UU Ciptaker Bikin Derita, Islam Solusi Nyata

 

Oleh : Risnawati, S.Tp (Pegiat Opini Media Kolaka)

Oktober menjadi bulan perenungan dan perubahan. Semangat dan cita-cita perubahan ini diwakili kalangan intelektual yang tersadarkan atas kondisi negeri ini. Tak ingin lagi bernostalgia dengan sumpah pemuda yang sudah lama dipekikan. Pemuda saat ini menatap ke depan ketidakjelasan arah negeri ini. Bahkan untuk mengatur bangsa sebesar Indonesia dibutuhkan orang-orang kuat yang tak sekadar berhasrat menjadi penguasa.

Betapa tidak! Demo hari ini meluas di banyak kota dan memanas. Ribuan mahasiswa, buruh dan aktivis menolak pengesahan Omnibus Law UU Ciptaker. Dilansir dari tirto.id - Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) dalam rapat paripurna DPR RI pada Senin (5/10/2020) memicu gelombang demonstrasi hingga tiga hari kemudian. Massa buruh, mahasiswa, dan aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil menggelar demonstrasi di sejumlah kota. Sebagian aksi massa demonstran penolak UU Ciptaker berujung ricuh dan bentrok dengan aparat kepolisian. Tidak hanya di Jakarta, bentrok massa dan polisi juga terjadi di Yogyakarta, Malang, Medan, Kendari dan lainya. 

Demonstrasi di jalanan maupun suara penolakan terhadap UU Ciptaker di media sosial sudah merebak sejak Senin, 5 Oktober lalu. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga menyerukan anggotanya agar melakukan mogok nasional dan menggelar unjuk rasa menolak UU Ciptaker selama 5-8 Oktober 2020. 

"Tanggal 8 Oktober 2020 adalah hari terakhir mogok nasional KSPI dan KSPSI AGN serta 32 federasi serikat pekerja, sesuai hasil kesepakatan dan instruksi organisasi yang sudah diedarkan beberapa waktu lalu," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Kamis (8/10/2020). 

Pengesahan UU Ciptaker menuai protes karena banyak pasal di dalamnya dinilai bermasalah. Di antara klaster peraturan dalam UU "sapu jagad" itu yang menuai kritik dan sorotan adalah terkait ketenagakerjaan, izin investasi, dan lingkungan. 

Mengurai Akar Masalah

Dengan disahkannya RUU ini, UU Omnibus Law Cipta Kerja akan meringkas 1.244 pasal dari 79 undang-undang untuk menarik investasi asing. UU ini bertujuan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran. Keberadaannya diharapkan menjadi jalan pintas bagi penerapan kebijakan yang dibuat pemerintah tentunya memudahkan untuk para investor memperpanjang napas bisnisnya.

Tentu yang paling merasakan penderitaan langsung dampak penerapan UU ini adalah para buruh. Banyak klausul yang merugikan mereka seperti pesangon tanpa kepastian, perluasan status kontrak dan outsourcing, semakin mudahnya perusahaan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), penghapusan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan upah sektoral (UMSK), serta aturan pengupahan berdasarkan jam kerja, hingga hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun. Selain itu, UU ini justru mempermudah tenaga kerja asing termasuk buruh kasar untuk masuk dan bekerja. Ditambah sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan malah dihapuskan.

Persoalan inilah yang memancing gelombang pergerakan mahasiswa menuntut presiden untuk mencabut UU Omnius law yang baru disahkan. Hasilnya? Pemerintah tak bergeming. Suara mahasiswa hanya dianggap angin yang berlalu begitu saja. Eksekutif dan Legislatif telah sepakat bahwa UU Omnibus law harus disahkan. Maka mahasiswa kembali mendulang kekecewaannya jika masih saja berharap pada belas kasih rezim. Maka mustahil akan terjadi perubahan yang hakiki jika masih berharap pada demokrasi saja.

Mencermati secara lebih dalam berbagai persoalan ketenagakerjaan yang ada, maka masalah tersebut berpangkal dari persoalan pokok upaya pemenuhan kebutuhan hidup serta upaya meningkatkan kesejahteraan hidup. Agar persoalan ketenagakerjaan dapat diselesaikan dengan tuntas, persoalan pemenuhan kebutuhan masyarakat harusnya juga menjadi fokus perhatian. Selain itu, penyelesaian berbagai masalah ketenagakerjaan perlu dilakukan dengan tetap mencari solusi paling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Tidak ada yang terzalimi, baik pekerja maupun pengusaha. 

Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sangat erat kaitannya dengan fungsi dan tanggung jawab negara. Persoalan ini haruslah diselesaikan melalui kebijakan dan implementasi negara dan tidak menyerahkan penyelesaiannya semata kepada pengusaha dan pekerja. Sedangkan masalah kontrak kerja, dapat diselesaikan sendiri oleh pengusaha dan pekerja. Pemerintah dalam hal ini hanya berfungsi sebagai pengawas sekaligus penengah jika terjadi persoalan yang tidak dapat diselesaikan keduanya. 

Dalam sistem kapitalisme, peran negara dibatasi hanya sebagai regulator, yakni  menyerahkan pengurusan kebutuhan publik termasuk buruh kepada swasta. Kemudian negara memindahkan beban jaminan sejahtera buruh kepada pengusaha, bukan menjadi tanggung jawab negara. Tidak hanya itu, kesalahan menetapkan standar kesejahteraan berupa upah minimum karyawan serta angka kebutuhan hidup layak yang justru berdampak fatal. Ini menunjukkan kezaliman negara kepada pengusaha dan buruh serta kezaliman pengusaha kepada buruh. Sehingga, Omnibus Law dan sistem kapitalisme ini sendiri tidak akan menyelesaikan masalah terkait ketenagakerjaan yang ada.  Maka dibutuhkan penerapan politik ekonomi Islam, sehingga beberapa permasalahan pokok ketenagakerjaan yang berkaitan dengan masalah kesejahteraan buruh terselesaikan. Permasalahan tunjangan sosial berupa pendidikan dan kesehatan bukanlah masalah yang harus dikhawatirkan pekerja.

Islam Menuntaskan Persoalan Ketenagakerjaan

Kebutuhan pokok (primer) dalam pandangan Islam mencakup kebutuhan terhadap barang-barang tertentu berupa pangan, sandang, dan papan, serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Islam menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (primer) setiap warga negara (muslim dan nonmuslim) secara menyeluruh, baik kebutuhan yang berupa barang maupun jasa. Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang, negara menjamin dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut.

Khilafah akan menciptakan lapangan kerja, memberi akses kepemilikan lahan bagi individu yang mampu mengolahnya melalui ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), menciptakan iklim kondusif bagi wirausaha, dan sebagainya, sebagai sarana bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja. Cara memperoleh pendapatan tidak hanya melalui penetapan hukum wajib mencari nafkah bagi laki-laki balig saja. Syariat Islam juga memiliki hukum-hukum lain yang sah dalam kepemilikan harta seperti hukum waris. Alternatif cara pemenuhan kebutuhan hidup dan mewujudkan kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat yang tidak mampu memenuhinya, juga dipenuhi dengan tanggung jawab kerabat dan tetangga. Hukum syariat tersebut mampu mencegah individu-individu masyarakat yang sedang dililit kebutuhan untuk berusaha memenuhi kebutuhan mereka dengan menghinakan diri (meminta-minta).

Pada saat masyarakat berpendapatan menengah bawah, termasuk buruh yang kesulitan mengakses pendidikan, kesehatan, kebutuhan energi, dan transportasi, Khilafah menjamin terselenggaranya penanganan masalah-masalah tersebut. Dijadikannya semua itu sebagai kewajiban negara dan bagian dari tugasnya sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyat, menjadikan rakyat mengaksesnya dengan murah bahkan gratis.

Selanjutnya, Benahi Arah Pergerakan Mahasiswa

Jika kita telaah kondisi Indonesia tak kunjung membaik hingga saat ini, meski sudah beberapakali berganti penguasa, mulai dari rezim orde lama hingga reformasi saat ini cara yang sama masih dilakukan untuk mengganti rezim. Meski demokrasi membuka  kebebasan pers atau berpendapat membawa angin segar berupa terbukanya informasi, namun liberalisasi di berbagai bidang tetap menggerogoti, hingga akhirnya asing dan aseng semakin mudah menguasai negeri ini. Kekayaan alam dijual, rupiah melemah, kiprah BUMN dikurangi, keran impor dibuka lebar, hutan makin mudah dijarah dan budaya korupsi semakin beranak-pinak hingga UU Omnibus Law ini disahkan ditengah pandemi. Sehingga pertanyaan besarnya, mampukah gerakan mahasiswa membuka lembaran baru bagi kesejahteraan indonesia? Dari berbagai aspek kita bisa melihat bahwa kondisi Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelum reformasi, artinya tidak ada perubahan dan kemajuan yang signifikan yang terjadi, meski gerakan mahasiswa sudah turun ke jalan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakadilan, kebobrokan birokrat karena bermacam kasus, politik yang perlente, hingga ketidakpastian hukum. Semuanya menambah beban berat rakyat. Hidup sudah mendekati titik sekarat.

Bisa dipastikan seruan perubahan yang dilakukan selama ini hanya sekadar pragmatisme. Berfikir sistemik pun jarang dilakukan, meski mereka mengklaim sebagai kaum akademisi dan intelektual. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan menfokuskan untuk menghasilkan individu-individu yang mumpuni di bidangnya. Selayaknya, pendidikan juga diarahkan secara holistik dan sistemik, sehingga berfikirnya luas.

Karena itu, yang perlu dilakukan oleh mahasiswa adalah: Pertama, melakukan kritik-kritik tajam terhadap penguasa dan sistem neoliberal yang mereka paksakan atas rakyat yang ditandai dengan banyaknya UU dan kebijakan liberal yang merugikan rakyat. Kedua, melakukan penyadaran yang massif terhadap umat dengan akidah dan syariah Islam. Ketiga, membangun opini di tengah-tengah masyarakat tentang pentingnya negara dan bangsa ini menerapkan ideologi Islam dengan cara menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Alasannya, selain kewajiban, syariah adalah solusi kehidupan. 

Walhasil, umat harus menyadari sudah saatnya meninggalkan sistem Kapitalisme-sekuler yang makin mengarah pada neoliberalisme yang menjadi sumber segala persoalan yang membelit bangsa ini. Selanjutnya, umat harus terus didorong untuk melakukan perubahan ke arah Islam. Sebab, hanya dengan Islamlah sesungguhnya segala persoalan bisa diselesaikan, dan itu tidak mungkin terjadi jika syariah Islam tidak diterapkan oleh negara. Tentu dalam institusi Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Allahu Akbar. []

Posting Komentar untuk "UU Ciptaker Bikin Derita, Islam Solusi Nyata"