Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Percaturan Global dan Fenomena Kuatnya Solidaritas Umat Untuk Menghapus Para Diktator Nasional


Oleh : Rudianto (Analis di Arroya Center)

Publik telah menyaksikan kembali munculnya kembali suatu pemerintahan dunia multi-peradaban, ditandai meningkatnya kekuatan Asia dan Amerika Selatan sebagaimana dicontohkan oleh China, India dan Brasil. Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia dan Cina pada ukuran Negara yang sedang bersaing ketat. 

Amerika masih menjadi adidaya tunggal, namun ingatan kuat seperti dengan agresinya di Vietnam 50 tahun yang lalu, adalah bagian dari strategi yang lebih luas yang ditujukan terhadap kebangkitan China. Adapun posisi Korea Utara hari ini, memberi Amerika justifikasi untuk melakukan militerisasi yang kuat secara langsung di perbatasan China. Langkah-langkah AS sangat merepotkan China. Krisis di semenanjung Korea maupun Laut China Selatan dan Timur juga berfungsi untuk mengganggu kepemimpinan China di wilayah regionalnya. Oleh karena itu tindakan Amerika melawan Korea Utara merupakan bagian dari strategi manuver politik dalam mengejar tujuan yang lebih besar, China.

di Eropa ada Uni Eropa yang sebagai entitas supra-nasional yang telah mengikis dan terus mengikis kedaulatan negara-bangsa. Sehingga Negara bangsa menjadikannya semakin kurang relevan, meskipun hal ini tidak disertai komponen militer dan politik yang sebenarnya masih menghambat hal ini,  dan ini adalah arah kaum pendukung Uni Eropa yang bercita-cita untuk membangun integrasi ekonomi pada tempatnya. Uni Eropa berupaya melemahkan posisi AS dengan segala cara soft power. 

di saat yang sama negara-negara di Timur Tengah telah mengalami defisit legitimasi dari rakyatnya dan menjadi tidak mapan, mengingat bahwa mereka adalah ciptaan kolonial yang terdiri dari perbatasan negara yang dipaksakan oleh kekuatan-kekuatan imperialis. 

Suatu contoh yang baik adalah tiga negara Afrika Utara yang memiliki fitur dalam nuansa protes, revolusi dan pemberontakan. Tidak dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan etnis di antara negara-negara itu –  karena suku Awlad Ali ditemukan pada setengah wilayah Mesir dan setengah wilayah Libya, dan ada banyak suku Berber yang tersebar dari Maroko hingga Mesir. Ada tiga negara yang semua penduduknya berbicara dengan dialek Arab, dan secara fundamental – mayoritas penduduknya adalah Muslim, dan pada masa sekarang menjadi lebih konservatif dan cenderung religius. Secara historis dan budaya, batas-batas di antara mereka bukanlah alami, melainkan dipaksakan oleh Barat.

Untuk menunjukkan solidaritas masyarakat di wilayah ini – setelah terjadinya pemberontakan di Tunisia yang kemudian menyebar ke Mesir –  masyarakat baik di Tunisia maupun Yordania dan Negara-negara lainnya pergi keluar rumah untuk menunjukkan penentangan terhadap presiden Mesir sambil juga memprotes pemerintah mereka sendiri. 

Solidaritas yang sama dirasakan dengan pemberontakan rakyat Libya melawan Gaddafi, dimana terlihat orang-orang Mesir melakukan protes di luar kedutaan Libya di Kairo. Publik juga melihat umat Islam dari London hingga Indonesia berdemonstrasi menunjukkan solidaritas dan mendukung gerakan-gerakan untuk menghapus para diktator nasional, dan hal ini terus terjadi saat kita bicara dan situasinya tetap cair.

Meskipun masing-masing dari pergolakan itu memiliki kondisi khusus, terdapat banyak karakteristik yang luas, yaitu melanggar hukum negara – dan hilangnya faktor ketakutan, yang merupakan pilar dari setiap kediktatoran untuk menjadikan rakyatnya penurut, sebagai akibat dari yang dirasakan atas keberhasilan protes Tunisia dan kemudian dilanjutkan Mesir. Para elit pemerintahan di wilayah ini tidak dilihat sebagai mewakili pendapat dan sudut pandang dari rakyatnya, tetapi lebih dipandang sebagai alat Barat. Mereka menemukan solusi alternatif khilafah sebagai jawaban untuk mengganti para diktator kapitalis-sekuler yang telah lama menindas umat. [vm]

Posting Komentar untuk "Percaturan Global dan Fenomena Kuatnya Solidaritas Umat Untuk Menghapus Para Diktator Nasional "

close