Impor Tenaga Ahli Asing Di Balik Fenomena Brain Drain; Sebuah Bencana Intelektual
Akhir Januari lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan bawahannya untuk segera mempermudah peraturan perizinan tenaga kerja asing. Sebab, saat ini peraturan perizinan tenaga kerja asing masih berbelit-belit. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung setelah rapat terbatas membahas peningkatan investasi dan ekspor yang dipimpin Presiden Jokowi di Kantor Presiden (31/1/2018).
Pramono menambahkan, jika penyederhanaan regulasi mengenai tenaga kerja asing itu tidak segera diselesaikan, maka akan dibentuk Perpres untuk mengatur tentang haltersebut. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mendongkrak kualitas kemudahan berbisnis di Indonesia agar semakin kompetitif.
Meskipun demikian, Pramono memastikan kemudahan perizinan itu tidak untuk sembarang tenaga asing. Dia menegaskan Jokowi menghendaki kemudahan izin itu diperuntukkan bagi para tenaga kerja asing yangmempunyai kapasitas keahlian yang benar-benar dibutuhkan di Indonesia. "Bukan tenaga kerja asing di lapangan, (tapi) terutama untuk level manajemen, direksi, dan sebagainya," katanya.
Hal ini dikuatkan oleh Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang mengatakan Indonesia kini membutuhkan banyak tenaga pengajar dan instruktur asing untuk mendukung perkembangan ekonomi digital. "Kita bicara untuk memenuhi kebutuhan talent (ahli) pada e-commerce, pada instruktur pendidikan vokasi dan tenaga keperawatan mesin yang susah didapatkan," kata Darmin (31/01/2018).
Untuk itu, menurut Darmin, pemerintah akan mempermudah proses izin tinggal maupun pemberian visa bagi pengajar dan instruktur asing yang keahliannya dibutuhkan untuk penguatan ekonomi digital. Menurut Darmin pula, Indonesia perlu memanfaatkan tren pertumbuhan ekonomi digital. Dia mencatat kontribusi ekonomi digital terhadap perekonomian global telah mencapai 22 persen. Sementara kontribusi aplikasi teknologi digital ke PDB global pada 2020 diprediksi mencapai 2 triliun dolar AS.
Baiklah, tentu sudah masyhur bahwa negara kita tengah dalam jerat hutang ribuan triliun rupiah. Rakyat mungkin masih maklum jika pemerintah sibuk mencari suntikan dana segar untuk membayar hutang negara yang jumlah nol-nya sudah tak terbayangkan banyaknya. Rakyat juga masih legowo jika pemerintah menaikkan harga beragam kebutuhan hidup. Rakyat juga masih sedemikian pemaaf, kala pemerintah menetapkan segala macam pajak, bahkan mengincar dana haji, zakat gaji ASN, pun dana pensiun. Tapi intelektualitas? Ini adalah perkara idealisme. Bukan sekedar tentang orang pintar yang butuh cari makan. Lebih dari itu, yakni tentang bagaimana kaum terpelajar ini berkarya. Ilmu lil amal.
Yakinilah, saat satu negara tidak lagi punya kontrol terhadap arah penelitian dan sistem pendidikannya, lalu juga tidak memiliki sistem industri nasional yang mandiri, maka saat itulah negara akan kehilangan kontrol terhadap SDM-nya sendiri. Sudah terlalu banyak kisah negeri Muslim yang kehilangan kemampuan menghentikan laju brain drain dari negerinya ke negara-negara maju. Dalam 50 tahun terakhir, sejumlah besar intelektual Muslim telah bermigrasi dari dunia Muslim ke negara-negara industri. Studi memperkirakan jumlahnya hampir 500.000 ini baru dari dunia Arab, yang meliputi sepertiga dari seluruh diaspora profesional tersebut [1].
Demikianlah kooptasi SDM Muslim terbaik akhirnya menjadi demikian mudah dilakukan, akibat absennya visi politik negara-negara di dunia Islam dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi jika pendidikan sudah ditetapkan sebagai bidang usaha terbuka dari modal asing, maka kooptasi SDM oleh asing sangat mudah dilakukan dengan mem-barat-kan hati dan pikiran pemuda Muslim, menjanjikan masa depan bagi penelitian mereka, serta 'menjual' ideologi sekular, dan nilai-nilai (values) yang seolah identik dengan kemajuan dan kesejahteraan [1].
Jadi, tidakkah ini sangat memprihatinkan, bahkan ironis? Di satu sisi pemerintah begitu bersemangat impor tenaga ahli asing. Padahal kondisi di lapangan tak mungkin menafikkan brain drain yang kian jadi fenomena. Coba kita cerna, ini sebenarnya memang negara kita sungguh-sungguh membutuhkan tenaga ahli asing ataukah akibat kekurangcakapan penguasa mengelola sumberdaya intelektualnya? Entahlah, saya juga tidak habis pikir. [vm]
Pustaka:
[1] Fika Komara, Brain Drain.
Penulis : Ummu Yazid
Posting Komentar untuk "Impor Tenaga Ahli Asing Di Balik Fenomena Brain Drain; Sebuah Bencana Intelektual"