Menuju Indonesia Abnormal Di Tengah Kebijakan "New Normal Life"
Oleh: Khusnul Khatimah, S.Pd (Aktivis Muslimah dari Kab. Malang)
Skenario new normal life atau pola hidup baru yang beradaptasi dengan pandemi Covid-19 menjadi perdebatan hangat dan penuh pro kontra saat ini. Presiden Joko Widodo meminta masyarakat bersiap menjalani "New Normal Life" atau kehidupan normal yang baru. Dengan kondisi ini, masyarakat dapat kembali hidup normal namun harus menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).
"Bapak Presiden juga menekankan pentingnya kita harus bersiap siaga untuk menghadapi era normal baru, kehidupan normal baru. Di mana kita akan berada dalam situasi yang beda dengan normal sebelumnya," kata Menko PMK Muhadjir Effendy dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin (18/5). Sejak wacana "New Normal Life" digulirkan banyak para pakar yang menolaknya. Salah satunya Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra. Beliau mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.
"Saya kira baru tepat membicarakan new normal ini sekitar minggu ketiga/empat Juni nanti maupun awal Juli. Nah, sekarang ini terlalu gegabah kalau kita bahas dan memutuskan segera new normal itu," ujar Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Senin (25/5).
Terlalu dini, maksud Hermawan adalah wacana new normal ini membuat persepsi masyarakat seolah-olah telah melewati puncak pandemi Covid-19, namun kenyataan belum dan perlu persiapan-persiapan dalam new normal tersebut.
Jadi, new normal ini adalah sesuatu yang akan dihadapi, namun berbincang new normal ini banyak pra syaratnya. Pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB," sebutnya. Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal.
"Selanjutnya, apakah hal ini sudah berlangsung dan sudah terjadi, rasanya belum," sambungnya.
Hermawan mengatakan, puncak pandemi belum dilewati bahkan kasus cenderung naik. Akibatnya, prediksi-prediksi yang mengatakan puncak pandemi pada awal Juni akan mundur hingga akhir Juni maupun awal Juli.
"Hemat saya kita harus bersabar dan memiliki daya tahan ya. Namun itu tergantung dari pemerintah, harus konsisten juga dalam mengambil kebijakan, disiplin untuk memberikan statement dan juga adanya penguatan-penguatan pelayanan di lapangan," tuturnya.
Sementara itu, dia mengungkapkan, dampak dari perbincangan new normal belakangan ini buat masyarakat alami pandangan, kebebasan tanpa melihat potensi penyebaran virus corona (permisivisme). (Merdeka.com/25 Mei 2020)
Sosialisasi di berbagai lembaga yang dilakukan pemerintah untuk mempersiapkan kondisi kehidupan baru terkesan memaksakan dan harus ditaati oleh masyarakat. Dalihnya, tak ada pilihan lain selain hidup berdampingan dengan wabah agar kehidupan kembali berjalan normal sampai vaksin corona berhasil ditemukan. Pemerintah seolah menutup mata akan adanya bahaya yang mengintai dibalik kebijakan tersebut. Sebuah keniscayaan virus akan menyebar lebih luas dan lebih banyak orang yang terpapar meskipun berbagai protokol kesehatan telah dicanangkan, namun sulit mengontrol pelaksaannya sesuai dengan yang ditetapkan. Apalagi sarana dan prasarana pendukung masih minim tersedia."New Normal Life" yang direncanakan akan berubah menjadi "Abnormal Life'" dengan banyaknya korban dan kerugian di berbagai sektor.
Motif ekonomi tercium kuat dari digalakkannya "New Normal Life". Indonesia yang menganut ideologi kapitalisme tidak ingin perekonomiannya hancur. Pengusaha-pengusaha besar bermodal elit yang selama ini berada di balik para penguasa juga tidak ingin usahanya gulung tikar. Selama ini para pengusaha besar merasakan dampak kerugian ekonomi akibat wabah ini. Hal ini tampak jelas saat mesin-mesin pabrik berhenti beroperasi, mall tutup, alur ekonomi mandeg dan lain sebagainya.
Mereka sangat berkepentingan untuk memulihkan kembali kondisi ekonominya yang porak-poranda. Hal inilah yang membuat masyarakat tidak heran lagi jika mall, maskapai penerbangan, tempat pariwisata dan lain sebagainya mulai dibuka. PSBB pun mulai dilonggarkan di berbagai daerah untuk memudahkan perputaran arus ekonomi.
Motif kebijakan tergesa-gesa "New Normal Life" tidak hanya karena kepentingan para pengusaha dalam negeri, namun juga sejalan dengan kebijakan negara adidaya berideologi Kapitalisme, Amerika Serikat." New Normal Life" di AS sudah dimulai 26 Mei 2020 yang akhirnya menjadi tren setelah mendapat rekomendasi WHO.
Dimuat dalam lamannya melalui artikel tertanggal 27 April 2020 bertajuk “A New Normal: UN lays out roadmap to lift economies and save jobs after Covid-19” (New Normal: Peta jalan yang diletakkan PBB bagi peningkatan ekonomi dan penyelamatan lapangan pekerjaan setelah Covid-19). Jadi kebijakan "New Normal Life" ini tidak lain adalah skenario penyelamatan Kapitalisme global. Tanpa bergeraknya mesin - mesin ekonomi melalui para kapitalis, tentunya Kapitalisme akan hancur.
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki solusi atas rusaknya berbagai sektor riil dalam negeri akibat wabah. "Lockdown" atau karantina daerah terdampak wabah adalah konsep syar'i dalam Islam saat terjadi wabah. Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi dimasa Umar bin Khattab untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Karantina daerah terdampak meniscayaan tidak menularnya wabah ke daerah lain. Berbagai aktivitas warga di luar daerah terdampak akan tetap normal.
Warga yang berada di daerah terdampak wabah pun akan mendapat jaminan kebutuhan dari negara, sehingga mereka tidak perlu memikirkan beribu cara mencari nafkah saat wabah menimpa. Negara dalam konsep Islam akan leluasa mengalokasikan dana karena dalam sistem ekonomi Islam, pengelolaan kekayaan alam dan aset negara dilakukan secara mandiri tanpa kontrol dari negara lain. Negara sanggup memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk dalam hal kesehatan dan pengobatan.
Jika dana yang tersedia benar-benar tidak mencukupi, atau negara dalam kondisi ekonomi terpuruk, maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam untuk memenuhi defisit anggaran. Namun hal ini bersifat kondisional saja, tidak terus-menerus. Negara wajib segera mencari cara untuk memulihkan kondisi perekonomiannya.
Bukan hanya masalah biaya pelayanan, negara di dalam Islam wajib mencukupi ketersediaan sarana-prasarana kesehatan dan pengobatan, obat-obatan, penyelenggaraan pendidikan SDM tenaga kesehatan, serta keseluruhan tata kelola kesehatan dan penunjangnya. Tentu saja, negara wajib pula memperhatikan kesejahteraan tenaga medis yang telah mengabdikan diri sebagai pelayan masyarakat di bidang kesehatan.
Dengan demikian, rakyat tidak terbebani oleh biaya kesehatan. Begitupun dengan rumah sakit dan para tenaga medis, mereka dapat melayani pasien dengan tenang dan profesional, serta memberikan pengobatan yang maksimal tanpa dibebani keterbatasan anggaran. (helpsharia.com, 12/1/2017)
Beginilah sekilas gambaran bagaimana Islam melindungi rakyat dan terbebas dari kontrol negara lain. Mari kita bersama-sama mewujudkan sistem yang berkah ini untuk menyelamatkan penduduk bumi. "New Normal Life" sejatinya adalah kita hidup sesuai aturan yang Allah tetapkan. Dialah yang menciptakan kita dan memberi petunjuk dengan Al-Qur'an n Al-Hadist agar kita selamat dunia akhirat.
Wallahu'alam bisshowab []
Posting Komentar untuk "Menuju Indonesia Abnormal Di Tengah Kebijakan "New Normal Life""