Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mencegah Anti Klimaks 212


Aksi 212 sebagai kelanjutan dari aksi 411 menunjukkan umat belum mati. Hal yang harus sangat disyukuri di saat masih banyak umat Islam lainnya yang tidak peduli bahkan mengecilkan arti dari aksi tersebut. Menganggap apa yang dilakukan berlebihan, lha wong Ahok sudah diproses, khawatir ditunggangi, diwarnai kericuhan dan lain-lain. Anggapan yang bermaksud untuk mengecilkan dan meremehkan,  dengan harapan dapat melemahkan semangat juang yang ada.

Tidak hanya itu saja. Sejak awal jauh sebelum aksi ini digelar, aparat keamanan di berbagai daerah sudah sibuk mengumpulkan data siapa saja warga setempat yang akan ikut 212.  Untuk mempersuasi bahkan terang-terangan melarang ke Jakarta. Seluruh daerah, serempak pada 31 November lalu juga mengadakan agenda Apel Bhinneka, mengumpulkan ribuan pelajar dan mahasiswa dengan tajuk Nusantara Bersatu, seolah olah aksi 212 akan mengancam persatuan. Tidak hanya itu saja, aparat juga sempat melarang seluruh PO agar tidak menyewakan armadanya kepada peserta aksi, meski belakangan larangan tersebut dicabut, selebaran via helikopter di Jakarta, hingga isu makar. Dan yang terakhir adanya aksi sweeping khususnya bagi kendaraan peserta aksi yang nekat berangkat, dengan harapan agar saat aksi digelar mereka akan terlambat hadir. Semua usaha pencegahan sudah dicoba, dan hasilnya? Nihil.

Demikian nyata upaya-upaya yang dilakukan dengan satu tujuan, untuk menggagalkan aksi. Namun, Alhamdulillah sekali lagi, umat belum mati. Ghirah untuk membela diin ini masih ada bahkan terus menggelora. Masya Allah..tentu ini hal yang sangat disyukuri. Mengingat di saat masih banyak orang yang skeptis akan masa depan Islam, banyak yang mengira bahwa umat ini masih dalam tidur panjangnya, banyak yang menyangka bahwa umat ini masih terlena dengan hedonisme dan lain-lain.

Alhamdulillah. Allahu akbar... Luar biasa, aksi 411 dan disusul dengan aksi 212 yang dihadiri 7 jutaan umat, telah membuktikan bahwa semua anggapan tersebut salah. Betapa umat bahu-membahu menolong, meringankan, berebutan meraih pahala. Kafilah yang rela berjalan kaki ratusan kilometer, sumbangan nasi, kue, air sepanjang jalan yang dilalui, tukang roti, makanan, es menyumbangkan seluruh dagangannya. Semua demi membela agama yang dinista.

Aksi Bela Islam ini telah menunjukkan pada dunia makna ummatan wahidatan. Meski berbeda warna kulit, madzhab, harokah bahkan partai, namun itu semua begitu mudahnya dikesampingkan jika kesamaan aqidah telah dikedepankan. Siapa pun yang selama ini merasa cukup menjaga Al Qur'an sebatas hanya dengan membaca dan menghafalkannya, akhirnya tersadarkan bahwa seharusnya Al Quran juga diterapkan, agar tidak muncul ahok-ahok lainnya. Aksi Bela Islam ini telah mengajarkan pada kita makna persatuan, Syariah dan ukhuwah. Alhamdulillah...

Namun tentunya, di samping rasa syukur atas telah terselenggaranya aksi ini, kita patut merenung. Sudahkah yang kita lakukan telah maksimal dalam membela diin-Nya? Sudahkah tidak ada lagi upaya lain yang harus kita lakukan agar perjuangan ini tidak hanya sebatas membela kehormatan Al Maidah 51 yang dinista, namun juga membela ribuan ayat-ayat lainnya yang masih dicampakkan dan dianggap tidak layak mengatur hidup negeri ini? Apakah aksi Bela Islam ini merupakan perjuangan puncak yang berikutnya akan mengarah pada anti klimaks?

Semoga tidak. Umat harus menyadari bahwa di luar sana penista Al Quran masih sangat banyak. Mereka ada di negeri-negeri muslim dan di negeri-negeri kufur. Mereka berani menista karena umat Islam kini pun melakukan hal serupa. Disadari atau tidak, masih banyak pula kaum Muslim yang menganggap syariatNya yang terdapat dalam Al Qur'an dan As Sunnah sudah kuno, sehingga tidak layak diterapkan di era milenium. Inilah bentuk lain dari penistaan. Kaum muslimin sendiri cenderung enggan menerapkan Al Qur'an seutuhnya. Lalu untuk apa Al Qur'an diturunkan? Bukankah untuk diterapkan di muka bumi?

Tidakkah umat ini melihat berbagai masalah di semua lini kehidupan disebabkan hukum-hukum dalam Al Qur'an diperlakukan sesuka hati?  Kalau suka ayatnya, dipakai. Kalau tidak suka, pura-pura lupa sudah Allah perintahkan. Astaghfirullah... Umat harus menyadari bahwa persoalan negeri ini akan terus menggurita dan mustahil dilenyapkan jika Al Quran tidak diterapkan dalam kehidupan di keluarga, masyarakat dan negara.

Lain cerita jika umat ini mulai berbenah dan menyadari cara berpikirnya terhadap Al Qur'an. Tidak hanya menuntut individu agar menerapkan aturan dalam Al Qur'an  namun juga menuntut penguasa menjadikan Al Qur'an sebagai dasar menjalankan roda pemerintahn. Dengannya, insya Allah, bukan mustahil terwujud Khilafah Islamiyyah di muka bumi ini.

Untuk itulah, seharusnya wujud nyata dari Aksi Bela Islam adalah menuntut penerapan Al Qur'an secara keseluruhan, menuntut agar tidak ada lagi penistaan Al Quran, bukan hanya satu ayat, tapi keseluruhan isinya. Agar negeri ini menjadi negara yang baldatun thoyyibatun wa Robbun ghaffur. Allahuma aamiin. Wallahu a'lam bishowab. [VM]

Pengirim : dr. Ima Kartikasari  (Dokter dan Akrivis MHTI Ngawi)

Posting Komentar untuk "Mencegah Anti Klimaks 212"

close