Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sistem Pendidikan Islam Mampu Melawan Fundamentalisme Sekuler


Oleh : H. Indarto Imam, S.Pd. (Direktur Forum Pendidikan Cemerlang)

Sistem pendidikan sekular-kapitalis melahirkan strategi pendidikan  sekular sehingga pada gilirannya akan menciptakan  tipologi masyarakat sekular-kapitalis. Pendidikan yang sekular-materialistik saat ini merupakan produk dari ideologi sekular yang terbukti telah gagal mengantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni  seorang manusia shalih dan mushlih. Hal ini disebabkan oleh  dua hal. 

Pertama, paradigma pendidikan yang didasarkan pada ideologi sekular, yang tujuannya sekadar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dalam pencapaian tujuan hidup, hedonistik dalam budaya masyarakatnya, individualistik dalam interaksi sosialnya, serta sinkretistik dalam agamanya. Kedua, kerusakan  fungsional pada tiga unsur pelaksana  pendidikan, yakni: (1)  lembaga pendidikan formal yang lemah; tercermin dari kacaunya kurikulum serta  tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung;  (3) keadaan  masyarakat yang tidak kondusif.

Asas yang sekular mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya pada proses penguasaan tsaqâfah Islam dan pembentukan kepribadian Islam. Guru/dosen sekadar  berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak   sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian  (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri tidak lagi pantas diteladani. Lingkungan fisik sekolah/kampus yang tidak tertata dan terkondisi secara islami turut  menumbuhkan budaya  yang tidak memacu  proses pembentukan kepribadian peserta didik. Akhirnya, rusaklah pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

Para orangtua juga tidak secara sungguh-sungguh menanamkan dasar-dasar keislaman yang memadai kepada anaknya.  Lemahnya pengawasan  terhadap  pergaulan anak dan minimnya teladan  dari orangtua dalam  sikap keseharian terhadap anak-anaknya makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan. 

Masyarakat, yang semestinya menjadi  media pendidikan yang real, juga  berperan sebaliknya, yaitu menegasikan hampir seluruh proses pendidikan di rumah dan persekolahan. Sebab, dalam masyarakat  berkembang sistem nilai sekular; mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya, politik,  maupun tata pergaulan sehari-hari; berita-berita pada media masa juga cenderung mempropagandakan hal-hal negatif.

Oleh karena itu,  penyelesaian problem pendidikan yang  mendasar harus dilakukan pula secara  fundamental. Hal itu  hanya dapat diwujudkan dengan  melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari  perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi  paradigma Islam. Pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara  memperbaiki  strategi fungsionalnya  sesuai dengan arahan Islam.

Secara pasti, tujuan  pendidikan Islam adalah menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti, cara berpikirnya harus didasarkan pada nilai-nilai Islam serta berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Metode pendidikan dan pengajarannya juga harus dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.

Dalam kerangka ini, diperlukan monitoring yang intensif oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah (negara), terhadap perilaku peserta didik, sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam berkenaan dengan kehidupan dan nilai-nilainya. Rangkaian selanjutnya adalah tahap merealisasikannya sehingga dibutuhkan program pendidikan dan kurikulum yang selaras, serasi, dan berkesinambungan dengan tujuan di atas.

Kurikulum dibangun di atas landasan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras  dengan asas itu. Konsekuensinya,  waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islâm dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang  besar. Ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu (formal). 

di tingkat perguruan tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya,  materi tentang ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan untuk diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan serta dipahami cacat-cela  dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.[vm]

Posting Komentar untuk "Sistem Pendidikan Islam Mampu Melawan Fundamentalisme Sekuler"

close