Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemerintahan Dalam Islam Bukanlah Pemerintahan Polisi, Haram Memata-Matai Kaum Muslim


Bismillāh walhamdulillāh washshalātu wassalāmu ‘ala Rasūlillāh (Dengan menyebut nama Allah, segala puji hanya dan untuk Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah)!

Saudara-saudaraku tercinta, bahwa setelah akumulasi kesalahan dan penerapan yang salah selama berabad-abad, dan setelah Islam dikeluarkan dari kekuasaan, serta setelah kaum kafir kolonial mendominasi umat secara langsung dan tidak langsung, maka kehidupan dalam masyarakat kaum Muslim menjadi rusak, dan tidak sedikit perasaan yang ikut rusak pula, bahkan beberapa perasaan batil telah menjadi dominan dan dalil kebijakan, sehingga perasaan selain itu hanyalah pengecualian. Dalam kesempatan yang singkat ini, saya ingin saling menguatkan bersama Anda untuk dua hal yang saya rasa perlu untuk diperhatikan:

Pertama: Islam Melarang Pemerintahan Polisi

Pemerintahan dan kekuasaan dalam Islam adalah untuk mengurus urusan masyarakat (rakyat) dengan hukum-hukum Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda:

«الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Imam itu adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas (rakyat) yang dipimpinnya”.

Pemerintahan itu bukanlah kekuatan. Kekuatan dalam negara bukanlah pemeliharaan terhadap urusan rakyat, juga bukan pengelolaan urusan mereka, yakni kekuatan itu bukan kekuasaan, meski keberadaan, pembentukan, pengelolaan dan persiapannya tidak mungkin tanpa kekuasaan. Kekuatan adalah entitas material, yang tercermin dalam tentara dan polisi, yang dengannya kekuasaan menerapkan hukum, mengatasi para penjahat dan imoralitas, serta mengusir para penyerang. Kekuasaan bukanlah kekuatan, meski kekuasaan itu tidak dapat hidup tanpa kekuatan. Kekuatan bukanlah kekuasaan, meski keberadaan kekuatan tidak mungkin tanpa kekuasaan. Sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuat atsar dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata:

إنَّ اللهَ لَيَزَعُ بالسُّلطانِ مَا لا يَزَعُ بالقُرْآنِ

“Sesungguhnya Allah mencegah dengan kekuasaan apa yang tidak bisa dicegah dengan al-Qur`an.”

Oleh karena itu, kekuasaan tidak boleh berubah menjadi kekuatan. Sebab jika kekuasaan berubah menjadi kekuatan, maka rusaklah pemeliharaan terhadap urusan rakyat, karena konsep dan standarnya akan berubah menjadi konsep dan standar penekanan, penindasan dan pengontrolan, bukan lagi konsep dan standar pemeliharaan urusan rakyat, dan akan berubah menjadi pemerintahan polisi, yang hanya bertindak dengan teror, pengontrolan, penekanan, pembungkaman, penindasan dan penumpahan darah.

Kedua: Islam Melarang Menyakiti dan Memata-matai Kaum Muslim

Saudara-saudaraku tercinta, Islam melarang penguasa menyiksa dan menyakiti rakyatnya. Imam Muslim meriwayatkan dari Hisyam bin Hakim yang mengatakan: Aku bersaksi sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ يُعَذِّبُ الَّذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا»

“Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa orang lain di dunia”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ…»

“Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat. Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang …..” (HR Muslim dari jalan Abu Hurairah).

Islam juga melarang apapun perbuatan yang menyerang kesucian kaum Muslim, melecehkan kehormatannya, merusak harta bendanya, menghancurkan harga dirinya, dan melanggar kehormatan rumahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ»

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta dan kehormatannya.” (HR Muslim dari jalan Abu Hurairah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«مَنِ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ، فَقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَفْقَئُوا عَيْنَهُ»

“Barang siapa yang melihat (mengintip) ke dalam rumah seseorang tanpa ijin, maka ia halal dicongkel matanya.” (HR Ahmad dari jalan Abu Hurairah).

Islam juga melarang memata-matai kaum Muslim, mengawasinya, mengintainya, serta mengorek rahasia dan berita pribadinya. Sebagaimana Islam melarang seorang Muslim menjadi mata-mata untuk memata-matai kaum Muslim. Allah subhānahu wa ta’āla berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain.” (TQS al-Hujurat [49] : 12).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ لا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِ الْمُسْلِمِينَ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتْبَعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَهُوَ فِي بَيْتِهِ»

“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang Muslim, dan jangan pula kalian menelusuri aurat mereka (mencari-cari kesalahan mereka). Karena barang siapa menelusuri aurat mereka, maka Allah akan balas menelusuri auratnya. Dan barang siapa ditelusuri auratnya oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya di dalam rumahnya.”(HR Ahmad dari jalan Abu Barzah al-Aslami).

Nash-nash (dalil-dalil) syariah melarang (mengharamkan) kaum Muslim memata-matai kaum Muslim yang lain. Juga mereka dilarang melacak (mencari-cari) kesalahannya. Sebagaimana terdapat banyak hadis yang melarang kaum Muslim bekerja di badan intelijen untuk memata-matai kaum Muslim. Al-Miswar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

«مَنْ أَكَلَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَكْلَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُ مِثْلَهَا مِنْ جَهَنَّمَ ، وَمَنْ كُسِيَ ثَوْبًا بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَكْسُوهُ مِثْلَهُ مِنْ جَهَنَّمَ…»

“Barangsiapa memakan seorang muslim, maka sesungguhnya Allah akan memberinya makan seperti itu di Jahannam kelak. Dan barangsiapa yang memakaikan pakaian seorang muslim, maka Allah akan memakaikan pakaian yang sama kepadanya di Jahannam ….” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Tak perlu dikatakan karena semuanya sudah sangat jelas bahwa hukum spionase (memata-matai) ini berbeda dari hukum spionase terhadap kaum kafir harbi, di mana hukumnya wajib.

Dari semua ini, saudara-saudaraku tercinta karena Allah, jelaslah bahwa pemerintahan dalam Islam bukanlah pemerintahan polisi, dan pemerintahan dalam Islam tidak boleh menjadi pemerintahan yang seperti itu, sebab pemerintahan polisi itu sangat berbahaya bagi kaum Muslim, bertentangan dengan hukum Islam, dan bertentangan dengan kaidah syariah:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain”.

Juga jelas dilarang untuk memasang alat penyadap (pengintai) terhadap individu rakyat, baik yang Muslim maupun yang dhimmi, serta dilarang menyakiti mereka.

Dan kami sampaikan kabar gembira kepada umat kami yang mulia bahwa atmosfer negara Khilafah, di mana kabar gembira akan tegaknya kembali telah disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang sedang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir, akan sepenuhnya berbeda dari apa yang kita lihat dalam realitas kita saat ini yang diselimuti kesedihan. Khilafah akan mewujudkan persatuan dalam negara yang penuh kasih sayang dan kedamaian.

Dan sebagai penutup doa kami, “al-hamdu lillahi rabbil ‘ālamīn, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”. []

Sumber: hizb-ut-tahrir.info

Posting Komentar untuk "Pemerintahan Dalam Islam Bukanlah Pemerintahan Polisi, Haram Memata-Matai Kaum Muslim"

close