Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyoal Bendera




Oleh: Afiyah Rosyad (Pemerhati Sosial dan Politik)


Hari Santri pada (22/10) lalu diwarnai film dengan durasi pendek, berjudul My Flag: Merah Putih vs Radikalisme. Dua kelompok muslim dalam film itu membawa bendera, satu bendera merah putih dan yang lain bendera hitam.

Hadirnya film tersebut menuai tanda tanya dan kontroversi. Pasalnya, ada aroma permusuhan di antara dua kelompok pembawa bendera yang berbeda. Ada apa dengan bendera yang dibawa?

Amanat apa di balik film ini? Persatuan atau justru perpecahan? Jika memang tujuannya adalah untuk persatuan, kenapa ada adegan perkelahian? Dua kelompok pembawa bendera ini terlibat gelut, padahal mereka memakai atribut Islam, yakni pakaian yang menunjukkan bahwa mereka muslim.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa perkelahian itu jalan menuju perpecahan. Api kemarahan akan melingkupi hati orang-orang yang terlibat perkelahian. Sangat kecil sekali peluang kedua belah pihak yang berkelahi akan bersikap wajar seperti sedia kala.

Selain itu, film tersebut juga menderaskan opini bahwa bendera hitam itu identik dengan radikalisme, tentu saja hal ini sungguh sangat menyudutkan Islam. Pasalnya, pembawa bendera hitam film itu adalah kaum muslim. Sementara pembawa bendera merah putih juga muslim. Sangat tidak wajar jika sesama muslim itu berkelahi. Bukankah sudah termaktub dalam nash Al Quran bahwa sesama mukmin itu bersaudara?

Sebegitu besarkah kebencian terhadap bendera hitam yang di dalam kaca mata Islam disebut panji Rosulullah, saat bendera hitam itu dituliskan kalimat tauhid. Bendera hitam yang dimusuhi disebut sebagai panji yang menjadi simbol Ar Royah. Meski tidak disebutkan sebagai Ar Royah, benak umat Islam saat melihat bendera hitam dalam derasnya penolakan, maka langsung terpikir Ar Royah dalam kepala. Film itu jelas menggambarkan permusuhan yang teramat sangat, bahkan yang santri perempuan juga ikut-ikutan dalam konflik itu.

Tak heran jika isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) senantiasa mencuat ke permukaan, radikalisme menyudutkan Islam. Negeri ini tidak berada dalam tatanan syariat Islam, namun di bawah aturan kapitalisme. Dimana pandangan kebebasan berekspresi, terutama ekspresi yang menunjukkan  permusuhan pada Islam dijamin oleh negara.

Kini penolakan film tersebut bergema. Kesadaran kaum muslim mebahana bahwa film itu bisa menimbulkan persoalan fatal, yakni perpecahan dan permusuhan antar ummat Islam. Tak sepantasnya bendera dijadikan alat untuk politik adu domba.

Sejatinya bendera hitam bertuliskan lafadz tauhid dalam kehidupan Islam adalah panji Rosulullah SAW, Ar Royah. Dengan demikian Ar Royah ini juga bendera kaum muslim, bukan milik golongan ataupun personal. Bendera Ar Royah digunakan saat jihad fii sabilillah, tidak digunakan untuk perpecahan.

Syariat Islam akan menjaga keamanan dan ketentraman hidup rakyat. Baik antara rakyat muslim dan kafir dzimmi, lebih-lebih sesama muslim. Penjagaan yang diberikan khilafah adalah penjagaan menyeluruh, termasuk penjagaan hal-hal yang memicu permusuhan.

Semoga penolakan yang diseru kaum muslim saat ini bisa membuat produser menarik film tersebut. Muslim yang satu dan yang lainnya bersaudara, tak sepantasnya mudah terpancing adu domba, meski itu dengan bendera. Diharapkan pemerintah juga turun tangan agar rakyat muslim senantiasa hidup rukun berdampingan.


Wallahu a'lam bish shiwab

Posting Komentar untuk "Menyoal Bendera"

close