CUL DE SAC dalam Generasi Modern


Oleh : Rezza R. Pahlevi 
(Mahasiswa Bahasa Jepang Univ. Negeri Surabaya)

“Duarr,duuar,duuarr”, bunyi petasan kembang api yang terdengar pada malam 31 Desember 2016. Tanda awal tahun baru. Ya benar sekali, tahun baru identik dengan kembang api ataupun hura-hura lainnya. Memang hal ini sudah menjadi sesuatu yang wajar di dunia modern yang hingar bingar ini. Saya berpikir apakah sesuatu yang wajar ini memang benar?

Di tahun yang baru ini, pasti banyak kawan-kawan bahkan telah membuat resolusi tahun 2017 yang mantap. Kenyataannya apakah resolusi itu benar-benar sesuai dengan kehidupan zaman sekarang atau hanya sekedar keinginan untuk memuaskan kebutuhan materi secara individual?  Demi menjawab hal ini tentu saja bisa ditanyakan kepada pribadi masing-masing. Kiranya kami coba untuk membantu teman-teman menemukan resolusi itu.

Berkaca Pada 2016

Tahun 2016 merupakan tahun yang berat bagi bangsa dan negara Indonesia. Dimulai dari naiknya harga BBM, diterapkannya BPJS yang katanya dapat mensejaterahkan rakyat tapi malah membuat kisruh keuangan dan kesehatan rakyat. Hilangnya bank-bank milik Indonesia. Banyaknya pekerja bukan Tenaga ahli asli Tiongkok alias pekerja kasar China yang datang ke Indonesia dan menutup pintu pekerjaan bagi rakyat Indonesia untuk menjadi pekerja di bidang industry, sampai pada isu toleransi dalam beragama yang over dosis. Hal ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Harapannya setelah membaca tulisan ini hati dan pikiran akan tergerak untuk melihat betapa kronisnya fenomena-fenomena yang sebenarnya terjadi di Indonesia.

Jika kawan-kawan melihat dan menganalisis dengan seksama jelas kenaikan harga BBM dan juga kewajiban mengggunakan BPJS itu adalah tindakan salah besar. Baik kebutuhan BBM maupun kesehatan rakyat itu tidak lain dan tidak bukan adalah tanggung jawab dari negara. Apalagi ditambah negeri kita yang kaya raya dengan SDA ini. Seperti yang tergambar dalam syair lagu Koes Ploes, “ Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat dan kayu jadi tanaman”. Syair itu secara nyata telah menunjukkan karunia dari Tuhan YME yang telah diberikan kepada rakyat Indonesia, namun malah diobral dengan harga yang murah kepada asing dan aseng, sedangkan rakyat Indonesia masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan. 

Jika ada yang berpendapat bahwa mengatasi kemiskinan itu memang sulit diberantas, lantas coba jelaskan kenapa Freeport, Chevron, Exxonmobil , dll,  masih mengelola sumber daya alam kita dengan keuntungan yang begitu besar dan hanya menyisakan sebagian kecil hasil mereka untuk kita yang merupakan pemilik asli SDA yang mereka kelola. Bukankah hanya dengan mengelola “barang tambang” di Indonesia itu sudah cukup membuat negara kita kaya raya tanpa ada penduduk miskin. Sekedar info saham negara Indonesia di PT. Freeport hanya sangat kecil, tidak sampai 10%, padahal sesuai amanat UU no. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, semestinya negara menguasai saham mayoritas (minimal 51 persen) dalam setiap usaha tambang, bahkan perlu diketahui Indonesia tidak mendapatkan jatah laba dari Freeportpada tahun 2014. Jika ada yang berpendapat bahwa SDM di Indonesia tidak sangggup mengelola SDA tersebut,lantas jelaskan mengapa banyak sarjana-sarjana yang merupakan lulusan universitas ternama di dunia merupakan warga Indonesia, anak-anak bangsa Indonesia yang setiap tahun selalu memborong emas di ajang olimpiade sains, PERTAMINA yang mempunyai teknologi canggih dan SDM yang melimpah,serta keunggulan Indonesia yang masih banyak lagi.

Selain maraknya kisruh dalam bidang ekonomi ternyata Indonesia sekarang juga mengalami kisruh dalam kepribadian diri,khususnya dalam hal akhlaq. Di Purwakarta para pelajar Muslim diajak oleh Bupati nya sendiri untuk membantu membersihkan gereja pada 22 Desember 2016. Ada juga malahan di Surabaya mahasiswa muslim dari Universitas Negeri Islam Sunan Ampel menghadiri perayaan Misa Natal (25 Desember 2016) di Gereja Katedral Surabaya. Padahal MUI sendiri sudah memberikan pernyataan sikap sama sekali tidak setuju dan menolak perihal perilaku seperti itu. Tapi katanya pihak yang mohon maaf, kurang kredibel dalam urusan ini adalah untuk menciptakan toleransi antar mereka yang berbeda keyakinan. Toleransi seperti apa yang ingin dicapai? Toleransi dibolehkan setiap hari ganti agama? Atau toleransi gak punya agama? 

Cul de Sac

Disadari atau tidak fenomena-fenomena di atas menunjukkan bahwa yang disebut dengan genarasi modern sekarang telah mengalami cul de sac (kebuntuan berpikir), benar-benar Blank . Hal itu bisa terjadi karena tidak adanya informasi awal (maklumat tsabiqah). Informasi awal ini adalah syarat supaya bisa berpikir tentang sebuah fakta/ realitas. 

Akal atau berpikir pada hakikatnya adalah merupakan usaha mengaitkan fakta dengan informasi sebelumnya yang telah dimiliki. Artinya proses berpikir hanya akan terjadi jika realitas atau fakta itu terkait dengan informasi sebelumnya, jika tidak terjadi alhasil hanya akan terus menerus bermunculan fenomena lain seperti di atas dan terus akan berlanjut sampai pada hancurnya negeri ini. 

Maka dari itu sudah selayaknya dan sepatutnya kita semua ikut turut andil mengawal apa-apa yang ada dalam negeri kita tercinta ini dengan belajar pada sumber-sumber yang relefan dan kredibel supaya bisa menyikapi masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan dan lingkungan kita. Akan lebih baik juga bila kawan-kawan bergabung dengan kelompok-kelompok yang mempunyai semangat revolusi. Mengikuti ajaran dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah. Karena perlu diketahui hanya ajaran Islamlah yang telah terbukti dalam sejarah memakmurkan dan memberikan keadilan bagi manusia yang berbeda-beda golongan dalam suatu wilayah yang luas yaitu 2/3 dunia. 

Bersatu dan bergabunglah dalam suatu jamaah untuk mewujudkan Islam Rahmatan lil ‘alamin. Kelompok yang berterus terang dan memberikan solusi Islam sebagai jawaban. Ingatlah ! Jangan bersifat acuh tak acuh. Wujudkanlah Syariah Islam dalam bingkai Khilafah. [VM]

Posting Komentar untuk "CUL DE SAC dalam Generasi Modern"