinaan didunia dan akhirat. Dari mulut merekalah timbul api fitnah ditubuh umat Islam, yang berlarut-larut dan sulit untuk dipadamkan.

Berkata Imam Al-Ghazali “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah pondasi, dan kekuasaan adalah penjaga, sesuatu tanpa pondasi pasti akan runtuh dan sesuatu tanpa penjaga pasti akan hilang”. Mau tidak mau kekuasaan Islam harus segera diraih, sudah cukup penderitaan umat Islam harus segera diakhiri. Dengan kembalinya Islam politik akan membawa angin segar bagi kaum Muslimin untuk meraih kekuasaan yang dijanjikan oleh Alloh SWT dalam Al-ur’an Surat An-Nur : 55 menyebutkan :

“dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa…”

Situasi Politik Umat Islam Saat Ini

Kondisi umat Islam dewasa ini sangatlah buruk sehingga akan membuat muslim siapa pun merasakan puncak keprihatinan dan kesedihan yang tiada tara. Umat Islam ditimpa kebodohan, kemiskinan, terpecah-belah, dan terjauhkan dari nilai-nilai Islam. Yang lebih memilukan lagi, sejak hancurnya Khilafah Utsmaniyah di Turki tahun 1924, negeri-negeri Islam dengan sendirinya menjadi Darul Kufur yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur yang dipaksakan secara kejam oleh para penjajah kafir dan antek-anteknya dari kalangan penguasa kaum muslimin. Umat Islam setelah itu diharuskan menjalani kehidupan yang tidak Islami (al hayah ghair al islamiyah) setelah sebelumnya mereka mengecap kebahagiaan hidup dalam kehidupan Islam selama berabad-abad lamanya. Islam hanya tinggal sebagai agama ritual yang tak jauh beda dengan agama Nashrani dan agama-agama kafir lainnya. Para penjajah kafir berhasil melaksanakan kehendaknya untuk melakukan sekularisasi, yakni memisahkan agama dari kehidupan dan menjauhkan Islam dari kehidupan bernegara. (Zallum, Abdul Qadim, Barnamij Hizbit Tahrir li Taghyir Waqi’ Al Ummah, hal. 1). Sudah hampir satu abad lamanya, setelah runtuhnya khilafah Islam situasi dan kondisi buruk yang telah dan masih mengungkung kita saat ini begitu tajam dan keras menghimpit belum juga usai, sehingga bagaimnapun bodoh dan dungunya seseorang, niscaya ia akan bisa merasakannya. Dimasa kejayaannya, seorang kepala Negara Islam (atau siapapun yang menjadi penguasa) tidak akan keluar dari negaranya kecuali menjadi seorang panglima perang bagi tentaranya, untuk menyongsong kemuliaan dan keluhuran, serta untuk meninggikan kebenaran (al-haq) dan menyebarluaskan cahaya Islam; lalau (saat ini) para pemimpin itu tidak keluar dari bumi kaum Muslim kecuali menjadi peziarah Gedung Putih, Downing Street, atau Kremlin, untuk menerima berbagai macam perintah dari para majikannya (yaitu pemimpin Negara maju) disana, dan sebelum kembali kenegerinya mereka bermain rolet, dicekoki berbagai macam minuman keras yang memabukkan, dan kembali ke negeri-negeri kaum muslim untuk melaksanakan titah majikannya sepenuhnya,tanpa kecuali. Dimasa kejayaannya surat-surat (kenegaran) yang dikirim oleh para penguasa muslim  kepada penguasa kafir (apalagi penguasa yang menjadi penghalang dakwah Islam) dimulai dengan ungkapan berikut : “Dari hamba Alloh, Harun al-Rasyid, Amirul Mukminin, kepada Nikfur, anjing Romawi; lalu pada saat ini surat-surat dari penguasa kita yang ditujkan kepada mereka yang membunuh ribuan kaum Muslim, menghancurkan dan meluluhlantakkan rumah-rumah tempat tinggal mereka,dimulai dengan :”dari Muhammad Anwar Sadat, kepada yang mulia Begin, atau yang mulia Kisingger”. Dimasa kejayaannya, “tiga ribu prajurit Muslim di Mu’tah, menantang, bergulat, merisaukan menciutkan hati lebih dari seratus ribu tentara Romawi hingga lari ketakutan. Lalu (saat ini) satu milyar kaum Muslim gentar dihadapan tiga juta manusia lemah, Yahudi yang datang dari tempat yang terserak terpisah-pisah, yang telah Alloh hinakan dan kerendahan atas mereka. Inilah sedikit gambaran tentang kondisi kaum Muslim saat ini, adakah kemunduran yang lebih parah setelah kemunduran seperti ini ?. contoh diatas adalah salah satu dari lautan  kemunduran umat Islam ditinjau dalam satu bidang politik, jika kita mengetahui kemunduran dari bidang ekonomi, kemasyarakatan, pendidikan, peradilan maka akan kita dapatkan kemunduran yang lebih dalam lagi.

Serangkaian protes dan demonstrasi diseluruh timur tengah dan afrika utara telah dikenal luas dengan sebutan “the Arab Spring”. Rangkaian ini berawal dari protes pertama yang terjadi di Tunisia tanggal 18 Desember 2010 setelah pembakaran mohammed Boauzizi dalam protes atas korupsi dan perawatan kesehatan. Dengan kesuksesan protes di Tunisia, gelombang demonstrasi menjalar ke Aljazair,Yordania, Mesir, Suriah, Irak, Libya, Lebanon, Maroko, Oman, Bahrain, dan Yaman.  Hampir semua menuntut penggulingan kekuasaan, artinya ;rasa muak yang mendarah daging dalam diri mereka sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata, sehingga menggerakkan masyarakat untuk turun kejalan menuntut perubahan. Lalu bagaimanakah hasilnya ?, di Tunisia gelombang protes dimulai pada tanggal 18 Desember 2010 dan dihentikan pada maret 2011 dengan hasil: Zine El Abidine Ben Ali digulingkan, kemudian melarikan diri ke Arab Saudi, perdana menteri Ghannauchi mengundurkan diri, pembubaran polisi politik, pembubaran RCD (bekas partai berkuasa di Tunisia dan pencairan semua asetnya), pembebasan tahanan politik, pemilihan majlis konstituante tanggal 23 Oktober 2011; dengan korban tewas kurang lebih 223 orang. Di Libya, protes dimulai tanggal 27 Desember 2010, pemerintah digulingkan pada 23 september 2011 dan perang berakhir pada 23 Oktober 2011. Hasilnya Muammar Gaddafi digulingkan dan terbunuh pada tanggal 20 Oktober 2011, pasukan oposisi menguasai hampir semua kota-kota di Libya, pembentukan dewan transisi Nasional, dan perang saudara yang berakhir pada 23 Oktober 2011. Dengan memakan korban kurang lebih 30.000-40.000. di Mesir gelombang protes dimulai tanggal 25 Januari 2011, revolusi mesir berjalan sampai 11 februari 2011, hasilnya; Hosni Mubarak digulingkan, Mubarak didakwa membunuh pengunjuk rasa, perdana menteri Nazil dan Shafik mengundurkan diri, pengambil alihan kekuasaan oleh Angkatan bersenjata, penangguhan konstitusi, pembubaran parlemen, pembubaran badan investigasi keamanan Negara, pembubaran NDP, serta pengadilan Mubarak, keluarganya dan bekas menteri-menterinya. Korban meninggal kurang lebih 846. Dan yang lain yang saat ini masih terus berlangsung.

Melihat fakta yang terjadi diatas, dengan beberapa hasil yang tercapai; memperlihatkan bahwa  pengambil alihan kekuasaan telah terjadi melalui revolusi massa. Masyarakat menuntut pembubaran kekuasan agar diganti dengan kekuasaaan lain yang sesuai dengan tuntutannya. Apakah cara seperti ini berhasil ? fakta menunjukkan ternyata pemerintahan yang digulingkan hanya berganti orang saja, tanpa berganti systemnya. Akhirnya penindasan baru masih terulang dan terus berulang, akibat sytem demokrasi yang masih diagung-agungkan pada negeri tersebut.

Lalu bagaimana seharusnya Islam memandang, agar revolusi social seperti ini berhasil ? artinya, tidak hanya perubahan rezim saja, akan tetapi juga perubahan system, dimana Negara berpijak dalam mengatur dan mengurusi rakyatnya.

Metode Syari Menerapkan Islam

Berdasarkan kajian terhadap nash-nash syara’ dalam Al Qur`an dan As Sunnah (termasuk juga Sirah Nabawiyah), maka garis-garis besar langkah perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam dapat disarikan sebagai berikut:

(1). Perjuangan wajib berupa amal jama’i (perjuangan berkelompok). Sebab melanjutkan kehidupan Islam dengan jalan mendirikan Khilafah adalah tugas yang sangat berat yang tidak akan mampu dipikul oleh individu-individu. Karena itu, umat wajib berkelompok (berjamaah) untuk mendirikan Khilafah, sebab tanpa berkelompok tak mungkin kewajiban mulia itu dapat terealisir secara sempurna. Kaidah syara’ menetapkan: Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib

“Jika sebuah  kewajiban tidak sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”

Selain itu, berdirinya jamaah yang menyeru kepada Islam dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar adalah wajib pula berdasarkan firman Allah SWT:

“(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali-Imran [3]: 104).

(2). Perjuangan wajib berupa aktivitas politik (amal siyasi). Dan amal jama'i ini pun harus berupa aktivitas politik dan tidak boleh bergerak di luar aktivitas politik. Sebab, menegakkan sistem Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah adalah suatu aktivitas politik. Demikian pula usaha mengembalikan penerapan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah suatu aktivitas politik, dan itu tidak akan mungkin terwujud kecuali berupa aktivitas politik. sehingga metode yang relevan untuk mendirikannya tentunya adalah melalui pendekatan aktivitas politik.

(3) Partai/kelompok politik yang berjuang wajib mengadopsi  ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum Islam dalam kedudukannya sebagai sebuah partai. Sebab, sebuah partai politik —untuk dapat dikatakan sebagai sebuah partai— wajiblah dia mengadopsi (mentabanni) ide-ide tertentu berikut tata pelaksanaannya secara mendetail, sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam perjuangannya, yaitu  untuk melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam dengan jalan menegakkan Daulah Khilafah sekaligus mengangkat seorang Khalifah. Hal ini adalah wajib secara syar’i sebab tanpa mengadopsi berbagai ide, pendapat, dan hukum syara’, tidak akan sempurna langkah perjuangannya, baik sebelum maupun sesudah merebut kekuasaan demi menerapkan Islam.

(4) Partai/kelompok politik dalam berjuang wajib selalu terikat dengan hukum syara' . Sebab hukum syara’ adalah asas bagi seluruh tindakan dan aktivitas perjuangan dan standar dalam menentukan sikap terhadap berbagai pemikiran, peristiwa, dan kejadian dalam masyarakat. Terikat dengan syara’ adalah wajib atas individu, kelompok, maupun Negara. sesuai kaidah syar’iyah:

Al Ashlu fi al af’al at taqayyudu bi al hukm asy syar’i

“Hukum asal  perbuatan manusia itu wajib terikat dengan hukum syara.”

Oleh karena itu, sikap yang dimunculkan haruslah  berterus terang, berani dan tegas serta menentang setiap hal yang bertentangan dengan Islam, baik berupa ideologi, agama, aqidah, pemikiran, persepsi, adat-istiadat dan tradisi sekalipun harus menghadapi fanatisme pengikutnya. Seluruh agama selain Islam seperti Yahudi dan Nasrani, atau seluruh ideologi di dunia selain ideologi Islam seperti komunisme-sosialisme dan kapitalisme harus dinyatakan agama-agama dan ideologi-ideologi kufur; dan bahwasanya orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah kafir; serta siapa saja yang meyakini kapitalisme, komunisme-sosialisme berarti ia telah kafir.

(5) Partai politik tidak boleh bergabung dengan sistem pemerintahan kufur, misalnya dengan menjadi presiden, anggota parlemen, atau menjadi anggota kabinet. Sebab hal ini berarti bergabung (musyarakah) dengan hukum-hukum kufur yang jelas-jelas haram hukumnya bagi kaum muslimin. Allah SWT berfirman:

“Siapa saja yang tidak menerapkan hukum berdasarkan dengan apa yang diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an dan As Sunnah), maka mereka itulah tergolong orang-orang kafir.” (Qs. Al-Maa’idah [5]: 44).

Bergabung dalam sistem pemerintahan kufur berarti melestarikan sistem yang mereka terapkan yang jelas-jelas kerusakan dan kekufurannya.  Sebaliknya, yang wajib dilakukan adalah mengguncang posisi mereka, menggugat dan mendobrak sistem perundangan kufur yang mereka terapkan atas kaum kaum muslimin, dalam rangka mengembalikan penerapan dan pelaksanaan hukum-hukum Islam secara total.

(6) Partai politik wajib berjuang untuk menerapkan Islam secara sempurna (tidak secara parsial dan tidak bertahap). Partai politik wajib berjuang untuk menerapkan Islam secara keseluruhan yang meliputi seluruh hukum syara', baik yang berkaitan dengan ibadah, mu'amalah, akhlaq maupun peraturan (perundang-undangan).

(7) Partai/kelompok politik tidak boleh menggunakan kekerasan (fisik) dalam perjuangannya. Meskipun perjuangan dalam berdakwah senantiasa dilakukan dengan dengan cara yang jelas, terang-terangan, dan menantang —sesuai yang dilakukan Rasul SAW— akan tetapi aktivitas ini hanya terbatas pada aktivitas-aktivitas politik dan tidak menggunakan cara-cara fisik/kekerasan dalam melawan penguasa, atau siapa saja yang menghalang-halangi dakwahnya, termasuk terhadap mereka yang telah menyiksa anggota-anggotanya.

(8) Langkah perjuangan partai/kelompok politik wajib meneladani langkah sirah/perjalanan dakwah Rasulullah ﷺ, semenjak beliau diutus sebagai Rasul dalam menegakkan daulah dan mengubah Darul kufur menjadi Darul Islam. Sesuai perjalanan dakwah Rasulullah, partai politik menjalani 3 (tiga) tahapan (marhalah) berikut :

Pertama: Marhalah Tatsqif, yaitu tahap pembinaan dan pengkaderan untuk melahirkan individu-individu yang meyakini pemikiran (fikrah) dan metode (thariqah) partai politik guna membentuk kerangka gerakan.

Kedua: Marhalah Tafa'ul ma'al Ummah, yaitu tahap berinteraksi dengan umat agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, sehingga umat akan menjadikan Islam sebagai masalah utama dalam hidupnya serta berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Ketiga: Marhalah Istilamil Hukmi, yaitu tahap pengambilalihan kekuasaan, dan penerapan Islam secara utuh serta menyeluruh, lalu mengembannya sebagai risalah ke seluruh penjuru dunia.

Inilah metode yang benar untuk menerapkan Islam, bukan yang lain. Sejak runtuhnya Khilafah hingga sekarang belum ada satupun bentuk revolusi social yang berhasil menerapkan Islam dalam kekuasaan yang  utuh. Indikasi keberhasilan untuk meraih kekuasaan dalam Islam salah satunya adalah adanya Bai’at kepada seseorang untuk mengamalkan Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya. Allohu ‘alam bishowab [VM]

Posting Komentar untuk "Mewujudkan Kehidupan Islami"