Iran Penyakit Kawasan?
Oleh : Umar Syarifudin
(Pengamat Politik Internasional)
Wakil Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohamed Bin Salman menyatakan Iran sebagai penyakit bagi kawasan Timur Tengah. Menurutnya, adalah tiga hal yang membuat Iran menjadi penyebab penyakit di Timur Tengah. Dalam sebuah wawancara dengan majalah Foreign Affairs, Pangeran Mohamed mengatakan, tiga penyakit yang diwakili dan dihasut oleh Iran adalah idelologi tanpa batas, ketidakstabilan negara, dan terorisme.(international.sindonews.com 8/1/17)
Pasal XIII dari Konstitusi Iran menyatakan bahwa “Agama resmi Iran adalah Islam, dan doktrinnya adalah Ja’fari Itsna Asyari. Pasal ini akan tetap tidak berubah selamanya. Sedang doktrin-doktrin Islam lainnya … untuk doktrin-doktrin ini ada pelajaran resmi dalam masalah pendidikan, pengajaran keagamaan, dan hukum-hukum perdata.”
Siapapun yang mencermati Konstitusi Iran, yang menetapkan doktrin mayoritas, di samping menjadikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi, maka ia akan meyakini bahwa konstitusi ini dibuat untuk sebuah negara sektarian, dan bukan negara Islam, sebagaimana yang diklaim oleh rezim penguasa. Negara Iran adalah negara nasionalisme, bukan negara bagi seluruh kaum Muslim.
Lebih dari itu, Iran didirikan sebagai negara sekuler yang diinginkan oleh sistem kapitalisme Barat. Sehingga Konstitusi dan undang-undang yang dirancang tidak ada hubungannya dengan Islam, atau dengan doktrin Ja’fari. Bahkan Iran tidak memperlakukan sama antara pengikut doktrin mayoritas dan pengikut doktrin-doktrin Islam yang lain, bahkah Iran cenderung memecah-belah mereka daripada menyatukannya. Sehingga kita dapati dengan jelas, bahwa Iran menggunakan doktrin Ja’fari hanya untuk mewujudkan kepentingan nasional dan regionalnya, dan untuk melaksanakan rencana politik yang didiktekan oleh tuannya, serta untuk memobilisasi pengikut dan pendukung.
Bukan rahasia lagi tentang fakta peran Iran dalam barisan Amerika, dan perannya sebagai ujung tombak untuk pelaksanaan proyek dan rencana AS di kawasan itu. Surat kabar asy-Syarq al-Ausath (06/10/2013) mengutip dari mantan Kepala Dewan Penentuan Kepentingan Presiden Iran, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani yang mengatakan bahwa “Pasukan Iran memerangi Taliban dan memberikan kontribusi dalam mengalahkannya. Bahkan seandainya pasukan Iran tidak membantu dalam memerangi Taliban, niscaya Amerika akan tenggelam dalam rawa-rawa Afghanistan.
Beberapa media mengungkap keinginan Saudi untuk memperbaiki hubungan dengan Iran. Relasi Iran-Saudi berjalan pasang-surut. Kurang lebih lima tahun belakangan ini hubungan Iran-Saudi kembali menegang di tengah pergolakan regional. Arab Saudi, yang menganggap dirinya sebagai pemimpin negara-negara Sunni, khawatir Iran akan menjadi kekuatan regional di kawasan Teluk, yang memungkinkan timbulnya ancaman terhadap kekuasaan keluarga Al-Saud. Saudi mengkhawatirkan perkembangan program nuklir Iran yang dianggap akan mengancam Saudi. Perang Suriah juga membuat dua negara ini berhadap-hadapan. Riyadh diklaim mendukung kelompok perlawanan/oposisi, sementara Taheran secara terbuka mengerahkan segala kemampuannya untuk mempertahankan posisi Bashar Asad, termasuk memobilisasi Hizbullah dari Lebanon.
Adapun program nuklir Iran, yang terus berjalan hingga hari ini, tidak lain adalah alat yang digunakan oleh Amerika, yang pada akhirnya digunakan untuk menundukkan negara-negara Teluk agar ada dalam pengaruhnya, yaitu digunakan untuk menunjukkan bahaya Iran bagi kawasan Timur Tengah, hingga negara-negara Timur Tengah tunduk pada pengaruh Amerika, lalu menetapkan sifat-sifat persenjataan militer yang bernilai ratusan miliar dolar, dan itu tidak memiliki tujuan jelas selain untuk menghidupkan pabrik-pabrik dan perekonomian Amerika.
Di sisi lain, rezim Iran mengklaim dirinya sebagai “Rezim Islam yang adil” dan mengklaim akan membantu gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia, ternyata ketika umat Islam di Suriah memberontak terhadap keluarga tiran Assad yang telah berkuasa selama 40 tahun, rezim itu tidak mendukung kaum Muslim yang tertindas; sebaliknya mereka malah mendukung partai Baath yang kafir yang tangannya penuh berlumuran darah rakyat mereka sendiri. Sementara dunia terus melihat pengkhianatan Iran dan tentara rezim Suriah yang sudah di ujung kehancurannya, bahwa mereka banyak melanggar kehormatan, membunuh para wanita, anak-anak dan orang tua di Syam, demi melayani Amerika dan proyek-proyek kolonialismenya, sedang negara Yahudi hidup dengan aman di sebelahnya.
Pada saat entitas Yahudi membunuh umat Islam Palestina dan Lebanon, pada saat ketika pasukan AS dan NATO menyerbu Afghanistan dan membunuh ribuan umat Islam, pada saat entitas Yahudi menodai kesucian Masjid Al-Aqsa, pada saat semua hal itu terjadi, rezim Iran tidak berani melintasi perbatasan internasional yang dibuat oleh para kolonialis kafir, tapi justru membelenggu tentaranya sendiri di barak-barak militer.
Pada saat kaum Muslim di Suriah memerangi Bashar dan rezim kufurnya dengan meneriakkan slogan: “Rakyat ingin Khilafah dan kehidupan baru”, Iran justru melanggar “kesucian” perbatasan internasional dengan mengirimkan ribuan tentaranya, serta mengucurkan miliaran dolar mendukung Bashar sang penindas untuk memberangus revolusi kaum Muslim di Suriah.
Konflik-konflik di Suriah, Afghanistan, Irak dan Masjid al-Aqsa telah mengungkapkan kemunafikan rezim Iran. Telah terbukti bahwa meskipun AS memiliki ekonomi dan militer yang kuat, negara itu tidak memiliki pijakan untuk melaksanakan konspirasi-konspirasinya tanpa bantuan para pengkhianat penguasa Muslim.
Hubungan ketergantungan rezim Iran pada Amerika sudah tidak mungkin disembunyikan lagi, para pejabat Iran sudah tidak ragu-ragu lagi mengungkapkan konspirasi kebijakan mereka yang begitu harmonis dengan Amerika, terutama dalam mendukung keamanan entitas Yahudi. Eratnya hubungan Iran, Amerika, dan Yahudi menunjukkan sejauh mana kebohongan slogan kebencian Iran kepada Amerika dan anak tirinya, negara Yahudi. Begitu juga slogan perlawanan semu yang dinyanyikan oleh rezim despotik di Damaskus, sekutu-sekutunya di Teheran. Kenyataannya, semua itu hanyalah kedok untuk menutupi kesesatan dan kemunafikannya dari masyarakat.
Kabar dan berita beredar yang mengungkapkan tentang peran global dalam konspirasi terhadap revolusi Syam. Bicara Arab Saudi dan Iran, kedua negara ini terlibat dalam melaksanakan agenda negara-negara Barat, yang bertujuan untuk membakar api perselisihan sektarian yang dikobarkan oleh negara-negara tersebut. Untuk itu, tidak boleh bagi kaum Muslim Sunni maupun Syiah, tergelincir ke dalam konfrontasi sektarian dengan mengira bahwa penguasa Saudi mewakili Sunni, sementara penguasa Iran mewakili Syiah. Mereka adalah alat bagi rencana Barat untuk mencegah kembalinya Khilafah Rasyidah ala minhājin nubuwah (yang sesuai metode kenabian). Mereka tidak mempedulikan kaum Muslim dan masalah-masalahnya. Kaum Muslim tidak akan selamat dari kerusakan sistemnya, pengkhianatan, ketergantungan dan kezalimannya kecuali dengan Khilafah yang dengannya kaum Muslim akan meraih kemuliaan dunia dan akhirat. [VM]
Posting Komentar untuk "Iran Penyakit Kawasan?"