PP Tapera di Tengah Pandemi untuk Siapa?



Oleh: Sherly Agustina, M.Ag (Member Revowriter dan WCWH)


"Kebijakan imam (pemerintah) terhadap rakyatnya harus berorientasi pada kemaslahatan” (Al-Suyuti, 1993: h.123).

Dilansir dari Viva.com, presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dengan adanya PP Tapera, maka perusahaan atau pekerja akan dipungut iuran baru. Gaji para pekerja siap-siap akan dipotong 2,5 persen untuk iuran Tapera tersebut (03/06/20l

Dijelaskan, pasal 15 dalam PP tersebut tertulis: "Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen (tiga persen) dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri". Kemudian, dari angka 3 persen tersebut, sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja yang diambil dari gaji pegawai.

Peserta dana Tapera di PP itu disebut terdiri dari pekerja dan juga pekerja mandiri. Golongan pekerja yang dimaksud meliputi calon PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pekerja BUMN, pekerja BUMD dan pekerja dari perusahaan swasta.  Sedangkan pekerja mandiri menjadi peserta dengan mendaftarkan diri sendiri kepada BP Tapera. Jika peserta mandiri tidak membayar simpanan, maka status kepesertaan Tapera dinyatakan non-aktif. 

Dikutip dari Antara, Deputi Komisioner BP Tapera Eko Ariantoro, mengatakan program seperti Tapera sudah lazim dilaksanakan di berbagai negara.  Seperti Singapura, Malaysia, China, India, dan Korea Selatan. Dengan tujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta, ujarnya. (Kompas.com, 07/06/20)
PP Tapera, Untuk Siapa?

Di tengah kondisi pandemi saat ini, bijakkah pemerintah mengeluarkan PP Tapera? Bukankah hal utama yang dilakukan adalah segera menemukan vaksin agar kasus tidak terus bertambah.  Mensuport tenaga medis mengobati korban positif covid-19 dan mengurus kebutuhan rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokok selama beberapa bulan stay di rumah.

Kalangan dunia usaha yang diwakili Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menilai tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Tapera tidak tepat. Menurut Ketua Umum DPD HIPPI DKI Sarman Simanjorang, dikeluarkannya PP saat dunia usaha dihimpit efek negatif wabah covid-19, akan semakin menghambat gerak salah satu pendorong ekonomi nasional.

Menurutnya, pengusaha saat ini sedang meradang, cash flow-nya sudah sangat berat akibat berhentinya berbagai aktivitas usaha yang sudah hampir tiga bulan tidak beroperasi. Sudah banyak juga pekerja terkena PHK dan dirumahkan. Dunia usaha menyambut baik ketentuan Tapera yang merupakan pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Hanya saja, diterbitkannya aturan turunan berupa PP saat ekonomi dipenuhi ketidakpastian semakin menambah kesulitan dunia usaha.

Dalam kondisi seperti ini wajarkah pengusaha dan pekerja dibebani dengan Tapera ini? Jangankan memikirkan iuran Tapera, iuran yang selama ini sudah menjadi kewajiban pengusaha seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, minta ditunda dulu pembayarannya karena ketidakmampuan pengusaha. Dunia usaha meminta pemerintah mengevaluasi dikeluarkannya PP. Dibanding peraturan yang membebani, dunia usaha mengharapkan adanya berbagai stimulus dan relaksasi sehingga terbantu untuk dapat melewati masa pandemi.

Maka wajar jika kalangan dunia usaha mengatakan, berikan kami semangat dan kepastian bukan beban. Supaya dunia usaha dapat berlari kencang di segala sektor untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan, dan mengurangi beban sosial pemerintah (Viva.co.id, 04/06/20). Menjadi pertanyaan, pemerintah mengeluarkan PP Tapera di tengah pandemi untuk siapa?
Islam Jawaban Keresahan Rakyat

Kewajiban pemerintah untuk selalu memperhatikan kemaslahatan, ini berkaitan dengan ajaran Islam tentang hubungan pemerintah dan rakyatnya, seperti dikatakan oleh al-Syafi’i, bahwa kedudukan pemerintah dalam hubungan dengan rakyatnya adalah seperti kedudukan wali dalam hubungannya dengan anak yatim (Al-Suyuti, 1993:h. 83).

Bahkan, Ibnu Taimiyah mengatakan, para penguasa merupakan orang-orang yang ditugaskan Allah untuk mengurusi para hamba-Nya. Mereka merupakan wakil-wakil dari rakyat untuk mengurusi diri mereka, bahkan segala urusan rakyat berada sepenuhnya di tangan mereka sesuai dengan kemaslahatan mereka, seperti dikatakan A Wahab Khallaf (1977: h.29). Atas dasar ini, maka kemaslahatan rakyat harus selalu menjadi acuan penguasa dalam menyelenggarakan kekuasaan dan membuat segala kebijakan. (Aceh.Tribunnews.com)

Ya, dalam Islam seorang pemimpin memiliki tanggung jawab untuk mengurusi dan memenuhi kebutuhan rakyat baik yang bersifat pokok  per kepala maupun kolektif. Untuk memenuhi kebutuhan pokok per kepala, negara memberikan dan membantu para kepala keluarga agar mudah mendapat pekerjaan yang layak dan halal. Sehingga kebutuhan pokok keluarga masing-masing dapat dipenuhi.

Kebutuhan pokok ini yaitu sandang, pangan dan papan. Mudah terpenuhi  karena ditunjang dengan kebijakan lain yaitu negara mempermudah rakyatnya untuk mendapatkan kebutuhan kolektif berupa keamanan, kesehatan dan pendidikan gratis. Ini adalah kewajiban negara terhadap rakyatnya, sehingga rakyat tidak dipusingkan dengan biaya pendidikan dan kesehatan yang tinggi.

Berbeda jauh dengan sistem kapitalisme-demokrasi saat ini. Rakyat resah, karena pendidikan dan kesehatan bayar sendiri dengan biaya yang mahal. Di sisi lain, rakyat harus terus berjuang agar bisa survive memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Jika tak mampu membayar di dunia pendidikan maka tidak akan bisa menikmatinya. Menjadi popule kalimatr, orang miskin dilarang sekolah dan orang miskin dilarang sakit 

Maka, Islam mampu menjawab keresahan rakyat saat ini. Di tengah kesulitan ekonomi dan diuji pandemi oleh Illahi Rabbi, Islam selalu memiliki solusi. Karena sejatinya dalam Islam, rakyat diurus oleh negara dengan sebaik-baiknya. Pertanggungjawaban pemimpin tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Rakyat sudah bosan dan sekarat dijadikan sapi perah oleh sistem kapitalisme saat ini. Saatnya kembali kepada Islam, aturan yang mensejahterakan.

Allahu A'lam Bi Ash Shawab.

Posting Komentar untuk "PP Tapera di Tengah Pandemi untuk Siapa?"