Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seruan Khilafah Menggema ke Seantero Nusantara


Refleksi Rajab 1439H

Tak kurang setahun yang lalu, proses kriminalisasi ide Khilafah giat dikampanyekan. Dalam berbagai kesempatan, agenda-agenda yang membawa ide tersebut mendapatkan beragam penjegalan. Berbagai stempel dialamatkan untuk siapa saja menyuarakan. Dengan harapan, semua yang ingin bicara disusupi ketakutan.

Dalihnya, Khilafah adalah ancaman. Eksistensinya dituding akan merubuhkan bangunan negara kesatuan, memenjarakan simbol-simbol negara yang kini diagungkan, serta menjadikan Indonesia layaknya negeri-negeri Timur-Tengah yang sarat kakacuan. Meski hakikatnya semua tuduhan hanya berwujud asumsi dengan dasar argumen yang belum tuntas diperdebatkan.

Secarik surat keputusan akhirnya dikeluarkan memberikan kesan keseriusan. Gerakan yang selama ini dianggap sebagai otak dakwah Khilafah dibubarkan. Sekumpulan orang yang dikenal santun dan tak menggunakan kekerasan. Perjuangannya hanya berbasis pemikiran yang dibumikan melalui berbagai diskusi dan orasi, serta kajian dan ngobrol sambil selonjoran. Mereka orang-orang biasa yang tidak pernah menilap uang negara seperti mereka yang duduk dikursi kekuasaan.

Padahal sebelumnya, selama belasan tahun digulirkan, dakwah penegakkan Khilafah tak pernah jadi persoalan. Kalah bingar jika dibanding berita ratusan pejabat yang korupsi lalu menjadi pesakitan. Kalah besar jika dibanding aset negeri yang diamanatkan namun dijual atas nama misi penyelamatan. Kalah ‘duar’ jika dibanding proyek-proyek Kapitalis dan partai-partai politik yang merugikan hingga triliunan,

Bahkan kemudian diketahui bahwa Khilafah bukanlah sesuatu yang baru dalam narasi zaman. Sejak sebelum kemerdekaan, ia sudah diperbincangkan. Termaktub dalam banyak buku yang ditulis oleh para cendekiawan. Terbiasa eksis dalam buku pelajaran dan soal-soal ujian. 

Maka layak jadi soal, mengapa lantas baru-baru ini saja dianggap sebagai persoalan? Ada apa gerangan, tuan-tuan?

Para peragu tak bisa mengalahkan orang yang beriman. Ini adalah kredo yang sulit dipatahkan. Sejak tongkat Firaun tenggelam di tengah lautan. Sejak pembakaran Namrud atas jasad Ibrahim berakhir dengan manusia-manusia yang justru mendekat pada iman. Sejak propaganda bualan Abu Lahab justru menjadikannya binasa dan hina di mata pemilik hari penghakiman.

Faktanya, mereka yang sejak lama mencita-citakan Khilafah adalah mereka yang menyadari bahwa aktivitasnya adalah tuntutan keimanan. Sulit menjegalnya jika hanya bermodal secarik surat keputusan. Apalagi jika surat itu dibuat dengan dasar kesumat dan keraguan, yang hingga kini bahkan sah tidaknya masih jadi perdebatan.

Maka benar saja, Peringatan Isra Miraj 1439 H menjadi momentum penegasan. Bahwa dakwah dalam rangka penegakkan Khilafah masih digelorakan. Seruan penegakkan kembali Khilafah yang diruntuhkan pada 28 Rajab 1342 H disuarakan. Penjuru nusantara gempita dengan kerinduan akan peradaban yang memuliakan.

Dari ujung Barat hingga Timur Indonesia. Pinggiran hingga pusat Kota. Sumatera hingga Papua. "Khilafah, khilafah, khilafah.." teriakan tersebut menggema se-Indonesia. Asa itu masih ada.

Ibu-ibu, anak-anak, hingga bapak-bapak datang sejak pagi dengan wajah sumringah. “HTI boleh bubar, tapi jangan harap dakwah Khilafah akan mati,” begitu penegasan salah seorang yang hadir saat itu, seorang Dosen dan pakar sejarah.

Katakanlah: #KhilafahAjaranIslam. Ya, diberbagai tempat, alim ulama’ menyampaikan pesan itu kepada para peragu yang pagi itu mungkin sedang berwajah muram. Meski sempat runtuh lebih dari 90 tahun silam, namun hingga kini ia tetaplah ajaran Islam. Bahkan Khilafah adalah bisyarah Rasul yang akan mengakhiri masa kaum Muslimin yang kini suram.

Meski berbeda latar belakang, para ulama memberi semangat yang satu. Bahwa menggulirkan dakwah Khilafah adalah tugas setiap muslim yang dikaruniai bahu. Ia bukan tugas kelompok tertentu. Bahkan ia juga termasuk tugas yang dibebankan pada para peragu yang kini berusaha memadamkan harap para perindu.

Bukan hanya itu,#ReturnTheKhilafah juga adalah upaya memecah kebuntuan. Di tengah persoalan yang mendera, umat ini tak membutuhkan bualan demi bualan. Lebih dari itu, umat membutuhkan solusi yang memang akan menjadikan dunia dan akhirat dalam dekapan. Maka adakah aturan yang lebih baik dibanding aturan Islam yang disyariatkan?

Lihatlah juga, bendera hitam dengan lafadz tauhid berwarna putihpun memenuhi arena dimana acara-acara diselenggarakan. Bendera yang juga sering dituding sebagai bendera pengancam persatuan itu dikibarkan dengan penuh kebanggaan. Kini, banyak yang justru tau, bendera tersebut bukan milik suatu gerakan. Setiap muslim berhak mengibarkan. 

Di jagad maya, tagar #KhilafahAjaranIslam juga sempat mendunia. Membuat para penjegal dakwah terhenyak penuh tanya. Mengapa? Dakwah Khilafah yang dikira sudah lenyap tak bersisa, namun kini ramai kembali suaranya. Memberikan tanda bahwa makar mereka sebelumnya masih kurang tenaga.

Maka yakinlah kaum Muslimin, bahwa Khilafah bukanlah sesuatu yang fiksi. Begitu pesan salah seorang Guru Besar asal Jawa Tengah ditengah pejuang yang berapi-api. Khilafah pernah menjadi realitas, dan pasti menjadi realitas lagi. 

Mungkin Khilafah tak tegak esok hari. Namun rangkaian peristiwa kemarin menambahkan keyakinan bahwa Khilafah pasti tegak pada saatnya nanti. 

Ketika kita terbiasa menghadapi penjegalan, seketika itu juga kita juga terbiasa melihat para penjegal itu mendapati kegagalan. Ketika kita terbiasa menghadapi tantangan, seketika itu juga tanpa sadar kita sedang menambah kekuatan. 

Maka kita semakin yakin bahwa setiap makar hanyalah bentuk kesia-siaan. Berbagai tantangan hanya bentuk penundaan dan bukanlah pelenyap kemenangan. Tingkatkanlah frekuensi perjuangan.

Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’ma nashir! [vm]

Posting Komentar untuk "Seruan Khilafah Menggema ke Seantero Nusantara"

close