Ramadhan, Momentum Meningkatkan Takwa
Oleh: N. Vera Khairunnisa
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh keutamaan. Sungguh beruntung orang yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan menambah amalan-amalan shalih lainnya. Karena dia telah mengumpulkan banyak pahala di sisi Allah swt.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Karena Ramadhan memiliki banyak keutamaan, maka tidak sedikit kaum muslim yang meningkatkan ibadah kepada Rabbnya. Jika di bulan lain ia jarang melakukan shalat sunnah, bulan Ramadhan jadi semangat shalat sunnah, terutama shalat tarawih. Jika di bulan lain sering malas tadarusan, di bulan suci ini lebih rutin, bahkan ditarget sehari satu juz. Jika di bulan lain ke mesjid hanya ketika jum'atan, di bulan mulia ini lebih rajin, bahkan senang melakukan i'tikaf.
Semangat meningkatkan ibadah di bulan Ramadhan tentu hal yang sangat baik. Hanya sayangnya, ketika peningkatan ketakwaan itu hanya berhenti pada tataran ibadah mahdah atau aturan Islam yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah saja. Sedangkan aturan Islam lainnya masih diabaikan.
Misalnya saja, kita masih mendapati sebagian muslimah yang pergi ke mesjid untuk shalat tarawih berjama'ah, namun ia tidak menutup aurat. Aurat hanya ditutup ketika shalat saja, selesai shalat diumbar lagi.
Pada bulan ini, kita juga masih menemukan ada banyak kaum muslim yang masih terlibat aktivitas riba. Padahal kita tahu, ada banyak dalil yang menunjukan besarnya dosa riba. Rasulullah saw bersabda :
"Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan dosanya adalah seperti seperti seseorang yang menzinai ibunya sendiri." (HR. Al Hakim)
Di bulan Ramadhan juga ada istilah ngabuburit atau buka bersama (bukber), yang pada faktanya, kegiatan tersebut banyak dilakukan dengan yang bukan mahrom, bahkan dengan pacar.
Selain itu, sebagian muslim tersebut juga masih banyak yang tidak peduli terhadap berbagai permasalahan yang menimpa umat hari ini. Padahal, umat dihadapkan pada berbagai problem yang butuh mendapat perhatian dan solusi. Mulai dari problem sosial yakni rusaknya generasi. Problem ekonomi, yaitu menjamurnya praktek riba. Problem pendidikan, yakni kurikulum yang jauh dari pemikiran Islam. Problem budaya, yakni bertebarannya budaya yang bertentangan dengan aturan Islam. Dan banyak problem lainnya, yang semuanya itu berporos pada satu problem, yakni problem politik hari ini. Dimana umat Islam tidak diatur dengan politik Islam, namun politik demokrasi.
Namun, umat Islam hari ini banyak yang tidak mau tahu atau tidak peduli dengan berbagia problem tersebut, khususnya di bulan Ramadhan. Anggapan mereka, membicarakan masalah politik di bulan Ramadhan, akan menodai kesucian Ramadhan. Bahkan, bukan hanya menutup diri dari membicarakan hal yang bersifat politik, mereka juga menjauhi segala aktivitas yang dianggap aktivitas keduniaan.
Mengapa muncul pandangan seperti itu di tengah-tengah kaum muslim?
Semua itu karena diterapkannya paham sekuler di negeri ini. Yakni sebuah paham yang memisahkan urusan dunia dengan urusan akhirat. Urusan dunia, terserah manusia. Urusan akhirat, baru diserahkan pada agama. Paham ini sudah merasuk dan memengaruhi cara berpikir dan cara bersikap kaum muslim.
Akibatnya, kaum muslim hanya mau menutup aurat ketika shalat saja. Di luar shalat, ia merasa berat. Di mesjid, ia merasa begitu dekat dan diawasi Allah swt, namun di luar mesjid (ketika jual beli, muamalah, politik, dsb), seakan Allah jauh dan tidak menyaksikan. Ketika beribadah ritual, ia begitu memperhatikan hukum-hukum syariah tentabg shalat, syarat dan rukunnya, sah batalnya. Namun dalam perkara muanalah, politik, mengabaikan aturan Islam.
Ramadhan: Momentum Meningkatkan Takwa
Seharusnya, Ramadhan dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan ketakwaan, sebagaimana firman Allah swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaziri, makna firman Allah SWT "la'allakum tattaqun" yaknj agar dengan puasa itu Allah mempersiapkan kalian untuk meraih takwa, yakni melaksanakan perintah-perintah Allah swt. dan mennauhi larangan-larangan-Nya (Al-Jazairi, Asyar at-Tafasir, 1/80).
Sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib ra. takwa adalah: al-khawf min al-jalil wa al-'amalu bi at-tanzil wa ar-ridha bi al-isti' dad li yawm ar-rahil (memiliki rasa takut kepada Zat Yang Maha Agung, mengamalkan al-Quran, ridha dengan yang sedikit dan memlersiapkan bekal untuk (menghadapi) 'hari penggiringan' (Hari Kiamat) (Dalil al-Wa'izh ila Adillah al-Mawa'izh, 1/546; Subul al-Huda wa ar-Rasyad, 1/421).
Rasa takut kepada Allah SWT itu harusnya melahirkan sikap ingin selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, yakni dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya, dan menjauhi seluruh yang dilarang-Nya. Ia juga akan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk merealisasi al-'amal bi at-tanzil, yakni mengamalkan seluruh isi al-Quran atau menerapkan semua aturan Islam.
Dengan demikian, keberhasilan mewujudkan atau meningkatkan ketakwaan di bulan suci Ramadhan, tidak cukup hanya dengan menjalankan amalan-amalan nafilah saja. Bahkan, amal-amal fardhu wajib diutamakan sebelum amal-amal sunnah. Ibn Hajar al-'Ashqalani menyatakan di dalam Fath al-Bari, sebagian ulama besar mengatakan,
"Siapa saja yang fardhunya lebih menyibukkan dia dari nafilah-nya maka dia dimaafkan. Sebaliknya, siapa yang nafilah-nya menyibukkan dia dari amal fardhunya maka dia telah tertipu."
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh sisi kehidupan. Bukan hanya mengatur bagaimana tata cara ibadah seorang hamba terhadap Rabbnya. Namun Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dalam hal berpakaian, makanan, minuman dan akhlak. Juga mengatur hubungan manusia dengan mansia lainnya yakni dalam perkara muamalah, jual beli, politik, dsb. Oleh karena itu, wujud takwa yang sesunggunya adalah dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah atau totalitas.
Semuanya itu dilakukan dalam rangka persiapan diri untuk menghadapi 'hari penggiringan', yakni Hari Kiamat. Semoga di bulan suci Ramadhan kali ini, kita mampu meraih takwa sebenar-benar takwa. Agar kita bisa termasuk orang-orang yang selamat. Aamiin ya Allah yaa Rabbal'alamiin. [vm]
Posting Komentar untuk "Ramadhan, Momentum Meningkatkan Takwa"