Ilusi Keadilan di Sistem Demokrasi
Aksi bela Islam telah digelar hingga 3 jilid, namun belum ada kepastian bahwa sang penista Alquran akan ditahan. Presiden dalam pidatonya pada aksi 212 kemarin pun tak menyinggung sama sekali tuntutan umat Islam soal penjarakan Ahok, melainkan beliau hanya mengucapkan apresiasi atas tertibnya aksi dan mengucapkan selamat kembali ke daerah masing-masing. Umat kecewa? Tentu. Karena apa yang menjadi tuntutannya tak direspon serius oleh pemerintah, bahkan terkesan mengabaikan.
Dengan demikian aksi 212 ini memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa tak ada ruang keadilan bagi umat Islam di sistem demokrasi sekuler saat ini. Penista agama dapat tetap melenggang meski telah dinyatakan sebagai tersangka. Bahkan bermunculan banyak penistaan-penistaan lain terhadap Islam dan Al-Quran di sistem kufur ini. Sebagaimana yang sempat heboh beberapa waktu lalu, yakni keset yang dijual di pasar Prambanan Yogya yang ternyata berisi lembaran Al-Quran. Belum lagi hujatan-hujatan terhadap Islam di media sosial yang begitu bebas disuarakan, tanpa ada tindakan tegas bagi pelakunya.
Sungguh keadilan bagi umat Islam hanyalah ilusi di sistem demokrasi. Tak ada ruang bagi umat Islam untuk mengimplementasikan ajaran agamanya, kecuali hanya sebagian kecil saja. Itupun di ranah privat, seperti urusan shalat, puasa, zakat, nikah, dan wafat boleh menggunakan Islam. Selebihnya dalam urusan hukum, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pemerintahan Islam dipinggirkan. Ayat konstitusi dianggap lebih tinggi dari ayat suci.
Namun sesungguhnya aksi 212 kemarin membuka mata kita bahwa ghirah umat Islam untuk membela agamanya masih sangat kuat. Jutaan masa berkumpul dalam rangka membela kemuliaan Al-Quran yang telah dinistakan. Sungguh alangkah indahnya jika Al-Quran benar-benar dijadikan pedoman dalam kehidupan, alangkah indahnya jika sistem Islam yang dijadikan pondasi dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara menggantikan sistem sekuler demokrasi. Tentu Islam takkan dinistakan, karena saat sistem Islam terapkan maka siapapun orang yang menistakan Al-Quran akan ditindak dengan tegas. Itulah bentuk penjagaan negara terhadap kemuliaan Islam.
Oleh karena itu, sudah saatnya seluruh kaum muslimin merapatkan barisan dan menyatukan visi bersama untuk hanya menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan. Serta bersama-sama saling bersinergi demi terwujudnya penerapan syariat Islam secara kaffah Tak berhenti pada euforia berkumpulnya jutaan massa pada 212 kemarin, namun terus berjuang dan berdakwah di tengah-tengah umat agar umat menyadari bahwa pangkal dari ketidakadilan di negeri ini adalah karena tidak diterapkannya syariat Islam.
Ikatan di antara umat seharusnya bukanlah ikatan perasaan semata, namun juga ikatan pemikiran. Satu pemikiran, satu perasaan. Dan pada akhirnya menuntut penerapan sistem yang sama, yakni sistem Islam. Umat harus siap menyongsong kemenangan Islam yang sesungguhnya, yakni jika nanti syariat Islam secara kaffah diterapkan dalam naungan Khilafah Islamiyah. Dengan itulah, keadilan akan ditegakkan sesuai Alquran dan Assunnah. Keberkahan dunia dan akhirat pun akan terwujud. Insyallah....
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nuur: 55) [VM]
Pengirim : Hana Annisa Afriliani, S.S (Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Kota Tangerang)
Posting Komentar untuk "Ilusi Keadilan di Sistem Demokrasi"