Utopis Membangun Negara Islami Tanpa Syariat Islam




Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 

Menkopolhukam, Mahfudz MD mengajak bersama membangun negara yang Islami, bukan negara Islam. Hal ini bertujuan agar umat Islam Indonesia bisa berkontribusi dari berbagai pintu, tidak eksklusif, imbuhnya. Hal ini disampaikannya dalam acara rapat koordinasi nasional Pemuda Muhammadiyah secara daring pada 27/9 (www.m.mediaindonesia.com, 27 September 2020). Lebih lanjut ditegaskannya bahwa Indonesia itu negara inklusif. Semua perbedaan primordial digabung menjadi satu kesatuan bangsa Indonesia, tuturnya.

Pertanyaan kritisnya, memang bisa mewujudkan negara islami tanpa adanya penerapan Syariat Islam?  Padahal notabenenya di dalam negara Islam itulah terwujud penerapan Syariat Islam.

Berbicara tentang Syariat Islam, terdapat sebuah kaidah fiqih yang menyatakan:

حَيْثُمَا تَكُوْنُ الشَّرْعَ تَكُوْنُ المَصْلَحَةَ

Dimana ada hukum syara' , di situlah terdapat kemaslahatan. 

Hukum syara itu yang bersumber utama dari al Qur'an dan Sunnah Nabi Saw itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan yang berupa Rahmat bagi seluruh alam semesta.  Allah SWT menegaskan nya di dalam al Anbiya ayat 107. Pertanyaannya,  kapan kerahmatan Islam itu terwujud? Jawabnya adalah ketika kaum muslimin meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada keta'atan. 

Kemaksiatan sistem yakni berupa diterapkannya sekulerisme. Akibatnya standar perbuatan tidak lagi halal dan haram. Akan tetapi untung rugi. Tujuan hidupnya bukan lagi meraih ridho Allah, akan tetapi kepuasan materi sebanyak - banyaknya. Lantas mana mungkin bisa terwujud tatanan kehidupan yang Islami. 

Oleh karena itu, meninggalkan maksiat dan kembali pada keta'atan adalah mencampakkan sekulerisme dan menerapkan seluruh syariat Islam dalam semua bidang kehidupan.

Berikutnya, menjadikan kemaslahatan sebagai ukuran akan melahirkan sikap pragmatis. Bahkan memaksakan bahwa di dalam kemaslahatan itu sendiri adalah hukum syara. Mengikuti pola pikir demikian akan lahir kaidah fiqih baru:

حيثما تكون المصلحة تكون الشرع

Dimana ada kemaslahatan, di situ ada hukum syara'. 

Upaya penerapan Syariat Islam akan dipandang dharar dan tidak cocok dengan kondisi Indonesia yang plural. Justru faktanya, saat ini kita saksikan dalam sistem sekuler, Timor Timur lepas dari Indonesia. Gerakan separatis muncul seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka). Apakah disintegrasi bangsa ini terjadi karena Islam? 

Begitu pula, karena mengedepankan kemaslahatan, peradilan tidak menerapkan sangsi Islam. Dengan beralasan yang penting bisa mewujudkan nilai universal seperti terjaganya ketertiban dan keamanan, itu sudah dipandang sesuai nilai Islam. Akhirnya materi hukumnya dimodifikasi. Ambil contoh, pada kasus pembunuhan. Sangsi qishash dipandang eksklusif. Akhirnya sangsi penjara dipandang inklusif di dalam masyarakat yang plural. Hasilnya, apakah kejahatan pembunuhan bisa ditanggulangi dengan baik? Bukankah Alloh SWT sudah menegaskan bahwa di dalam hukum qishash itu ada jaminan kehidupan.

Tatkala seseorang melakukan pembunuhan disengaja dijatuhkan padanya hukum qishas (balas bunuh) maka ini bisa faktor pencegah. Dalam melaksanakan sangsi qishash ini, harus dilakukan di depan khalayak ramai. Tentunya orang banyak yang menyaksikan akan mendapat efek jera untuk tidak melakukan kejahatan yang sama. Tentunya ini merupakan jaminan kehidupan bagi masyarakat dari kejahatan pembunuhan.  Kalaupun dimaafkan oleh keluarga korban, pelaku akan dikenai sangsi diyat berupa 100 ekor unta yang 40 ekornya dalam keadaan bunting atau berupa uang sejumlah 1000 dinar. Demikianlah penjagaan Islam terhadap nyawa manusia. Tentunya negara dalam hal ini berperan sebagai pihak yang melaksanakan eksekusi tersebut. 

Kemaslahatan dhoruri yang dibutuhkan oleh manusia akan bisa diwujudkan dengan penerapan Islam. Dalam rangka menjaga akal, Islam mengharamkan khomr dan narkoba. Sangsi yang ditetapkan adalah dicambuk hingga 40 - 80 kali bagi peminum khomr, termasuk narkoba. Contoh yang lain. Dalam rangka menjaga harta, Islam melarang cara memperoleh harta yang haram seperti mencuri. Sangsi yang diberikan adalah potong tangan bagi pencuri. Dengan sangsi yang tegas tersebut, Islam menjamin akan terwujudnya kemaslahatan dan ketertiban hidup.

Jadi menginginkan terwujudnya negara yang Islami tanpa menerapkan Syariat Islam adalah sesuatu yang utopis. Penyifatan islami pada sebuah negara dengan sebutan negara yang Islami hanya akan terwujud dengan menerapkan Islam secara paripurna di dalam wadah sistem Al - Khilafah. 


# 28 september 2020

Posting Komentar untuk "Utopis Membangun Negara Islami Tanpa Syariat Islam"