Saat Sang Singa Bangkit Dari Tidurnya


“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu. Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kalian mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang dzalim.” (TQS.Al-Maidah [5] : 51)

Pernahkah kita mendengar atau membaca ayat diatas? 

Ya. Saya yakin banyak bahkan hampir semua umat Islam yang pernah mendengarnya, terutama pada beberapa waktu belakangan ini. Inilah sepenggal mukjizat Rasulullah Muhammad Saw. yang masih bisa kita rasakan hingga detik ini. Sebuah ayat yang kemudian menjadi pemantik umat Islam Indonesia, bahkan dunia, untuk menghukum Sang Penista Al-Qur’an yang beberapa saat lalu telah menghina Kitab Allah, para ulama’ sekaligus kaum Muslimin ketika berpidato dalam sebuah acara di Kepulauan Seribu. Sebuah ayat yang mampu membangunkan Sang Singa yang selama ini telah lama tertidur dalam buaian fana demokrasi.

Jutaan umat yang terhimpun dalam Aksi Bela Islam jilid I, II hingga III pun menyedot perhatian semua mata. Acara ini digelar di beberapa wilayah dengan titik pusat opini di Ibukota Negara Indonesia, Jakarta. Dan baru saja kita saksikan bersama di berbagai media informasi menyiarkan bagaimana berjalannya Aksi Super Damai 212 yang dihelat pada 2 Desember 2016 di Monumen Nasional. Bahkan acara tersebut berlangsung demikian hebatnya hingga umat Islam tumpah ruah memenuhi tempat yang disediakan. Tak pelak lagi menjadikan banyak peserta aksi yang terpaksa berada di luar tempat. 

Kesatuan umat dalam membela agama dan kitab mereka ini pun tak lagi menjadikan mereka berbeda antara satu dengan yang lain. Hampir semua ormas di negeri ini bersatu. Tua-muda, laki-perempuan, jauh- dekat bukan persoalan bagi mereka. Bahkan ribuan peserta dari Ciamis dan Bogor, Jawa Barat pun mereka dengan ikhlas berjalan kaki menuju lokasi. Karena banyak sarana transportasi umum yang menolak menyewakan kendaraan mereka. Lihatlah! Umat tak lagi melihat ada sekat perbedaan di antara mereka. Kibaran panji kaum Muslimin bertuliskan Laa ilaaha illallaah Muhammad Ar Rasulullaah pun begitu gagahnya melambai diterpa hembusan angin. Subhaanallah. Inilah kekuatan aqidah yang sebenarnya dari umat ini. Inilah yang ditakuti oleh bangsa Barat Kafir Penjajah dan para anteknya selama ini. Dan inilah, ikatan aqidah yang tiada satupun yang mampu menyatukan melainkan Allah SWT. sendiri yang telah menyatukan hati mereka semua.

“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah yang telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (TQS. Al-Anfal : 63)

Kedurhakaan yang Terorganisir

Adalah wajar apabila umat Islam merasa geram dan marah dengan kasus penistaan agama ini. Mereka memang diajarkan dalam agama mereka untuk berlaku sabar dan pemaaf terhadap sesama mereka. Mereka pun selalu nasihat-menasihati untuk ikhlas dan saling menghargai satu sama lain. Namun tentu ini lain persoalan. Ketika aqidah mereka telah diusik dan dihina dengan semena-mena, apalagi oleh elit penguasa negeri ini yang seyogyanya mampu memberi tauladan yang baik, maka sebuah perjuangan untuk membela kehormatan agama ini pun harus dilakukan. Tentu bukan dengan jalan kekerasan, namun dengan menyeru penguasa untuk bersikap tegas menegakkan hukum bagi Sang Penista. Siapapun dia. 

Kekecewaan umat yang semakin menjadi-jadi pun tak terbendung lagi ketika para pihak terkait tak kunjung merealisasikan janji mereka untuk menangkap dan menghukum Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau yang kerap disapa Ahok. Justru kenyataan pahit harus mereka saksikan sendiri dengan melenggang bebasnya Sang Penista di hadapan mereka, sekalipun statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka. 

Apakah yang terjadi dengan bangsa dan negeri ini? Apakah hukum di negeri ini menjadi tumpul hanya karena yang terlibat adalah elit penguasa? Apakah hukum di negeri ini sudah berubah menjadi belati yang tajam bagi kalangan masyarakat bawah namun tumpul bagi para penguasa dan pengusaha?

Ya. Begitulah sebenarnya fakta yang terjadi di bangsa ini. Bukan lagi kisah Malin Kundang yang durhaka pada ibunya, namun lebih dari itu. Para penguasa yang mulai durhaka pada Sang Pencipta. Hukum dan aturan yang seharusnya bersumber dari Kalam Ilahi, justru mengambil dari hukum buatan manusia. Padahal manusia adalah makhluk Allah yang memiliki keterbatasan dan kelemahan sehingga seharusnya yang paling berhak memberikan aturan adalah Sang Pencipta-nya. Akibatnya, sudah bisa ditebak. Kehancuran dan penjajahan pun tak terelakkan lagi terjadi lagi di nusantara. Penistaan Islam dan Kitabullah tak lagi terkendali, apalagi dihukum. Maka benarlah firman Allah SWT. dalam QS.Al-Maidah ayat 50 yang artinya,

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”

Sudah. Mari kita sudahi kerusakan yang terjadi di negeri ini dengan mengembalikan segala pengaturan pada hukum Allah yang agung. Yang tiada mengenal istilah mayoritas ataukah minoritas dalam penegakannya. Yang tiada mengenal pejabat ataukah rakyat dalam pemberlakuan hukumnya. Yang tiada mengenal kedzaliman dan tipu daya dalam pelaksanaannya. Siapapun dia yang mau berhukum dengan hukum Allah, maka merekalah orang-orang yang beruntung dan terhindar dari petaka dunia dan akhirat. Insyaa Allah. Wa maa taufiiqi illaa billaah. Wallaahu a’lam bi ash-shawab. [VM]

Pengirim : Atik Zuroidah – (MHTI DPD II Lamongan)

Posting Komentar untuk "Saat Sang Singa Bangkit Dari Tidurnya"