Mengurai Benang Kusut Jaminan Kesehatan Nasional
Oleh : Eva Rahmawati
Masyarakat
Indonesia yang menjadi peserta BPJS Kesehatan akan dipaksa menanggung hutang.
Bahkan, bakal ada sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran tiap
bulan. Sanksinya bagi peserta yang tak patuh tidak akan bisa memperpajang SIM,
STNK hingga Paspor. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir defisit keuangan BPJS, berdasarkan
data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan
mencapai Rp 7,95 triliun. (Tribunnews, 12/11/18)
Apa yang
dilakukan pihak BPJS, hanya menjalankan apa yang sebenarnya sudah diatur
sebelum Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ada. Salah satunya yakni tidak bisa
memproses izin-izin jika belum melunasi tunggakan BPJS Kesehatan. "Soal
keterkaitan izin ini sebetulnya sudah tercantum di PP 86 Tahun 2013, memang ini
sudah dipersiapkan bahkan sebelum JKN ada," jelas Iqbal melansir
Kontan.co.id, Senin (12/9). Iqbal pun mengatakan, jika sesuai peraturan maka hal
itu seharusnya sudah siap diefektifkan per 1 Januari 2019, amanat Perpres
82/2018. (Tribunnews, 12/11/18)
Jika benar-benar diefektifkan, kondisi tersebut akan menambah beban hidup rakyat. Sudahlah ekonomi sulit, harga
kebutuhan pokok melangit, ditambah dengan kesempitan hidup yang kian membelit.
Ini namanya mengatasi satu masalah, tetapi melahirkan banyak masalah. Harusnya
rakyat diberikan kemudahan, bukan malah dipersulit mendapatkan haknya.
Pertanyaannya, harus
dengan apa rakyat membayar hutang tersebut, sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok
individu saja misal
pangan, papan dan sandang belum tercukupi? Padahal rakyat juga sudah
dibebani dengan berbagai pajak. Lantas di mana peran negara?
Kewajiban Negara Menjamin Kesehatan Rakyat
Sejatinya
jaminan kesehatan adalah tanggung jawab negara. Negara berkewajiban memberikan
layanan kesehatan bagi rakyatnya tanpa membeda-bedakan strata sosial
baik miskin maupun kaya,
keduanya mendapatkan fasilitas yang sama. Namun tanggung
jawab tersebut telah dialihkan kepada BPJS. Penyerahan tanggung jawab kesehatan ke BPJS adalah merupakan
bagian dari Konsesus Washington dalam bentuk Program SAP (Structural Adjustment
Program) yang diimplemetasikan dalam bentuk LoI antara IMF dan Pemerintahan
Indonesia untuk mengatasi krisis. Di bidang kesehatan ini lahirlah UU SJSN dan
BPJS sebagai pelengkap komersialisasi dan swastanisasi layanan publik di bidang
kesehatan. Dalam sistem kapitalis peran negara dijauhkan dalam
mengurusi rakyatnya. Pengurusannya diserahkan kepada individu baik swasta
maupun asing. Dan ini
akan berdampak buruk, pasalnya prioritas utama bukan lagi human oriented tapi profit oriented. Untung dan
rugi.
Dengan adanya BPJS Kesehatan, mempertegas lepas tangannya negara
dalam pemenuhan kesehatan bagi rakyat. Rakyat dipaksa gotong royong untuk sesuatu
hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Rela tak rela rakyat harus patuh
membayar iuran BPJS tiap bulan, jika tidak sanksi dipersulitnya pengurusan
administrasi publik akan diterima. Konsep BPJS sama seperti
asuransi. Ada premi yang harus dibayar jika ingin mendapatkan layanan
kesehatan, jika tidak biaya kesehatan ditanggung secara mandiri.
Di samping rakyat dibebani biaya, diskriminasi dalam bidang kesehatan
begitu kontras. Lihatlah perbandingan fasilitas bagi masing-masing kelas,
pelayanan disesuaikan dengan berapa iuran yang disetorkan. Ada uang fasilitas
berbintang, tak ada uang fasilitas apa adanya. Baik dari service penanganan,
obat-obatan yang diberikan sepertinya ada perbedaan antara pasien BPJS dengan
pasien umum (pasien non BPJS).
Bukan Kualitas yang Dikejar, Komplain Terus
Berdatangan
Menengok
perjalanan BPJS Kesehatan dari pertama dioperasikan hingga kini.
Selama kurang lebih 4 tahun, banyak persoalan yang muncul. Mulai dari masalah
selalu defisit keuangan BPJS Kesehatan, hingga keluhan-keluhan yang datang dari pasien pengguna BPJS.
Keluhan tersebut datang bukan tanpa sebab.
Dilansir oleh
Kompas.com, 27/5/17. Sisi empati dari para tenaga kesehatan dirasakan kurang di
mata para pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Sebesar 50,57 persen responden merasa bahwa dokter kurang peduli. Sebesar
14,94 persen merasa tenaga kesehatan kurang komunikatif, dan sebesar 12,64
persen merasa dokter tidak datang tepat waktu sehingga harus menunggu
lama," kata salah seorang anggota tim peneliti Maria Lauranti, dalam
paparan risetnya di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Keluhan
berikutnya penolakan pasien BPJS Kesehatan di beberapa rumah sakit dengan dalih
ruangan penuh, tidak semua obat-obatan ditanggung, mulai
pendaftaran hingga pemberian obat antreannya lebih lama, bahkan baru-baru ini BPJS Kesehatan
mengurangi biaya persalinan, katarak, dan menetapkan batas rehabilitasi medik
bagi pasien. BPJS hanya akan menanggung 8 kali rehabilitasi medik per pasien
setiap bulannya untuk semua penyakit.
Ketua Umum PB
IDI, Ilham Oetama Marsis mengatakan BPJS Kesehatan tak membikin aturan yang
masuk pada ranah medis. Perdirjampelkes saat ini nyatanya hanya berkutat
seputar menambal defisit dengan mengurangi manfaat yang diterima masyarakat. “BPJS Kesehatan sampai saat ini tidak
ada hasil kerja yang positif kecuali kepesertaan yang mencapai 80 persen,”
katanya saat jumpa pers di Kantor PB IDI, Jakarta. (tirto.id, 2/8/18)
Lagi dan lagi
rakyat kembali menjadi korban. Harapan rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan
maksimal jauh panggang dari api. Hanya ilusi. Yang ada rakyat dipaksa iuran
bersama membiayai
kesehatan sendiri. BPJS Kesehatan yang digadang-gadang sebagai
solusi rakyat mendapatkan jaminan kesehatan malah menambah beban hidup rakyat.
Untuk itu perlu adanya solusi menyeluruh yang mampu mengurai benang kusut JKN
ini. Mengingat kebutuhan
akan pelayanan kesehatan ini sangat vital.
Jaminan
Kesehatan Dalam Islam
Bertolakbelakang dengan jaminan kesehatan dalam
sistem kapitalis, dalam pandangan Islam kesehatan sama pentingnya dengan
pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan, papan, sandang, pendidikan dan
keamanan. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap insan,
sebagai penunjang
dalam melaksanakan ibadah dan aktivitas
yang lain. Kesehatan merupakan nikmat yang diberikan Allah SWT. Setiap orang
wajib menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat.
Jika kesehatan terganggu, maka dianjurkan untuk
berobat. Sebagai bagian ikhtiar, tetap Sang penyembuh adalah Allah SWT. Dalam
Islam, pemenuhan jaminan
kesehatan mutlak tanggung jawab negara dan tidak bisa dialihkan kepada pihak
lain, baik individu ataupun swasta. Dan kelak kepala negara akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Sebagaimana
Rasulullah saw. bersabda: "Pemimpin yang mengatur urusan manusia
(Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas
rakyatnya" (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem
Islam, negara menjamin kesehatan rakyat tanpa diskriminasi, bebas biaya
dan rakyat dimudahkan untuk mendapatkan kesehatan dengan fasilitas memadai dan
berkualitas. Rumah sakit, klinik, tenaga medis, dan fasilitas penunjang
disediakan negara dengan cuma-cuma, tanpa memungut biaya dari rakyatnya.
Dalilnya
hadis Nabi saw., sebagaimana penuturan Jabir ra.:
"Rasulullah saw. pernah mengirim seorang dokter kepada Ubay
bin Kaab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Kaab
lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu". (HR Abu Dawud)
Dalil yang
lain dapat dipahami dengan maksud yang sama, sebagaimana yang terdapat di dalam
Kitab Al-Mustadrak
‘ala ash-ShahĂ®hayn karya Imam al-Hakim. Disebutkan oleh Zaid bin Aslam
bahwa kakeknya pernah berkata:
"Aku pernah sakit parah pada masa Khalifah Umar bin
al-Khaththab. Lalu Khalifah Umar memanggil seorang dokter untukku. Kemudian
dokter itu menyuruh aku diet (memantang memakan yang membahayakan) hingga aku
harus menghisap biji kurma karena saking kerasnya diet itu".
(HR al-Hakim, Al-Mustadrak, IV/7464).
Dari
dua hadis di atas
membuktikan bahwa ketika Islam diterapkan kaffah, negara benar-benar menjamin
kesehatan rakyatnya. Tanpa diskriminasi, tanpa pungutan biaya
dan mudahnya mendapatkan layanan kesehatan. Syariat Islam akan selalu membawa
maslahat, karena bersumber dari Allah SWT. Maha adil dan bijaksana Allah dengan
segala hukum serta ketetapanNya. [vm]
Wallohua'lam
bi ashshowab.
Posting Komentar untuk "Mengurai Benang Kusut Jaminan Kesehatan Nasional"