Hukum di Indonesia untuk Siapa?
Oleh: UmmuRaihan
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Kembali pemberitaan dihebohkan oleh penetapan tersangka pada salah satu ulama yang diduga melakukan tindakan penghinaan dan pelanggaran UU ITE.
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest menilai, kasus Habib Bahar bin Smith menjadi pembelajaran bagi siapapun menghina Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menurutnya apapun profesinya, tak cuma pendakwah, harus menyampaikan pesan yang sejuk.
"Lagi-lagi buat siapapun, profesi apapun, ngomong yang sejuk-sejuk saja yang damai. Boleh kita kritik, tegur, beri peringatan keras, tapi ada cara lain yang lebih pantas," kata Rian mengomentari penetapan tersangka Bahar bin Smith, saat kunjungan ke DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/11/2018).
Rian memaklumi jika kasus Bahar bin Smith disebut kriminalisasi ulama oleh oposisi. Namun dia tidak setuju kasus Bahar masuk kategori kriminalisasi.
"Jadi saya bicara dalan konteks hukum, dalam hukum kita siapapun yang melanggar ditindak tanpa pandang bulu kalau kita pandang bulu, karena pemuka agama nggak diperiksa waduh bahaya untuk kualitas demokrasi," kata dia.
Kepala Bagian Penerangan Umum Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Syahar Diantono mengkonfirmasi penetapan tersangka Habib Bahar bin Smith atau HBS. Dia disangka melanggar pasal berlapis. Penetapan tersangka dilakukan setelah dia diperiksa penyidik Bareskrim Polri.
"Benar bahwa hasil gelar perkara penyidik, HBS telah ditetapkan sebagai tersangka. Telah dilakukan pemeriksaan, paraf dan penandatanganan BAP oleh tersangka dan pengacaranya," ujar Syahar.
Dilaporkan Pendukung Jokowi
Kasus bermula dari laporan yang dilayangkan Sekjen Jokowi Mania Laode Kamaruddin ke Bareskrim Polri, atas dugaan kejahatan terhadap penguasa umum dan ujaran kebencian. Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/1551/XI/2018/BARESKRIM tanggal 28 November 2018.
Habib Bahar dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 dan Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena ceramahnya yang diduga menghina Presiden Joko Widodo.
Laporan terhadap Habib Bahar juga dilayangkan ke Polda Metro Jaya oleh Ketua Cyber Indonesia Muannas Alaidid dan diterima dengan Nomor LP/6519/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 28 November 2018.
Lagi dan lagi keadilan dan penegakkan hukum dinegri ini dipertanyakan. Sudah jadi rahasia umum jika pelakunya adalah umat Islam maka respon kepolisian amat cepat dan sigap berbeda jika pelakunya non muslim atau pendukung rezim saat ini meski puluhan laporan telah dilayangkan beserta bukti dan saksi yang lengkap tapi proses hukum berjalan ditempat bahkan menguap ditelan waktu.
Penyataan Habib Bahar yang mengatakan presiden Banci secara makna sebutan yang pantas diberikan pada orang yang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatan atau perkataannya.
Kata banci sebenarnya umum diucapkan masyarakat bahkan jika ingin serius masih banyak istilah sarkasme ditujukan pada rezim ini khususnya persiden tapi tidak pernah ditindak.
Publik masih ingat betul vidio seorang remaja Cina yang dengan amat jelas menghina presiden tapi tak ada respon dan hanya dianggap kenakalan remaja.
Kasus-kasus serupa lainnya seolah penegak hukum dinegri ini mendadak bisu, tuli, dan buta.
Sebut saja kasus Viktor Laiscodat, Sukmawati, para komika, dan yang lainnya seolah tak tersentuh hukum.
Jika penegakan dan keadilan hukum terus begini jangan salahkan rakyat menganggap rezim ini anti Islam, diktator, dan tidak mengulamakan ulama.
Jangan salahkan kepercayaan publik dinegri ini makin berkurang pada aparat penegak hukum dan penguasa, serta menginginkan perubahan tak hanya presiden tapi juga sistem.
Karna terbukti sistem saat ini tidak memberi rasa keadilan, rasa aman, dan nyaman bagi rakyat Indonesia.
Politik belah bambu yang digunakan rezim saat ini membuat rakyat makin sadar kemana arah politik dan sikap yang akan diambil, apakah tetap bertahan dan melanjutkan pemerintahan yang telah ada atau menganti dengan sistem yang jauh lebih baik, wallahu a'lam bishowab.[vm]
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest menilai, kasus Habib Bahar bin Smith menjadi pembelajaran bagi siapapun menghina Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menurutnya apapun profesinya, tak cuma pendakwah, harus menyampaikan pesan yang sejuk.
"Lagi-lagi buat siapapun, profesi apapun, ngomong yang sejuk-sejuk saja yang damai. Boleh kita kritik, tegur, beri peringatan keras, tapi ada cara lain yang lebih pantas," kata Rian mengomentari penetapan tersangka Bahar bin Smith, saat kunjungan ke DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/11/2018).
Rian memaklumi jika kasus Bahar bin Smith disebut kriminalisasi ulama oleh oposisi. Namun dia tidak setuju kasus Bahar masuk kategori kriminalisasi.
"Jadi saya bicara dalan konteks hukum, dalam hukum kita siapapun yang melanggar ditindak tanpa pandang bulu kalau kita pandang bulu, karena pemuka agama nggak diperiksa waduh bahaya untuk kualitas demokrasi," kata dia.
Kepala Bagian Penerangan Umum Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Syahar Diantono mengkonfirmasi penetapan tersangka Habib Bahar bin Smith atau HBS. Dia disangka melanggar pasal berlapis. Penetapan tersangka dilakukan setelah dia diperiksa penyidik Bareskrim Polri.
"Benar bahwa hasil gelar perkara penyidik, HBS telah ditetapkan sebagai tersangka. Telah dilakukan pemeriksaan, paraf dan penandatanganan BAP oleh tersangka dan pengacaranya," ujar Syahar.
Dilaporkan Pendukung Jokowi
Kasus bermula dari laporan yang dilayangkan Sekjen Jokowi Mania Laode Kamaruddin ke Bareskrim Polri, atas dugaan kejahatan terhadap penguasa umum dan ujaran kebencian. Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/1551/XI/2018/BARESKRIM tanggal 28 November 2018.
Habib Bahar dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b angka 1 dan Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena ceramahnya yang diduga menghina Presiden Joko Widodo.
Laporan terhadap Habib Bahar juga dilayangkan ke Polda Metro Jaya oleh Ketua Cyber Indonesia Muannas Alaidid dan diterima dengan Nomor LP/6519/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 28 November 2018.
Lagi dan lagi keadilan dan penegakkan hukum dinegri ini dipertanyakan. Sudah jadi rahasia umum jika pelakunya adalah umat Islam maka respon kepolisian amat cepat dan sigap berbeda jika pelakunya non muslim atau pendukung rezim saat ini meski puluhan laporan telah dilayangkan beserta bukti dan saksi yang lengkap tapi proses hukum berjalan ditempat bahkan menguap ditelan waktu.
Penyataan Habib Bahar yang mengatakan presiden Banci secara makna sebutan yang pantas diberikan pada orang yang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatan atau perkataannya.
Kata banci sebenarnya umum diucapkan masyarakat bahkan jika ingin serius masih banyak istilah sarkasme ditujukan pada rezim ini khususnya persiden tapi tidak pernah ditindak.
Publik masih ingat betul vidio seorang remaja Cina yang dengan amat jelas menghina presiden tapi tak ada respon dan hanya dianggap kenakalan remaja.
Kasus-kasus serupa lainnya seolah penegak hukum dinegri ini mendadak bisu, tuli, dan buta.
Sebut saja kasus Viktor Laiscodat, Sukmawati, para komika, dan yang lainnya seolah tak tersentuh hukum.
Jika penegakan dan keadilan hukum terus begini jangan salahkan rakyat menganggap rezim ini anti Islam, diktator, dan tidak mengulamakan ulama.
Jangan salahkan kepercayaan publik dinegri ini makin berkurang pada aparat penegak hukum dan penguasa, serta menginginkan perubahan tak hanya presiden tapi juga sistem.
Karna terbukti sistem saat ini tidak memberi rasa keadilan, rasa aman, dan nyaman bagi rakyat Indonesia.
Politik belah bambu yang digunakan rezim saat ini membuat rakyat makin sadar kemana arah politik dan sikap yang akan diambil, apakah tetap bertahan dan melanjutkan pemerintahan yang telah ada atau menganti dengan sistem yang jauh lebih baik, wallahu a'lam bishowab.[vm]
Posting Komentar untuk "Hukum di Indonesia untuk Siapa?"