Aksi Bela Qur'an jilid III Dipersulit, Ada Apa dengan Penguasa?


Oleh: Lisa Budiarti 
(Koordinator Remaja Smart With Islam (RSWI) Cilacap)

Akhirnya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI sukses melaksanakan aksi bela islam jilid III. Aksi yang bertajuk Aksi Bela Quran Jilid III Super Damai ini dilakukan pasca ditetapkannya Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) ditetapkan sebagai tersangka. Aksi yang bertujuan untuk menuntut pihak Kepolisian maupun Kejaksaan untuk menahan tersangka kasus penistaan agama oleh Ahok. Awalnya aksi bela quran jilid III berbentuk do'a bersama dan sholat jum'at di sepanjang Semanggi sampai Istana Negara. Namun akhirnya berdasarkan hasil rapat antara GNPF-MUI dan Polri acara diubah menjadi aksi ibadah, gelar sajadah, istighosah dan sholat jum'at berjama'ah di Monas.

Sama seperti aksi aksi sebelumnya Aksi Bela Quran Jilid III Super Damai ini juga penuh dengan ketidakadilan pemerintah, hal ini terlihat dari keberpihakan pemerintah terhadap penista al quran. Nampak jelas dari sikap pemerintah yang terkesan menghalang-halangi ,  aksi 2 desember kemarin . Polri dan TNI menengarai rencana aksi tersebut justru ditunggangi oleh sekelompok orang yang ingin berbuat makar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tidak cukup dengan menuduh aksi 2 desember kemarin dengan isu makar, pemerintah dengan berbagai cara berusaha menghalangi aksi 2 desember dengan mengunjungi para pimpinan ormas islam untuk melobi agar aksi 2 desember batal dilaksanakan, hal ini justru memberikan kesan bahwa pemerintah ingin memecah belah suara umat Islam.

Pihak Kepolisian juga menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di daerah untuk menghimbau kepada masyarakat agar tidak ikut aksi damai 2 desember. Berbagai cara dilakukan untuk menghalangi mulai dari surat edaran kepada pihak PO bus untuk tidak bersedia mengangkut para peserta aksi ke Jakarta. Sampai akhirnya adanya pelarangan bus membawa rombongan peserta aksi, mengetuk hati kaum muslim yang berada di Ciamis untuk melakukan aksi jalan kaki Ciamis -Jakarta sejauh 270km.  "Ulama Ciamis, KH Nonop Hanafi, mengatakan umat Islam akan menggelar aksi jalan kaki ke Jakarta mulai Senin (27/11) guna mengikuti Aksi Bela Islam 2 Desember mendatang. Aksi tersebut menyusul dipersulitnya massa untuk memperoleh transportasi berupa bus menuju Jakarta." (REPUBLIKA.CO.ID). Hingga akhirnya disusul berbagai daerah seperti Bogor, Depok, Cibinong dan lain-lain untuk melakukan aksi serupa untuk menuju Jakarta. Bahkan dengan berbagai cara dilakukan seperti konvoi motor sampai sewa pesawat sekalipun dilakukan demi membela agama Allah. Tidak cukup dengan pemboikotan armada bus, dibanyak daerah rombongan peserta aksi dihadang pihak kepolisian dengan memgintrogasinya. Pembatalan sepihak, pihak armada bus juga banyak terjadi di berbagai wilayah sekalipun dalam siaran persnya Kapolri meminta jajarannya untuk mencabut surat edaran terkait pelarangan PO bus untuk membawa rombongan peserta aksi 212. Adanya ancaman dari berbagai pihak tidaklah menggentarkan langkah kaum muslim untuk tetap mengikuti aksi bela quran jilid III ini.

Lain kasus lain responnya, pada pertengahan juli 2015 ketika sekelompok jemaat Gereja Injil di Indonesia (GIDI) menyerang dan melempari batu ummat Islam yang tengah shalat Idul Fitri 1435 H, di Kabupaten Tolikara. Bukan hanya itu, mereka juga membakar masjid di sana. Kepolisian Papua melaporkan, selain Masjid, enam rumah dan 11 kios dilaporkan ikut terbakar. Jokowi mengecam keras insiden tersebut. Dia juga berjanji akan menegakkan hukum bukan hanya untuk pelaku kriminal di lapangan tetapi juga semua pihak yang terbukti mencederai kedamaian di Papua. Namun, yang terjadi berikutnya, Jokowi justru mengundang para pelaku dan aktor intelektual kerusuhan Tolikara untuk makan-makan di istana.

Ketika Warteg milik Saeni yang buka siang hari pada Ramadhan dirazia Satpol PP Kota Serang, Juni 2016. Media mainstream mem-blow up berita ini sedemikian rupa. Berbagai kecaman datang dari para netizen. Sumbangan untuk Saeni dikumpulkan. Jokowi, Presiden Republik Indonesia ikut menyumbang Rp10 juta. Total sumbangan mencapai Rp265 juta. Belakangan terkuak, Saeni bukanlah orang miskin. Saeni seorang pengusaha Warteg, tersebar di tiga kota. Begitulah upaya framing dan agenda setting para pembenci Islam dan didukung media mainstream sudah berjalan sukses.

Hampir sebulan lebih kasus penistaan yang dilakukan Ahok . Tak kunjung mendapatkan respon dari Kepolisian maupun pak Jokowi selaku presiden RI. Sebaliknya, publik, khususnya ummat Islam mengendus adanya perlindungan dan pembelaan Presiden kepada Ahok. Indikasinya pun banyak. Polisi terlihat gagap menangani kasus ini. Berbagai alasan dikemukakan. Mulai dari tidak mau menerima laporan masyarakat karena belum ada fatwa MUI, sampai berkelit menunggu perintah Presiden untuk memeriksa Basuki, terakhir menyatakan Ahok sebagai tersangka namun tidak menahannya dengan dalih pak Ahok taat hukum. Hal inilah yang membuat kemarahan Umat Islam semakin menjadi. Hingga diputuskan diadakan aksi bela Islam jilid III dengan tuntutan yang sama seperti sebelumnya menahan tersangka penistaan al quran.

Ada apa dengan penguasa??? Mengapa terkesan paranoid terhadap umat islam? Kalau saja kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok segera ditindak, umat Islam mungkin tidak melakukan aksi tuntutan lagi. Apakah karena pelakunya bukan muslim sehingga pemerintah lamban menangani kasus ini?

Ketidakadilan terhadap Islam dan ummatnya sangat kentara sekali. Ketika usaha untuk melemahkan Aksi Bela Islam III dari sisi jumlah peserta ternyata tidak berhasil, maka usaha melemahkan Aksi Bela Islam III itu dialihkan dari sisi yang lain, yaitu dari sisi opini dan konsep acara. Dari sisi opini, telah terjadi perubahan fokus. Yang semula 'tangkap penista Al Quran' diganti dengan 'dzikir akbar untuk keselamatan negeri'. Demikian pula dari sisi konsep acara, juga telah mengalami intervensi. Yang semula adalah 'aksi' diganti menjadi 'dzikir akbar'. Yang semula 'orasi' diganti dengan 'tausiyah alias pengajian'. Yang semula 'di jalan' (karena dengan di jalan maka kekuatan itu akan lebih tampak) diganti 'di lapangan'. Yang semula bernama 'aksi damai' diganti menjadi 'aksi super damai'.

Wajar jika banyak kalangan menilai tersangka Ahok kebal hukum. Bahkan terkesan pemerintah melindungi Ahok. Tidak berlebih jika banyak kalangan menilai kasus Ahok sarat akan kepentingan kapitalis besar yang berjasa dalam pencalonan dirinya. Seperti yang diungkapkan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen menyebutkan tokoh besar di balik kekuatan Ahok yang secara terang-terangan memberikan dukungan adalah para taipan. “Para taipan itu tokoh besar dibalik Ahok, yang buat pulau reklamasi kan itu dirancang untuk orang-orang China. Apartemen itu nanti aksesnya hanya untuk orang China daratan,” kata Kivlan kepada Islamic News Agency usai diskusi di Markas HMI, Jakarta, Senin (28/11). Bukan hanya itu, Kivlan menyebutkan nama-nama serta perusahaan-perusahaan swasta yang berdiri di belakang Ahok. “James Riyadi, Tommy Winata, Grup Astra, Grup Podomoro,” kata tokoh militer Indonesia ini kepada kantor berita yang dikelola Jurnalis Islam Bersatu (JITU). (Panjimas.com)

Rangkaian perilaku Ahok dan perilaku-perilaku pelecehan lainnya semakin menegaskan kepada kita ide HAM, selalu saja bersikap diskriminatif terhadap Islam. Semua ini sebagai bukti bahwa ide HAM, kebebasan berpendapat ditafsirkan kebebasan menghina Islam. Ide dan jargon mengenai HAM adalah ide kufur ciptaan barat yang tidak ada kenyataannya. Inilah buah dari sistem dan ideologi kapitalisme sekularisme, yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Oleh karena itu, haram bagi kita umat Islam untuk mengadopsi, menerapkan dan menyebarluaskan sistem bathil tersebut.

Tumpulnya hukum-hukum demokrasi menyadarkan kita bahwa keberpihakan bukan untuk memenuhi kepentingan Islam dan kaum muslim, tetapi kepentingan asing aseng, para kapitalis, rezim penguasa, golongan dan elit partai. Sistem kapitalisme pada akhirnya akan makin mengokohkan neo-liberalisme dan neo-imperialisme. Keduanya adalah ancaman besar bagi negeri ini dan penduduknya. Pada akhirnya umat semakin tahu, bahwa mencari keadilan dalam sistem demokrasi sekuler untuk Islam mustahil didapatkan. Sudah terbukti semua itu telah membuat negeri ini terpuruk. Karena itu tidak layak kapitalisme sekularisme dengan demokrasi dan liberalismenya itu terus dipertahankan. Semua itu harus dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam, dengan penerapan syariah secara menyeluruh. Dengan syariah keadilan hukum akan diperoleh, karena syariah merupakan hukum dari Pencipta manusia. Syariah Islam mampu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan yang ada. Termasuk pelecehan terhadap al Qur’an. 

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS.Al-maidah:50). [VM]

Posting Komentar untuk "Aksi Bela Qur'an jilid III Dipersulit, Ada Apa dengan Penguasa?"