Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyederhanaan Kurikulum Sejarah, Tepatkah?

 


Oleh: Desi Wulan Sari (Komunitas Revowriter) 

Wacana penyederhanaan kurikulum mata pelajaran sejarah  oleh Kemendikbud menimbulkan polemik di kalangan masyarakat pendidikan, terutama guru, dan para akademisi. Penyederhanaan pelajaran sejarah ini menjadi tanda tanya besar, mengapa hal ini perlu dilakukan atau  sudah tepatkah penyederhanan kurikulum mata pelajaran sejarah ini direalisasikan khususnya pada level sekolah tingkat atas.

Menurut pendapat Ketua Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa kurikulum sejarah Indonesia perlu diperbaiki, sebab terlalu didominasi oleh sejarah perang dan kekerasan (mulai dari Perang Bubat, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Jawa, Perebutan tahta Singosari Ken Arok dan lain sebagainya). Menurutnya ini perlu diperbaiki agar generasi muda tidak salah menafsir seolah-olah sejarah bangsa kita penuh kekerasan sehingga nantinya dicontoh oleh generasi berikutnya. Dikhawatirkan generasi mudanya akan menyelesaikan masalah dengan kekerasan bukan dengan dialog (medcom.id, 20/9/2020).

Pernyataan tersebut menjadi pro dan kontra dikalangan masyarakat. Jika proses meraih sebuah kemerdekaan diperjuangkan dengan menumpahkan darah dan air mata melalui jalan perang, maka itulah fakta sejarahnya. Tetapi jika perbaikan fakta sejarah dibuat hanya berdasarkan  kekhawatiran pada sebuah narasi kekerasan  generasi muda, maka hasilnya akan menjadi rancu atas kebenaran  proses peristiwa  sejarah tersebut. Sehingga akan berdampak pada cara pandang dan cara berpikir generasi muda jauh dari tujuan pengajaran pendidikan yang bertujuan ingin menanamkan semangat perjuangan kepada para pemuda bangsanya.

Padahal, kekerasan yang dilakukan generasi muda yang ada saat ini, bukanlah akibat belajar sejarah sebuah bangsa saat berperang memperebutkan kemerdekaan dari para penjajah, tetapi lebih kepada kondisi kita yang berada pada sistem yang penuh kemudaratan seperti kapitalis, liberalis dan sekuleris yang tengah merusak dan menggerogoti jiwa mereka.. Padahal, pembelajaran sejarah erat kaitannya dalam menanamkan semangat  bela tanah air dan negara. Tentu sangatlah tepat jika pembelajaran ini diiringi dengan pembinaan kepribadian dan membentuk pola pikir yang penuh ketakwaan. Akhlak yang baik, ibadah sebagai pemantapan rohani, dan kajian ilmu pengetahuan serta agama ang baik akan menjadi modal menciptakan kepribadian yang luhur, bertakwa dan cerdas berpikirnya. Pemuda penuh ketakwaan akan selalu menyelesaikan persoalan dengan cara yang baik dan tegas. Mestinya tidak akan ada lagi yang perlu dikhawatirkan pada diri mereka.

Perlunya sejarah dituliskan sesuai dengan fakta dan disampaikan melalui informasi peristiwa masa lalu adalah sebuah keharusan. Seperti sejarah perjuangan negeri ini, seluruh rakyat Indonesia mengetahui bagaimana peristiwa demi peristiwa para pejuang negeri berperang dalam upaya menyingkirkan kezaliman penjajah Belanda, Jepang, Spanyol dan para pelaku penghianat negeri seperti PKI yang telah memberikan pengalaman pahit dan mimpi buruk rakyat Indonesia atas kekejamannya.

Sehingga, program penyederhanaan kurikulum mata pelajaran sejarah yang diagendakan kemendikbud, dapat dipertimbangkan kembali dampak dari langkah yang akan diambil tersebut bagi keberlangsunagn pendidikan karakter generasi muda. Jangan sampai mereka kehilangan semangat berjuang dalam membela negara dan bangsanya di masa yang akan datang. 

Sejatinya, sejarah memiliki arti kuat bagi kemajuan sebuah bangsa. Karena jika negeri ini ingin bangkit menyongsong kejayaannya, maka para generasi muda wajib diberikan akses pendidikan terbaik dari negara, termasuk di dalamnya pelajaran sejarah yang harus diungkapkan sesuai dengan fakta dan data yang signifikan, disampaikan dengan jujur dan terbuka berdasarkan dokumen, transkip, situs, saksi mata, yang menjadi bukti peristiwa tersebut.

Justru satu hal yang disayangkan, pengaburan dan penguburan sejarah bangsa ini telah lama disetting dan dikemas dengan sangat rapih, kemudian disampaikan kepada rakyat sesuai dengan kepentingan golongan mereka saja. Karena jika mereka mau jujur dan menelisik lebih jauh lagi, akan banyak ditemukan fakta sejarah, bahwa masuknya Islam di  negeri ini dimulai jauh sebelum nama nusantara lahir, yaitu masih berupa wilayah kerajaan-kerajaan berkuasa. Hal tersebut  membuktikan banyaknya umat muslim yang menjadi mayoritas penduduk negeri. Inilah jejak Islam dan khilafah yang menjadi bagian dari karakter negeri.  Adalah sebuah prestasi, bahwa sebagian  wilayah negeri ini pernah menjadi bagian dari sebuah peradaban besar dan tangguh, yaitu Daulah Khilafah Al Islamiyah. Dan amat disayangkan, sejarah inilah yang tidak pernah diungkapakan kepada rakyat secara nyata. Yang ada adalah penguburan satu peristiwa penting dalam sejarah bangsa ini, padahal bukti-bukti otentik telah banyak ditemukan oleh para ahlinya. 

Itulah sebabnya, mengapa rekonstruksi sejarah lebih penting dari hanya sekedar penyederhanaan kurikulum  sejarah saja, yang dianggap penuh kekerasan karena membangkitakn semangat perang perjuangan para pemuda dulu dalam menuntut  hak hidup mereka terbebas dari segala macam penindaan.  Saatnya negara sebagai pembawa kebijakan ikut mensukseskan kemajuan negeri, dengan memberikan pendidikan, khususnya sejarah secara utuh sebagai kurikulum wajib mata pelajaran di sekolah-sekolah sesuai dengan tingkatannya. Dan melihat kembali bagaimana urgensitas rekonstruksi sejarah yang sesuai dengan fakta kembali dihadirkan di tengah-tengah umat untuk menyongsong kejayaan masa depan yang gemilang. Wallahu a’lam bishawab.[]

Posting Komentar untuk "Penyederhanaan Kurikulum Sejarah, Tepatkah?"

close