RUU MiNoL Itu Mundur atau Terlambat Empat Belas Abad?



Oleh: Wahyudi al Maroky (Dir. Pamong Institute)

Masih lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Begitulah kalimat bijak yang menghibur kita ketika mendengar pembahasan RUU Minol (Minuman Beralkohol). Konon diantara tujuannya untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol.

Betapa tidak, data tahun 2014 ternyata 58% kejahatan kriminal di Indonesia dipicu karena minuman beralkohol. Bahkan data orang meninggal karena dipicu alkohol ada 3,3 juta orang atau setara dengan 5,9 persen kematian.  Lebih mengerikan lagi, sekitar 14 juta pemuda kita sudah punya kebiasaan mengkonsumsi Minol. (merdeka.com 18/11/2020)

Setelah sekian banyak korban Minol itu, baru sekarang kita ribut berdebat membahas UU tentang Minol. Padahal 14 abad lalu Allah SWT sudah dengan tegas melarangnya dan menegaskan hukumnya adalah haram. 

Empat belas abad lalu, seorang yang sebelumnya gemar minum khamar (Minol) telah mempertanyakan soal ini. Ya, dia seorang sahabat besar yang kelak menjadi Khalifah Ke-2. Dialah Umar bin Khaththab. Kala itu Umar datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya tentang hukum minuman keras.

Umar berkata, “ya Allah, jelaskan kepada kami tentang minuman keras, karena itu dapat menghilangkan harta dan akal.”

Dari pertanyaan pertama ini,  turunlah wahyu, surah al baqarah ayat 219; 

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, “pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”

Setelah turun ayat tersebut,  Nabi ﷺ memanggil Umar dan membacakan ayat tersebut. Namun Umar kembali bertanya. “ya Allah, jelaskan kepada kami tentang minuman keras ini lebih detail lagi. 

Dari pertanyaan kedua itu,  turunlah surah an Nisa ayat 43.  Lalu Nabi ﷺ pun memanggil Umar dan membacakan ayat tersebut. Namun Umar belum puas, kemudaian dia berkata. “ya Allah, jelaskan kepada kami tentang minuman keras ini lebih detail lagi. 

Maka turunlah Firman Allah surah al-Maidah ayat: 90-91.  Lalu Nabi ﷺ kembali memanggil Umar dan membacakan ayat tersebut. Ketika sampai pada kalimat FAHAL ANTUM MUNTAHUNA, Umar berkata, “sudah cukup, ya Allah”.  (buku; The Golden Story of Umar, hal. 57) 

Pertanyaannya adalah apakah memang Minol itu berdampak negatif atau juga berdampak positif dan memberi manfaat? Apakah harus dilarang oleh negara? Terkait dengan Persoalan ini, penulis memberikan empat catatan penting.

PERTAMA, Hukum tentang Minol sudah ada sejak 14 abad lalu. Sudah tiga kali ditanyakan langsung kepada Nabi ﷺ oleh seorang sahabat besar, Umar bin Khtaththab.  Bahkan sudah langsung diberikan jawaban oleh Allah SWT melalui firman-NYA. Kini kita dapat dengan mudah membaca dan mengkajinya serta meraih hikmahnya.

Oleh karenanya RUU Minol semestinya tak perlu lagi banyak diperdebatan. Dari sisi hukum sudah sangat jelas dan tegas diatur dalam kitab suci. Tinggal para anggota Dewan yang terhormat mengikuti hukum yang sudah ada. Hendaknya para anggota dewan bertaqwa kepada Allah dan takut jika menyelisihi hukum yang sudah Allah tetapkan.

KEDUA, Dari sisi tujuan UU Minol. Sebagaimana termuat dalam pasal 3 RUU ini, ada tiga tujuan yang hendak diraih: a) melindungi masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh Minuman Beralkohol; b) menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya Minuman Beralkohol; dan c) menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol.

Dari tiga tujuan itu semua untuk kebaikan masyarakat negeri ini. Tujuan itu akan mudah dicapai jika UU Minol ini tegas mengharamkan dan melarang Minol. Jika ada pengecualian yang akan mengkonsumsi tentu itulah yang akan diatur dengan ketentuan khusus.

KETIGA, Memberikan ijin khusus jika memang diperlukan. Mengacu pada ayat kitab suci diatas, bahwa memang ada juga manfaat dari minol. Hanya saja jika diminum jelas HARAM dan dosanya lebih besar darpada manfaatnya. Diantara manfaatnya, untuk keperluan pengobatan, tindakan medis, pengembangan ilmu pengetahuan, dll. Tentu negara dapat memberikan ijin khusus untuk keperluan tersebut. Bukan untuk diminum yang berakibat rusaknya akal waras dan hilangnya harta serta munculnya kemaksiatan.

KEEMPAT, hukuman harus tegas bagi peminum Minol. Sementara dalam RUU Minol hukuman relatif ringan. Dipidana minimal 3 bulan dan maksimal 2 tahun atau denda antara 10 juta sampai 50 juta. hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 20. 

Setiap orang yang mengkonsumsi Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (3) tiga bulan dan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,-  (sepuluh juta) dan paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 

Sedangkan pada Pasal 21 ada muatan pemberatan jika melakukan pidana lain.

(1) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 20.000.000,- dan paling banyak Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah). 

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dipidana dengan pidana pokok ditambah 1/3 (satu pertiga). 

Kita bandingkan hukuman bagi peminum khamar (minol) di masa 14 abad silam. Hukuman peminum khamar adalah dengan dicambuk 80 kali pada bagian punggungnya. Ini sesuai dengan yang dicontohkan Nabi Muhammad ﷺ dan para Khalifah sesudah beliau. Tentu dilakukan di muka publik dan oleh institusi yang berwenang. Ini tentu lebih menimbulkan efek jera dibanding denda dan ancaman penjara 3 bulan itu yang pada faktanya bisa saja putusan hakim lebih ringan bahkan bebas.

Sedangkan di sisi lain,  jika mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain hanya ditambah pidana pokok 1/3 (satu per tiga). Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 21. Padahal jika mengaju 14 abad lalu, menghilangkan nyawa maka diganti dengan nyawa. Kecuali jika keluarga korban memaafkan dengan mengganti denda 100 ekor onta. Jika kini kita nilai dengan uang tentu sampai Milyaran rupiah. 

Sesungguhnya tantangan terbesar pemerintah justru ada pada bisnis Minol itu sendiri. Bagaimana produksi, distribusi, penyimpanan dan pemasarannya.  Meski hal ini di ataur dalam pasal 18 dan 19 namun peluang untuk terjadi deviasi sangatlah besar. Bukankah selama ini pun penegakkan hukum dalam persoalan Minol ini bukanlah perkara mudah.

Memang ada yang berpendapat bahwa jika RUU Minol ini melarang Minol dengan keras itu berarti mundur 14 abad kebelakang. Bahkan akan mengganggu ekonomi kita. Bukankah Minol ini menyumbang pajak yang besar bagi negara? 

Disisi lain ada yang berpandangan bahwa RUU ini terlambat 14 abad. Bukankah sudah banyak korban nyawa akibat minol? Bahkan keamanan dan ketertiban kita terancam akibat para peminum Minol yang kehilangan akal warasnya? 

Kita berharap masyarakat negeri ini dapat terhindar dari dampak buruk Minol. Baik dari sisi kesehatan, keamanan dan ketertiban serta rusaknya akal waras.

Semoga generasi muda kita sehat dan memiliki akal waras demi kebaikan negeri ini dimasa depan. Aamiin.

*)Disarikan dari Buku _The Golden Story of Umar bin Khaththab._

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-4, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Posting Komentar untuk "RUU MiNoL Itu Mundur atau Terlambat Empat Belas Abad?"