Asing Aseng Ancaman Nyata, Khilafah Jadi Kambing Hitam
Peneliti Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, menyampaikan kepada mediaumat.com, Ahad (14/5/2017) bahwa: “Rencana pembubaran HTI adalah serangan terhadap para pejuang kemerdekaan, pejuang kedaulatan, yang disponsori oleh asing dan taipan. Lebih lanjut Daeng menjelaskan, hal itu terjadi lantaran selama ini HTI selalu menolak neoliberalisme, penguasaan kekayaan alam oleh asing dan taipan, menolak demokrasi liberal, melawan pengkhianatan pemerintah dan elite politik yang semakin jauh dari amanat para pendiri bangsa,” pungkasnya.
Jika yang disampaikan Daeng ini benar, tentu saja merupakan ancaman bagi kelompok yang kritis, dan merupakan langkah mundur bagi pendidikan politik di tanah air. Kebijakan represif dan otoriter ala Orde Lama dan Orde baru muncul kembali. Selama ini HTI memang dikenal aktif mengkritisi kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat dan ini tidak hanya dilakukan saat masa presiden sekarang saja.
Beberapa kebijakan pemerintah yang menjadi sorotan HTI adalah penggelolaan sumber daya alam yang dikuasai asing, menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik (TDL), serta mahalnya biaya hidup yang menyebabkan masyarakat semakin terpuruk kesejahterannya.
HTI tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan konsep penggelolaan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikelola negara. Sumber daya alam yang jumlahnya melimpah dalam pandangan Islam, milik rakyat yang harus dikelola negara, bukan diserahkan ke swasta apalagi asing. Jika swasta atau asing diminta menggelola sumber daya alam, maka orientasi mereka hanya untung dan untung.
HTI dalam berbagai dakwahnya, baik lewat media cetak, video, seminar maupun audiensi dengan pengambil kebijakan selalu menawarkan konsep penggelolaan sumber daya alam dalam sudut pandang Islam. Inilah yang membedakan dakwah HTI dengan dakwah yang dilakukan oleh ormas Islam maupun partai Islam lainnya.
Berbagai persoalan kekinian, dikupas dengan rapi dan dengan argumentasi yang kuat baik secara fakta maupun hukum syara’ (ketentuan Al Qur’an), dalam media-media HTI. Inilah yang menjadi daya tarik, sehingga kaum muslimin pun mengetahui bahwa agama Islam itu mengatur segala persoalan, mulai dari ibadah hingga persoalan kehidupan sehari-hari serta menggelola negara. Selama ini, saat anda membaca terbitan ataupun media Islam lain, selalu mengupas persoalan seputar ibadah ritual, seperti aqidah, sholat, zakat, puasa. Melalui media-media terbitannya HTI memiliki kontribusi dalam mencerdaskan masyarakat, sehingga mereka memiliki kesadaran politik yang benar.
Apa yang disampaikan HTI dalam dakwahnya, bukanlah merupakan ancaman, tapi justru sebuah pencerahan berpikir, bagaimana bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat dan mandiri. Apakah konsepsi ini mau diambil atau diacuhkan oleh pemerintah, semua tergantung pada mereka.
Yang justru saat ini telah menggerogoti negeri ini adalah bercokolnya kepentingan neo liberalisme dan neo imperialisme pada negeri ini, sebagaimana disampaikan Salamuddin Daeng di atas. Mereka telah menggunakan agen-agennya yang duduk di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Inilah ancaman nyata bagi negeri kita Indonesia. Kelompok neo liberal, telah menguasai sejumlah aset dan sumber daya alam negeri ini. Lewat perundang-perundang yang dibuat oleh DPR, mereka bisa melakukan menggeruk aset negara dengan legal. Inilah yang disebut dengan neo imperialisme.
Mereka tidak perlu menggirimkan pasukan atau menembakan pelurunya untuk mengguasai negeri ini, tapi cukup mengajukan draft undang-undang yang telah mereka siapkan, hingga lolos menjadi sebuah undang-undang. Dengan undang-undang tersebut, mereka menggeruk kekayaan negeri ini, mereka bisa menguasai negeri ini. Inilah ancaman nyata yang sedang melanda negeri ini sekarang.
Sejumlah undang-undang telah diamandemen, seperti warga non pribumi bisa menjadi Presiden, warga negara asing bisa memiliki properti seratus persen, kepemilikan asing atas sumber daya alam, kepemilikan asing atas faslitas yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti: air, jalan toll, dll.
Semua yang melakukan perubahan dan menyetujui undang-undang ini bukan HTI, tetapi justru partai-partai yang berkuasa. Semua ini terjadi bukan karena sistem Khilafah, tetapi justru sistem demokrasi liberal yang sedang diterapkan di negeri ini.
Bagaimana bisa dikatakan, khilafah akan mengancam NKRI, UUD 45, Kebhinekaan serta Pancasila, semua itu justru terjadi saat ini. Dimana saat khilafah tidak mengatur negara, tetapi justru demokrasi liberal yang mengendalikan kepentingan negeri ini. Di dalam sistem seperti ini, NKRI bisa terancam. Buktinya Timor Timur sudah lepas, OPM ancaman disintegrasi di Papua, Menado Merdeka, dan lain-lain. Khilafah hanyalah dijadikan kambing hitam untuk menutupi kesalahan mereka dalam menggemban amanah rakyat.
Berbagai makar dan tipu daya mereka lakukan untuk membangun opini negatif terhadap khilafah. Baik itu para pengusungnya, tokohnya dan organisasinya, maupun memberikan gambaran yang buruk terhadap realitas khilafah. Dengan memunculkan sejumlah tindakan teror, bom, sampai ancaman pembubaran serta adu domba.
Munculnya ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, menjelang bulan puasa dibingkai menjadi berita yang dilakukan oleh oleh kelompok yang menghedaki Khilafah. CNN menyebutkan bahwa ISIS bertanggung jawab terahdap hal ini.
Tentu saja ini menjadi pertanyaan bagi kita bersama, bagaimana mungkin umat Islam melakukan semua itu. Mereka bisa bersatu dalam jumlah jutaan tanpa ada satupun korban yang meninggal, atau benturan. Lalu siapakah sebenarnya pelaku bom tersebut?.
Sementara strategi pecah belah umat Islam pun diterapkan untuk menghadapi perlawanan umat Islam ini. Politik adu domba merupkan rekomendasi Rand Corporation – sebuah lembaga think tanks, Amerika Serikat dalam melemahkan perjuangan umat Islam. Sebagaimana ditulis oleh Cherly Benard, dalam bukunya Civil Democratic, Partners, Resources, And Starategies, diungkap secara detil upaya pecah belah umat Islam. Mereka membagi umat Islam dalam tiga kelompok yaitu: moderat, tradisonal dan fundamentalis. Rekomendasi mereka dukung kelompok Islam tradisionalis agar berlawanan dengan kelompok Islam fundamentalis dan mencegah pertalian atau hubungan yang erat diantara kelompok tersebut. Inilah yang saat ini sedang dimainkan oleh penguasa terhadap kondisi umat Islam di Indonesia. Mereka membenturkan kelompok yang dicap sebagai fundamentalis seperti: HTI, FPI dengan kelompok yang mereka sebut dengan tradisional seperti NU.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin meminta umat Islam di Indonesia jangan mau diadu domba. Menurut Rais Aam PBNU, persoalan yang dihadapi umat Islam saat ini ada indikasi pihak yang ingin memecah belah umat dengan beragam cara. (http://khazanah.republika.co.id, 15/5/2017)
Kini umat Islam sudah cerdas, mereka tidak mau dijadikan kambing hitam dalam setiap kegiatan teror. Karena Islam tidak mengajarkan demikian dalam meraih tujuannya. Asing dan aseng paham betul jika kaum muslimin bersatu, mereka akan mampu membangkitkan kembali Khilafah Islam, hal itu merupakan mimpi buruk bagi mereka. Kepentingan dan bisnis mereka di negeri-negeri Islam yang bercokol puluhan tahun akan sirna. Mereka pun berupaya sekuat tenaga untuk menghentikan kelompok Islam yang mengusung politik dalam gerakannya.
Lord Curzon, sekretaris luar negeri Inggris tahun 1919-1924 mengatakan, “Kita harus menghentikan apapun yang bisa membawa persatuan Islam dalam bentuk apapun di antara anak-anak kaum muslimin. Karena kita sudah berhasil mengakhiri kekhalifahan, Jadi kita harus memastikan bahwa tidak pernah terjadi lagi persatuan bagi kaum muslimin, apakah itu persatuan intelektual ataupun budaya.”
Kebangkitan Islam politik selalu mereka halang-halangi, dan memberikan cap negatif bagi kelompok Islam politik. Mereka menyebut kelompok radikal, teroris, fundamentalis, agar umat Islam takut menampakkan jati dirinya sebagai seorang muslim yang taat.
Dalam berbagai kesempatan umat Islam selalu diingatkan bahwa agama itu sesuatu yang suci (sakral), sementara politik adalah kotor, penuh rekayasa, karenanya harus dipisahkan antara urusan agama dan politik.
Padahal sejatinya, mereka melakukan politik yang kotor dan penuh rekayasa, karena tidak menggunakan nilai-nilai agama dalam berpolitik. Jika ingin membuat politik menjadi suci atau bersih bukan agama yang dipisahkan dari politik, tetapi justru politik itu harus diatur oleh agama. Dengan menjauhkan agama dari politik, maka akan lahir politikus yang menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Inilah politik yang kotor, ala Machiavelli karena menjauhkan peran agama dalam berpolitik. Politik Machiavelli inilah yang harus dibubarkan karena menyengsarakan rakyat dan hanya memberikan keuntungan bagi para pemilik modal. Inilah ancaman nyata bagi negeri Indonesia saat ini. [VM]
Penulis : Husain Yatmono – PKDA (Pusat Kajian Data-Analisis)
Posting Komentar untuk "Asing Aseng Ancaman Nyata, Khilafah Jadi Kambing Hitam"