”Khilafah” Jadi Bahan Ajar di Sekolah, Tepatkah? (Tanggapan atas Adanya Soal Ujian Madrasah Bahas Khilafah di Kalimantan Selatan)
Soal Ujian Akhir Semester (UAS) salah satu Madrasah Aliyah (MA) yang membahas Khilafah ramai dibahas di media sosial. Setidaknya ada dua soal yang membahas khilafah dalam ujian tersebut. Kementerian Agama telah mengetahui soal ujian yang menjadi viral tersebut. Kemenag menilai tak ada yang salah dengan soal tersebut karena masih dikaitkan dengan makna pemerintahan dalam Islam. “Berkenaan dengan soal ujian yang beredar/viral tersebut, sebenarnya Kemenag memberikan kewenangan kepada guru dan Kemenag provinsi untuk menyusun kisi-kisi soal sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dipergunakan,” kata kepala Biro Humas Kemenag, Mastuki, saat dihubungi detikcom, Selasa (5/12/2017).
Jikapun ada pertanyaan tentang khilafah dan khilafah itu dikaitkan dengan makna ‘pemerintahan dalam Islam’ seperti penjelasan poin satu. Jadi tidak ada yang salah dalam pertanyaan tersebut . seperti pertanyaan soal yang lain yang menuntut pemahaman atas bahan ajar pada masing-masing pokok bahasan, “ jelasnya. Menurut Mastuki, bahasan tentang khilafah memang masuk bahasan ‘Sistem Pemerintahan dalam Islam’ di kelas XII MA. Buku yang mengajarkan hal tersebut diterbitkan langsung oleh Kemenag. Soal UAS yang beredar di media sosial tersebut tertanggal 5 Desember 2017. MA yang dimaksud berada di wilayah Kalimantan Selatan. Berikut ini soal nomor 1 dan 2 dalam UAS tersebut yang membahas khilafah. (1) Dalam kerangka khilafah, ada disebutkan dengan sebutan ‘Siyasah Syar’iyah’. Apa yang diartikan dengan Siyasah Syar’iyah adalah…A. Politik Islam, B. Pejuang Islam, C. Syari’at Islam, D. Hukum Islam, D. Perundang-undangan. (2) Kata khilafah berasal dari bahasa Arab ‘Khalafa-Yukhlifu-Khilaafatan’ yang artinya…A. Pemimpin, B. Pengganti, C. Pejuang, D. Pahlawan, E. Pemberontak. (http://m.detik.com/news/berita/d-3756270/viral-ujian-madrasah-bahas-khilafah-kemenag-tak-ada-yang-salah)
Tentu adanya opini yang mendukung tentang ide Khilafah tersebut patut mendapat apresiasi positif dari publik. Pasalnya, dalam beberapa bulan terakhir ide khilafah tersebut mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat hingga pejabat. Banyak yang pro, namun juga tidak sedikit yang kontra. Opini semakin marak dengan adanya berita tentang pembahasan khilafah dalam soal UAS di salah satu lembaga pendidikan di bawah Kemenag di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebenarnya pembahasan khilafah bukanlah hal yang asing dalam khasanah keislaman, karena khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. Islam adalah agama yang kamil (lengkap) dan syamil (menyeluruh), termasuk menerangkan hukum-hukum yang berkaitan dengan hal akidah, ibadah, makanan, pakaian, mu’amalah (interaksi antar manusia), siyasah (Politik), dakwah, dll. Di dalam bahasan fikih siyasah (Politik) atau para ulama’ menyebut dengan as-siyasah asy-syar’iyah (Politik Islam) terdapat bahasan lengkap dan rinci tentang khilafah (Sistem Pemerintahan Islam). Sehingga publik tidak perlu heran jika ide khilafah itu adalah sesuatu yang include dengan pemikiran Islam. Hal itu juga telah dijelaskan oleh pihak Kemenag bahwa “bahasan tentang khilafah memang masuk bahasan ‘Sistem Pemerintahan dalam Islam’ di kelas XII MA, dan buku yang mengajarkan hal tersebut diterbitkan langsung oleh Kemenag”. Memang hal itu (bahasan khilafah) bukanlah yang aneh dan berlebihan di sekolah yang berbasis Islam, bahkan para ulama’ menerangkan dengan berjuang menegakkan tegaknya khilafah merupakan tajul furudh (mahkotanya kewajiban). Maka tidak berlebihan kiranya dalam buku Fikih Islam, yang ditulis ulama’ dari Indonesia yaitu Prof. Sulaiman Rasjid, yang menjadi buku rujukan di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) dan Madrasah ‘Aliyah (setingkat SMA), pada lembar-lembar terakhir tertulis bab Khilafah (hal. 465 – 476). Itulah data otentik yang tak terbantahkan oleh siapapun.
Yang tidak kalah pentingnya di dalam al-Qur’an bahkan terdapat ayat yang secara jelas tertuang kata khalifah (terjemah QS. Al-Baqarah : 30): “...Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di atas bumi...”. Imam Al-Qurtubi menjelaskan bahwa ayat ini adalah pangkal (dalil pokok) dalam mengangkat Imam dan khalifah yang didengar dan ditaati. Untuk menyatukan kalimat (Islam) dan menerapkan hukum-hukum khilafah (syariat). Dan tidak ada khilaf (perbedaan) di antara umat dan para imam (Tafsir Al-Qurtubi juz I halaman 264). Ditambah lagi adanya bisyarah nubuwah (khabar gembira dari Nabi SAW) dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang akan kembalinya khilafah ‘ala minhajin nubuwah setelah melewati empat fase peradaban sebelumnya. Juga terdapat ijma’ shahabat bahwa sepeninggal Nabi SAW mereka para shahabat sepakat mengangkat pengganti Nabi SAW sebagai pemimpin mereka, yang pada akhirnya terpilihlah Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama. Para ulama’ dalam kitab-kitab mu’tabar juga telah menegaskan tentang wajibnya kaum muslimin mengangkat seorang khalifah. Di antaranya Syaikh Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa mayoritas umat Islam dari kalangan ahlus sunnah, syiah, murji’ah, mu’tazilah berpendapat bahwa al-khilafah atau al-Imamah adalah perkara wajib, suatu kefardhuan yang pasti (kitab al-Fiqhu al-Islamiy wa ‘adilatuhu juz VIII halaman 273). Dari penjelasan tersebut jelas tergambar bahwa ide khilafah mempunyai pijakan kuat dari aspek teologis baik dari al-Qur’an, al-hadist, dan ijma’ shahabat yang merupakan sumber pokok dalam hukum Islam.
Bahkan sebagian besar ulama’ mu’tabar telah mendokumentasikan bahasan tentang khilafah di dalam lembaran-lembaran kitab-kitab mereka, baik yang klasik (salaf) maupun yang kontemporer (khalaf). Seluruh ulama’ sepakat bahwa khilafah adalah kepemimpinan umum kaum Muslimin di seluruh dunia pada wilayah tertentu untuk menjalankan syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Syaikh Musthafa Shabari, Syaikhul Islam dalam Daulah Utsmaniyah mendefinisikan khilafah dengan, “Pengganti Rasulullah SAW dalam menjalankan syariat Islam” (Musthafa Shabari, Mawqif al-‘Aql wa al-‘Ilm wa al-‘Alim, IV/363). Imam al-Baghawi mendefinisikan Khilafah dengan, “Sosok yang menggantikan Rasulullah SAW dalam menegakkan syariat Islam, menjaga agama, yang wajib ditaati oleh seluruh kaum Muslimin.” (Imam al-Baidhawi, Hasyiyyah Syarh ath-Thawali’, hlm. 228). Imam al-Qalqasyandi mendefinisikan Khalifah dengan, “Kekuasaan umum atas seluruh umat” (Imam al-Qalqasyandi, Maatsir al-Inafah fi Ma’alim al-Khilafah, I/8). Imam Adldi ad-Din al-Aiji mendefinisikan Khilafah sebagai, “Kepemimpinan umum untuk urusan dunia dan akhirat yang dimiliki oleh seseorang.” (Imam ‘Adldi ad-Din, Mawaqif wa Syarhihi, V/66). Beliau menyatakan dalam kitab yang sama, bahwa Khilafah lebih utama disebut sebagai Khilafah Rasul dalam menegakkan dan menjaga agama, yang mana ia wajib diaati oleh seluruh kaum muslimin.” Sebagian ulama’ Syafi’iyah mendefinisikan khilafah dengan, “Imam A’dzam (Pemimpin Agung) yang mengganti posisi Rasul dalam menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia.” (Nihayah al-Muhtaaj ila Syarh al-Minhaj, VII/289). Imam al-Mawardi mendefinisikan Khilafah dengan, “Imamah yang diposisikan untuk Khilafah Nubuwwah (pengganti kenabian) dalam menjaga agama dan urusan dunia.” (Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthaniyah, hlm. 3). Ibnu Khaldun mendefinisikan khilafah dengan,”Wakil Allah dalam menjaga agama dan urusan dunia.” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 159).
Dengan demikian, maka memasukan bahasan khilafah sebagai bahan ajar di sekolah adalah merupakan kebijakan yang tepat, dan sudah seharusnya mendapat dukungan dari semua pihak, terutama pemegang kebijakan di dunia pendidikan di negeri ini. Sedangkan jika ada pihak yang menentang ide khilafah, bahkan mengkriminalkannya itu sama artinya dengan menentang sumber-sumber hukum Islam yang otentik (al-Qur’an, al-Hadist, dan Ijma’ Shahabat). Jika dia dari kalangan umat Islam maka itu patut dipertanyakan keislamannya dan keberpihakannya. Wallahu a’lam. [vm]
Penulis : Achmad Fathoni (Direktur el-Harokah Research Center)
Posting Komentar untuk "”Khilafah” Jadi Bahan Ajar di Sekolah, Tepatkah? (Tanggapan atas Adanya Soal Ujian Madrasah Bahas Khilafah di Kalimantan Selatan)"